What if (Izuleo)

150 7 2
                                    

PIP PIP PIP PIP

Ah, berisik...!

Aku menjulurkan tanganku dengan lesu. Meraih handphone yang masih sibuk berbunyi nyaring. Aku mengusap layar sentuh itu dengan malas.

Aku mengucek mataku perlahan, berusaha untuk menghilangkan rasa kantuk. Sembari mengumpulkan nyawa, aku memeriksa bar notifikasi. Ah, mengapa banyak sekali notifikasi yang masuk? Bahkan ada pesan dari orang-orang yang kukenal.

Aku pun membuka pesan dari Naru-kun, Kuma-kun, dan Kasa-kun. Semua pesan itu berbunyi hal yang sama...

[Selamat ulang tahun!]

Ah, jadi hari ini ulang tahunku?

Aku menggulir lagi aplikasi pesan itu--mencari sesuatu. Namun, nihil.

"...Ousama..."

Aku menghela napas panjang. Sungguh, aku amatlah bodoh. Untuk apa aku mencari sesuatu yang nyaris mustahil? Ah, bukannya aku berharap sesuatu yang spesial dan hebat. Hanya saja aku berharap setidaknya ada pesan singkat darinya.

Jangan bilang... Dia lupa hari ulang tahunku?

Aku menggeleng pelan, berusaha untuk tidak memikirkan hal yang tidak-tidak. Lagipula, dia bukanlah tipe orang yang suka menggunakan gawai.

Daripada memikirkan itu, lebih baik bersiap untuk ke sekolah.

"Aku pergi dulu ya, Mama, Papa."

Tak ada jawaban.

Tak mengherankan. Orang tuaku sudah berangkat kerja duluan. Setiap kubuka mataku, mereka sudah pergi. Setiap kututup mataku, mereka belum kembali. Tentu saja aku mengerti bahwa mereka bekerja untukku juga. Walau hubungan kami terlihat longgar, tetapi kenyataannya tidak. Aku amat dekat dengan orang tuaku dan begitu pun sebaliknya.

Di sepanjang jalan, daun-daun yang berguguran semakin menumpuk. Pohon-pohon mulai terlihat gundul. Ya, sebentar lagi musim dingin akan datang. Ah, berarti aku harus segera membeli benang wol dan membuat syal untuk Yuu-kun.

Sesampainya di kelas, seperti biasa aku mengucapkan salam dengan setengah hati. Lalu, aku duduk di bangku dan membuka gawaiku. Masih belum ada pesan dari orang itu. Bodoh sekali aku.

Banyak ucapan selamat dan hadiah yang ku terima. Tentunya hadiah itu dari Yuu-kun, teman sekelas, teman satu klub, orang yang kenal denganku, para fans, dan member unitku--Knights.

Tentunya aku menerima semua itu dengan senang hati--walau sampai selamanya aku tak akan mengakui hal ini dihadapan orang yang memberiku hadiah. Aku suka menjadi pusat perhatian--aku suka diperhatikan. Tentunya aku suka di saat aku berulang tahun. Walau aku sedikit kesal karena harus berbagi perhatian dengan Sakuma Rei yang kebetulan memiliki tanggal lahir yang sama denganku.

Walau begitu, aktivitasku berjalan seperti biasa. Setelah jam belajar, aku menuju ruang latihan Knights. Setelah latihan, aku memilih pulang.

Di kala perjalan pulang, tiba-tiba saja pikiranku ingin pergi ke suatu tempat. Pun kakiku melangkah begitu saja sampai ke tempat itu.

Tempat yang amat dekat dengan kediamannya.

Pantai.

Sesungguhnya aku sendiri terheran untuk apa aku ingin ke sini. Bukan berarti aku mengharapkan sesuatu. Hanya saja...

Ah, sudahlah. Tidak mungkin dia tiba-tiba muncul. Tak ada kebetulan yang seperti itu. Namun, tak ada salahnya jika hanya menikmati pemandangan sore dan merasakan dinginnya angin laut, kan?

Ya, mungkin diri ini ingin mencari suasana baru ditengah jenuhnya sore ini.

Setelah cukup lama aku berdiri, aku memutar tubuhku dan tiba-tiba aku melihatnya.

Dari kejauhan, seseorang berjalan selurus dengan bibir pantai. Dia memakai hoodie hitam. Rambut jingga setara dengan warna langit sore kini berhembus tergerai bebas.

Bagaimana ini? Apakah harus kupanggil dia? Apakah aku diam saja? Atau apakah aku melangkah pergi?

Sialan. Kakiku kaku. Mataku berpaku pada sosok yang semakin lama semakin melangkah mendekat.

"Ah, Sena?"

Suara itu.

Mata kami bertemu. Bisa kulihat kantung mata hitam dibawah matanya. Sudah lama aku tak melihatnya. Dia lebih kurus dari terakhir kali aku datang melihatnya.

"...Ousama..."

Suasana canggung dan aneh pun menyerang. Dia tidak tersenyum. Benar-benar membuatku seperti tertusuk ribuan jarum.

"Aku gak menyangka bisa liat kamu di sini."

"Kamu sedang apa di sini?"

Mata sayu itu menatapku, "Kamu sendiri sedang apa?"

Aku mengalihkan pandanganku. Tidak mungkin aku menjawab 'sedang berharap bertemu denganmu'!

"Cari angin."

"Oh..."

Hening. Aku benci suasana ini. Ah, sudahlah. Aku sudah tak tahan lagi.

Kuhembuskan napas panjang, "Sudah ya. Aku pergi du--"

"Tunggu!"

Aku menghentikan langkahku.

Mata sayu itu menatapku penuh harap. Dengan terburu-buru, dia menyerahkan sesuatu, "...buatmu..."

Aku meraih benda itu. Dua lembar kertas lecek yang dilipat sedemikian rupa. "Hah? Kenapa?"

Dia menundukkan kepalanya, "...hadiah ulang tahun. Selamat ulang tahun, Sena..."

Aku terdiam. Mematung. Kakiku bagai dipaku. Bibirku membatu. Aku kaget.

"Su-sudah yaa. Bye!"

Lalu, dia pun pergi begitu saja.

Apa-apaan itu??

Dia yang terlebih dahulu menahanku jangan pergi dan malah dia yang pergi duluan.

Aku membuka perlahan kertas lecek itu dan melihat rangkaian partitur. Kulihat dengan seksama tiap nada dan lirik yang ada di kertas itu. Terlihat coretan dan bekas hapus dimana-mana. Dia membuat lagu untukku? Dengan kertas lecek ini?

"Ah, benar-benar mengganggu..."

Aku senang. Sungguh, ini adalah hadiah yang paling bagus. Hal ini berarti dia tidak lupa dengan hari ulang tahunku. Syukurlah...

Aku melipat kembali kertas itu dan kumasukkan ke dalam tas. Nanti kalau sudah di rumah, aku akan mempelajari lagu itu.

"Terimakasih, Leo-kun."

--_________________________________--

"Senaaaa! Selamat ulang tahun uchuuuu~~ Aku suka kamuuu!"

"Ah, jangan asal lompat, Leo-kun! Iya, makasih..."

"Ehh? Cuma makasih?? Eh kamu lagi liat apa?"

"Hmm~~ kertas."

"Mana mana? Aaah! Kertas ini--"

"Kamu masih ingat? Tumben masih ingat."

"Huh kamu kira aku ini bego, hah? Jelas aku masih ingat! Ukh... Lagu itu jelek, Sena. Siniiii kubuatkan yang baru!"

"Nggak. Lagu ini bagus. Leo-kun, semua lagu buatanmu bagus. Aku suka."

"...."

"Leo-kun?"

"Ah.... Ahahahaha aku juga suka sama Senaa!"

"Bo-bodoh! Bukan itu maksudku!!"

"Iya, iyaa aku mencintaimu juga, Sena!"

"...aku juga, Leo-kun."

-

HAPPY BIRTHDAY SENA IZUMI 🎉
(2/11)

Kumpulan One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang