Hari ini hari minggu, dimana semua orang bersantai dari kehidupan sibuknya. Koran dan teh panas yang masih berasap menjadi pilihan terbaik lelaki tua di sebrang rumah, ia duduk ala-ala bos di kursi kayu reot yang mungkin sudah berumur seperti pemiliknya. Ibu hamil menggandeng suaminya berjalan-jalan pagi disekitar perumahan, persiapan persalinan mungkin, perutnya sudah seperti akan meledak. Anak perempuan berkepang dua bersepeda ria bersama sang ayah, ayah kesayangannya.
Alarm membangunkanku sejak fajar, tapi aku hiraukan. Begitulah, sebelum jam 6 aku tak akan beranjak dari posisi tidurku. Nasi goreng buatan bunda membangunkanku kali ini, aromanya yang khas berusaha menunjukkan bahwa ialah nasi goreng tersedap di dunia. Mata lelah yang terlelap selama 8 jam lamanya berusaha mencari-cari cahaya untuk menyadarkannya. Rasa haus dan lapar membuntutiku sedari tadi, aku beranjak menuju dapur. Kupeluk cinta pertamaku di dunia, perkenalkan, bunda Irene, beliau bundaku.
"Bunaa.. mau dong" ujarku meminta sepiring nasi goreng buatannya.
"Boleh, tapi mandi dulu atau ngga dikasih sama sekali" ancamnya.
"Kenapa sih aku harus mandi pagi-pagi terus? Kucing aja gak mandi tapi tetep lucu kok"
"Emangnya Bina kucing?" bunda menggodaku.
"Bukan gitu maksudnya buna, yaudah aku mandi." kataku pura-pura merajuk.
Langkahku menuju kamar mandi yang terletak tidak jauh dari dapur. Malas sekali mandi pagi-pagi di hari minggu. Anak-anak lain mungkin boleh untuk bermalas-malasan di akhir pekan, bahkan mereka tidur sampai menjelang siang. Namun bunda tidak mengajariku untuk menjadi seperti itu, bunda adalah orang yang rajin dan cekatan, mana mungkin aku anaknya dipersilakan bermalas-malasan. Aku diajar supaya mandiri dan tidak menyusahkan orang lain. Aku terbiasa bangun pagi tanpa alarm, tapi tidak bisa bangun terlalu pagi. Walau begitu, kalian tau kan aku suka telat. Katanya, orang cerdas itu yang tak peduli dengan waktu dan suka melanggar aturan. Aku sudah tak peduli waktu, suka melanggar aturan juga, tapi tetap saja tidak cerdas.
Rencanaku sekarang adalah berkeliling dengan si dino, motor vespaku. Membeli es krim di kedai dekat kantor pos. Datang ke toko bunga, untuk mengganti lili yang telah layu. Barang kali duduk-duduk sebentar di taman dekat sekolah. Mungkin juga membeli cat kuku di toko pernak pernik. Dan untuk selanjutnya, belum terpikirkan apa yang ingin aku dilakukan.
Aku ini sering merencanakan sesuatu, tapi kalian pasti tahu jika apa yang telah disusun dengan terstruktur tidak semulus perkiraan. Kadang-kadang ramalanku tentang hujan di hari kamis juga seringkali meleset, akulah sang peramal sejati, walau ramalanku tak terjadi, tapi aku terus bersikukuh untuk meramal bahwa hujan datang di hari kamis.
Pantulanku di cermin menunjukkan bahwa aku telah siap untuk berangkat menuju rencana-rencanaku. Aku memakai kaus lengan panjang berwarna putih dengan bordiran patch kaktus di bagian dada kiri atas, celana jeans gelap, dan rambut diikat asal agar tidak termakan saat nanti berkendara. Aku menuruni tangga yang berjumlah sekitar belasan anak tangga, karena kamarku berada di lantai kedua rumah ini.
Rumah ini minimalis, namun terasa kehangatan kekeleluargaannya. Meja makan yang kursinya hanya empat, namun yang terisi cuma tiga, kakakku kuliah di luar kota dan pulang hanya seminggu sekali, bahkan kadang tidak pulang, makanya meja makan hanya diisi oleh 3 orang. Kami sering bergantian formasi duduk di meja makan, kadang aku dekat ayah, kadang aku dekat bunda, kadang aku di depan mereka, kadang aku di tengah-tengah ayah dan bunda, itu dilakukan agar semua kursi ditempati bergantian, takut didudukin setan kata ayah, hahaha hanya lelucon ayahku saja.
Setelah pamit dengan bunda, kupakai helm dan bergegas memacu motorku di kecepatan sedang karena hari semakin siang. Aku memutar alur rencanaku, berpikir mana dulu yang harus aku lakukan. Karena takut bunga akan layu ditengah perjalanan, maka aku putuskan pergi ke toko bunga akhiran saja searah dengan jalan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semestaku
Teen Fictionsiapa orang yang sekarang sedang menari-nari di benakmu? ------ semesta menungguku untuk jatuh cinta, namun aku enggan, ia yang jatuh cinta kepada segala kebahagianku.