Bab 5 Keluarga Uchiha

1.7K 224 31
                                    

"Nana, itu kotoran sapi."

"Nana, kau tidak bisa memakan itu."

"Nana, kau bukan mengambil tanah."

"Nana, kau tidak bisa menanam jeruk dan anggur bersamaan."

"Nana, kau tidak bisa memakan ulat bulu!" Shino yang tak tahan dengan perilaku Hinata segera menyentak tangan Hinata dan membawa wanita itu untuk duduk.

Shino tidak tahu apa yang dialami wanita itu kemarin. Ia ingat jika wanita itu memiliki acara dengan seseorang, selebihnya ia tidak tahu mengenai siapa dan dimana mereka bertemu. Anehnya setelah Hinata bertemu dengan orang itu, tidak ada tindakan Hinata yang benar. Sedari tadi, wanita itu menginjak kotoran sapi, hendak memakan kidaichu, dan mengambil dedaunan kering sebagai media tanam bukannya tanah. Hal yang paling mengejutkan adalah wanita itu mengambil ulat bulu dengan ranting tanaman dan hendak memakannya.

Shino menuangkan teh kemudian membawanya ke meja. Pria itu segera mengambil kotak P3K untuk memastikan Hinata tidak terkena dampak ulat bulu. "Kemarikan tanganmu."

Hinata menjulurkan tangan. Melihat bagaimana Shino menggenggam tangannya. Tangan Shino besar dan hangat namun tidak sekasar dan sedingin tangan Sasuke. Wajahnya kembali memerah saat teringat Sasuke. Benar-benar, dirinya dan hormon menyebalkan ini membuat segalanya menjadi runyam. Tidak seharusnya ia jatuh dengan mudahnya kepada pesona Sasuke. Lagipula yang pria itu lakukan hanya mencengkram, berbisik, dan menatapnya! Tidak lebih! Ah, Tuhan rasanya ia bisa gila. Ingin rasanya menyiram kepaanya dengan es batu agar pikirannya jernih.

Perubahan warna muka Hinata tentu saja diketahui oleh Shino. Pria itu sedari tadi berpikir, apakah pekerjaan mereka begitu berat hingga wajah wanita itu memerah? Apakah pekerjaan ini sebegitu melelahkan? Sepertinya wanita itu butuh istirahat. Mungkin sosok yang ditemui membuatnya kelelahan.

"Nana, kau mau istirahat?"

Hinata mengerjapkan mata, seolah jiwanya baru saja memasuki raga. "A-apa? A-ah tidak tidak." Hinata menggigit bibir, perilakunya kali ini pasti membuat Shino khawatir. "Aku tidak apa-apa. Maaf membuatmu khawatir."

Shino mengangguk. Sepertinya tindakan Hinata saat ini akibat dari pertemuan wanita itu dengan seseorang. Ia pun tidak ingin terlalu ikut campur. "Bos berkata jika tempat ini akan digunakanmu untuk membuat toko roti atau kafe?"

Wajah Hinata yang semula tidak fokus kini menjadi cerah. Shino kali ini yakin jika wanita itu butuh pengalihan topik. "Iya, rencananya seperti itu. Tante Kurenai berkata jika ia hendak menutup toko ini karena kau mulai sibuk kuliah."

Shino mengangguk. "Iya, aku harus cepat lulus untuk melanjutkan penelitian keluargaku." Shino menatap Hinata di balik kaca mata hitamnya. "Apa kau yakin ingin mengubah tempat ini?"

Hinata berpikir. "Mungkin aku tidak benar-benar mengubah tempat ini. Bagaimanapun juga tempat ini indah, mungkin toko roti dengan nuansa floral cukup menyenangkan."

Shino mengangguk. Tanda menyetujui pemikiran Hinata. Menurutnya, ide Hinata juga tidak terlalu buruk. Tanaman di sini cukup untuk memberi kesan artistik dan rasa tenang bagi siapa pun yang berkunjung. Jujur, ia pun tidak rela jika seluruh tanaman yang selama ini ia rawat dibabat habis. Ide Hinata tidak buruk juga.

Shino menyesap teh. Jika wanita itu ingin membuat kafe atau toko roti, pasti ada hal-hal yang harus diperhatikan. Sejauh ini Shino hanya melihat keinginan wanita itu, tidak terlihat gambaran atau rencana yang jelas dari wanita itu. "Aku punya kenalan."

Hinata mendongak. Menatap Shino dengan tatapan bertanya. "Ya?"

Shino meletakkan cangkir kemudian melepaskan apronnya. "Aku punya kenalan yang mungkin bisa membantumu. Aku merasa kau hanya memiliki keinginan namun tidak ada rencana untuk mengeksekusinya."

Marriages with BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang