g. warning sign

520 57 122
                                    

[sensitive content]

•••

Gemerisik daun yang tertimpa sinar mentari terdengar menggema dalam telinga, berputar-putar sebentar sebelum jatuh menghampiri permukaan tanah yang lembap akibat guyuran hujan yang singgah beberapa saat lalu. Sejemang di sana, Yoongi menyemburkan napas, mengetatkan cengkraman pada setir kemudi yang sesekali diketuk menggunakan ujung jemari. Aroma petrikor sayup-sayup sambangi penghidu, bersama resin dan juga buket mawar merah yang tergeletak di jok belakang.

Hari ini Seulhee mengundangnya untuk datang ke acara jamuan makan siang, terkesan mendadak sebab Yoongi baru saja dikabari sesaat setelah dirinya mengikuti agenda rapat yang membahas tentang rancangan investasi dari para penanam saham di perusahaan. Memastikan tak ada satu pun barang yang tertinggal di atas meja kerja serta lembaran dokumen yang telah tersisip rapi di dalam tas hitam miliknya, Yoongi pun bergegas meminta izin kepada kepala pimpinan untuk pulang lebih awal-sekitar lima belas menit sebelum jam makan siang dimulai.

Setelan kemeja bergaris rapat yang dimasukkan ke dalam celana bahan hitam tampak mengecap tubuhnya begitu apik, terlebih ketika dipadupadankan dengan sabuk kulit senada dan juga jam tangan yang melingkar di salah satu lengan. Yoongi memelankan laju kendaraan tatkala melihat seorang bocah lelaki melangkah tergesa di sisi jalan, menarik rantai besi berkarat yang terhubung langsung dengan anjing kecil berjenis pomeranian. Ia sempat tergerak hatinya untuk menepi, sekadar memberi nasihat agar tidak memerlakukan binatang secara serampangan. Akan tetapi, sedetik setelah Yoongi berhasil menginjak pedal rem, ia bisa melihat bagaimana bocah itu mendelik ke arahnya, menggeram tertahan lantas berlari tunggang-langgang.

Yoongi memijat pangkal hidungnya menggunakan dua ruas jari, merasakan pening yang sekonyong-konyong menghantam belakang kepala. Meneguk air yang terkemas di dalam botol hingga seperempat dari isinya tandas menuju lambung, ia segera melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda, membunuh sergapan geming dengan lantunan lagu-lagu lawas yang masih menjadi favoritnya.

Manakala mobil yang dikendarai menemui pertigaan, pria tersebut lekas memutar kemudi ke arah kiri, menyisir satu per satu rumah sembari matanya yang bergerak menelisik. Yoongi memiliki memori jangka pendek yang sering kali membuatnya lupa, mulai dari hal kecil seperti di mana ia meletakkan dasi dan kaos kaki, hingga hal besar mengenai serangkaian kejadian yang terjadi. Untuk sekarang, Yoongi tidak bisa menjabarkannya secara detail, terlalu rumit dan mengakar dalam.

Lonceng angin yang menggantung di langit teras menjadi penanda bagi Yoongi untuk segera menghentikan laju sedan miliknya, seulas senyum semringah hadir berikut perasaan hangat yang mendebarkan kalbu. Namun, hal tersebut tidak bertahan lama, sudut bibirnya kembali tertarik turun bersamaan dengan embus napas pendek yang lolos dari rongga mulut.

Ada seorang tamu yang tidak diharapkan kehadirannya.

"Segera pulang jika kau tidak ingin dipermalukan." Yoongi turun tanpa menunda-nunda, mengetatkan cengkraman pada buket mawar yang terselip dalam genggaman tangan. Sesuatu yang bersarang di dada Yoongi secara spontan bergemuruh hebat, bukan dalam artian terpesona apalagi jatuh cinta. Ia telah menyimpan begitu banyak dendam pada sosok angkuh di seberang sana yang kini malah menuai senyum tipis dan kekehan geli. Berusaha untuk tidak memancing keributan, Yoongi melanjutkan dengan satu tarikan napas, "Kau tidak pantas berada di sini, tempat ini terlalu suci untuk orang munafik dan penuh dosa sepertimu."

Sayangnya, ultimatum tersebut hanyalah sebatas angin belaka di telinga Taehyung, ia justru semakin gencar mengudarakan tawa yang terkesan dibuat-buat, sedikit memiringkan tubuh agar bisa berhadapan langsung dengan lawan bicara. "Benar-benar sandiwara yang indah." Taehyung menjeda usai mendapati Yoongi menegang dalam diamnya yang congkak. "Kau menyebutku munafik tanpa sadar bahwa kau jauh lebih munafik dariku. Insiden itu ... kau menikmatinya 'kan, Kak?"

A Home Without WallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang