CIY | Sepenggal Kisah

355 41 24
                                    

Langkah kaki itu setengah berlari menelusuri sepanjang bibir pantai. Tidak peduli bagaimana baju dan celananya mulai basah karena terkena ombak, dirinya butuh menenangkan diri dari luka fisik dan batin selalu menghampiri setiap waktu.

Dinginnya udara malam dia hanya memakai baju lengan pendek tidak merasa kedinginan karena sudah setengah basah. Yang jelas air matanya terus mengalir keluar hingga langkah kakinya berhenti dekat bebatuan, di bawah pohon yang menjadi saksi tempat di mana dia selalu mengeluarkan semua kesedihan.

"Dasar anak tidak berguna! Kau hanya terus menyusahkan aku saja! Bagaimana bisa membawa nampan berisikan tiga gelas teh hangat kau pecahkan?! Apa kau tidak pikir kerugian akan aku alami, huh?!"

"Maaf Ma, maafkan aku, tapi kepala aku tadi sangat pusing ..."

"Alasan! Bilang saja kau tidak ingin kerja! Jangan jadikan demam kamu itu sebagai alasan! Karena kau telah mengacaukan semua ini! Jangan harap kau dapat jatah makan hari ini!"

Menutup wajah menggunakan kedua tangan karena mengingat kejadian beberapa menit lalu menghampiri membuatnya sedih. Dia benar bodoh kenapa selalu saja menyusahkan Mama dan Abangnya? Bahkan disaat umurnya sudah menginjak 18 tahun.

Suara tangisnya semakin terdengar seakan air laut, pohon, bulan dan bintang menjadi saksi tangisan pilunya tidak ada siapa-siapa di sini, karena pengunjung pantai tidak akan berjalan terlalu jauh apalagi hingga diujung dan terlebih ini sudah malam. Lampu penerangan tidak akan dipasang hingga sejauh ini hanya di tempat ini dirinya bisa menumpahkan segala kesedihan di hati, hanya di tempat ini dia bisa merasakan ketenangan sebelum kembali lagi ke rumah. Kembali lagi untuk menghadapi betapa tidak suka sosok Mama terhadap dirinya.

Menghapus cepat air mata saat merasakan perutnya terasa lapar dia belum makan sejak waktu lama. Mengingat dirinya hanya menyentuh sepotong roti pagi tadi setelah itu kerja hingga hari beranjak malam. Kembali menangis untuk sikap ceroboh sering dilakukannya bahkan hampir setiap hari.

"Aku pikir suara tangisan Mbak Kunti."

Menoleh ke belakang dia dikagetkan dengan kehadiran seseorang. Pencahayaan yang kurang dan hanya mengandalkan cahaya bulan hingga seseorang itu berjalan mendekat baru dia bisa melihat jelas.

"Si, siapa kamu?"

Seorang pria muda dan dia tidak berusaha menjawab cepat pertanyaan yang dia ajukan.

Lemparan sepotong roti dibungkus membuat tangannya dengan cepat menangkap.

"Ambil. Aku tahu kamu sedang kelaparan sekarang."

Beranjak berdiri menatap pria tersebut kinerja jantungnya berdebar kencang dia mulai merasa ketakutan.

"To, tolong jawab siapa kamu?"

"Aku pelanggan yang tadi kamu layani. Yang memesan buah kelapa paling banyak, oh! Mungkin kamu nggak ingat tapi coba diingat lagi siapa pelanggan paling ramai datang? Yang menempati meja ujung sebelah kiri?"

Tentu saja dia tidak bisa mengenal satu per satu wajah yang datang tapi hari ini dirinya bisa mengingat cukup baik pelanggan paling ramai datang. Mereka mencapai lebih dari 12 orang sehingga dia dan Ibunya harus kesulitan mendekatkan meja agar mereka bisa duduk satu meja bersama.

"Sudah ingat?"

Perlahan mengangguk, "Ka, kamu mengikutiku ... sampai di sini,"

Pria itu tersenyum, "Hmm, bisa dibilang iya juga. Aku nggak sengaja mendengar percakapan kamu dan Mamamu ketika tadi pergi ke toilet. Dan roti yang kamu pegang aku memberikannya cuma-cuma aku sudah memperhatikan kamu sejak tadi siang Adik manis, kupikir alasan dibalik wajah kamu yang pucat karena kamu benar memang sakit."

Menyodorkan kembali roti itu, "Aku nggak akan menerimanya maaf, aku harus segera kemba -"

"Ambil saja kamu butuh tenaga untuk kembali kerja atau kamu akan pingsan karena kelaparan. Kamu sangat cantik dan seorang gadis cantik akan semakin cantik jika sedang nggak menangis seperti ini. Karena aku telah melihat situasi kamu bagaimana jika aku memberikan sebuah penawaran untukmu?"

"Maaf, tapi aku nggak ngerti ...?"

Pria itu tersenyum lagi, "Aku akan jelasin sekarang tapi kamu nggak boleh memotong penjelasanku dulu. Kuharap kamu mau menerima tawaran yang akan aku persiapkan."

"Siapa kamu ...? Aku nggak mengenal ka, kamu tolong jangan buat aku takut,"

"Aku nggak akan macam-macam denganmu Adik manis oh iya, kita belum kenalan."

Menatap tangan itu terulur kepadanya dan dengan rasa takut masih menguasai tapi dia membalas uluran tangan itu.

"Diego Frasamuel, kamu bisa memanggilku dengan panggilan Bang Diego."

Σ>― ♡→

Hi all please, always support my story don't forget readers,

Hi all please, always support my story don't forget readers,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Crash Into You 2 [END-BOOK VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang