Maaf kalau rada kaku bahasanya. Pelajar yang masih akan terus belajar.
****
Happy reading gays!!!
"Pa, tolong aku!" teriak seorang anak kecil laki-laki yang diseret menuju sebuah mobil.
Papanya tidak bisa melakukan apapun, karena ia pingsan setelah dibius termasuk juga ibu dari si anak itu.
"Ke mana sekarang kita Bos?" tanya seorang lelaki yang menyeret anak tadi setelah mereka masuk ke mobil.
"Kita ke markas!" titah orang yang dipanggil bos tadi sembari menyeringai di balik topengnya.
Setelah diberi perintah seperti itu, orang yang disuruh tadi pun langsung menjalankan mobilnya meninggalkan kedua orang tua anak tadi yang pingsan di dalam rumahnya tanpa ada yang mengetahuinya. Dan orang yang memakai topeng tadi telah menyuruh bawahannya untuk membakar rumah itu.
Saat ini mereka termasuk anak yang diseret tadi telah sampai di markas penjahat yang menculiknya.
"Ini anak mau kita apakan, Bos?" tanya anak buahnya sembari berjalan masuk ke markas atau lebih tepatnya dapat disebut gudang, mereka dengan memanggul anak laki-laki yang sekarang sudah pingsan, karena sempat dibius saat di mobil tidak diam.
"Kamu taruh saja dulu dia di sini, besok kita ke sini lagi untuk melihat dia. Sekarang dia sudah tidak berdaya, karena tadi sudah dibius jadi tidak mungkin dia bisa kabur," titah lelaki bertopeng yang belum diketahui identitasnya itu menyeringai di balik topengnya.
Akhirnya anak buahnya itu meletakkan anak kecil tadi di sebuah kursi tua yang sudah berada di sana.
"Kamu akan tahu akibatnya kalau berurusan denganku," batin lelaki bertopeng itu.
Melihat anak dari orang yang dulu membuatnya sakit hati ada di depannya sekarang dan ia tertawa di dalam hatinya setelah salah satu anak buahnya memberi kabar lewat telepon bahwa dirinya berhasil membakar rumah itu.
Balas dendam yang dulu dia nanti-nantikan kini sudah tercapai. Kini, tinggal ia apakan anak dari orang yang membuatnya sakit hati itu?
***
"Aw ...," ringis seorang anak kecil bernama Erlangga di sebuah gudang sembari memegang kepalanya yang terasa pusing.
"Aduh! Aku ada di mana sekarang?!" tanya Erlangga pada dirinya sendiri mengingat-ingat kejadian beberapa jam yang lalu menimpa dirinya.
Erlangga merasa pusing terus menyusun kepingan puzzle yang ada di memori kepalanya untuk tahu kejadian yang menimpanya.
"Aku ingat! Aku di culik oleh segerombolan penjahat dan ada salah satu dari mereka yang memakai topeng. Bagaimana keadaan orang tuaku sekarang?! Dan hari sudah malam, di mana jalan keluar dari sini?" ucap Erlangga kecil lirih.
Erlangga kecil begitu rapuh. Ia ingin menangis, tapi ingat pesan papanya dulu bahwa sebagai anak laki-laki harus kuat dan pantang untuk menangis.
Erlangga mencari cara untuk bisa keluar dari tempat itu, ia melihat sekelilingnya yang gelap hanya tersinari oleh bulan purnama yang begitu mempesona. Tiba-tiba ia melihat ada sebuah jendela yang tertutup.
'Jadi ternyata cahaya bulan itu masuk karena jendela ini' pikir Erlangga.
Untungnya jendela itu letaknya tidak begitu tinggi, ia bisa menjangkaunya dengan menaiki kursi yang telah ia tumpuk dengan sebuah meja dirinya dorong tadi.
Erlangga berhasil keluar dari gudang, meski dengan cahaya yang minim dan ukuran jendela yang tidak terlalu besar. Akhirnya dengan keberanian dan tekad yang kuat, ia berhasil.
Erlangga mulai berjalan ke arah jalan raya yang redup namun masih terlihat meski begitu. Ia sebenarnya takut untuk ke sana kaki bayangkan seorang anak kecil harus berada di tempat yang gelap dan tidak ada seorang pun di situ pasti akan menangis, tapi tidak dengan Erlangga meski ia baru berusia sepuluh tahun.
"Hei! Jangan kabur kamu anak kecil!" teriak seseorang dari belakang Erlangga yang terlihat marah.
Erlangga yang mendengar bentakan dari belakangnya menoleh dan langsung berlari saat mengetahui ternyata orang itu penjahat yang menculiknya.
Erlangga berlari ke sana kemari tak tentu arah tujuannya di malam yang sebentar lagi pukul tiga pagi itu. Penjahat yang melihat Erlangga malah lari langsung mengejarnya.
"Aduh! Aku harus ke mana sekarang?" tanya Erlangga bingung. Lalu, ia melihat sekelilingnya dan menemukan ada sebuah hutan di sebelah barat darinya.
"Apa aku ke sana saja?" tanya Erlangga. "Tapi gelap gimana kalau ada harimau atau hantu?"
"Hei jangan lari kamu!" titah penjahat yang tadi mengejarnya seraya terus berlari dan ternyata sudah hampir dekat dengannya.
Erlangga langsung saja berlari ke arah hutan belantara itu tanpa memikirkan resiko apa yang akan ditanggungnya nanti.
Penjahat yang melihat Erlangga malah berlari ke arah hutan yang dia ketahui konon dilarang ada yang masuk berhenti mengejar Erlangga, karena dia salah satu orang yang percaya pada hal-hal mistis.
"Huh." Setelah berlari dengan sekuat tenaganya, Erlangga menoleh ke belakang dan bernafas lega saat penjahat yang mengejarnya tidak mengikutinya lagi.
Sesaat setelah itu ia bingung memilih jalan yang mana untuk kembali ke jalan raya, karena di sekelilingnya hanya ada pepohonan yang rimbun dan tinggi-tinggi. Erlangga hanya menggunakan instingnya saja untuk memilih jalan yang menurut hatinya benar.
Lalu, tanpa disadari Erlangga tiba-tiba ....
Apa yang terjadi pada Erlangga sebenarnya? Di next chapter selanjutnya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Revenge
Teen FictionHai gays!!! Ini cerita pertamaku, baca dan komen krisarnya sangat diperlukan. ### Aku memang membenci dia, paman tiri yang telah menghancurkan keluargaku dulu. Aku menikahi Anara anaknya untuk membalas dendam, tapi ternyata kebersamaan bersama Ana...