TWO

139 11 3
                                    

"Good morning mom."

Perth berjalan ke arah ibunya yang sedang menyiapkan sarapan untuknya dan ayahnya seperti biasa.

"Good morning handsome."

Nyonya maurer itu tersenyum ke arah anak semata wayangnya yang kini sudah duduk di meja makan. Ia menghela nafas panjang. Merasa ragu untuk menanyakan sesuatu yang mengganggu pikirannya namun jika tidak ditanyakan, anaknya itu tak akan mengatakan apapun padanya.

"Daddy sudah bilang semuanya semalam, mom." Ucap Perth setelah meminum susunya. Ia menatap wajah ibunya yang sedang menatapnya balik. Ia berfikir apa yang sedang ibunya fikirkan namun tak ada satupun jawaban yang pas untuk mendeskripsikan ekspresi dari ibunya.

"I am sorry, handsome." Ucap ibunya pelan.

"Kenapa meminta maaf, mom?"

"Karena mommy ngga bantu kamu untuk menolak permintaan daddy. Mommy sudah mencoba tapi pada akhirnya mommy ada di pihak yang diharuskan menyetujui hal itu."

Perth terdiam sesaat sampai ketika ia hendak membalas perkataan ibunya, suara seseorang yang berdeham menginterupsi keinginannya. Ia mengalihkan pandangannya pada seorang pria berwajah tampan yang sedang berjalan ke arah mereka. Ia melihat ibunya berjalan ke sisi lain meja makan untuk menyiapkan piring di sisi biasa ayahnya makan. Ia melihat ibunya tersenyum ke arah ayahnya kemudian berkata,

"Selamat pagi Mario."

"Selamat pagi Baifern." Ayahnya kini menatapnya dan tersenyum ke arahnya. "Good morning Son."

Perth menghela nafas berat. Ia merasa belum siap melihat wajah ayahnya pagi ini karena pembicaraan mereka semalam yang sempat membuat ketegangan diantara mereka berdua. Namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak menghormati orang tuanya.

"Morning too Dad."

Mario dan Baifern sudah duduk di sisi meja makan yang menjadi tempat mereka biasanya. Ketegangan dan keheningan menguasai mereka sekarang. Tidak seperti pagi-pagi yang biasa mereka lewati. Hangat dan menyenangkan dengan obrolan kecil antara mereka sebelum beraktifitas. Sekarang tergantikan dengan ketegangan dan keheningan. Baifern sebagai perempuan satu-satunya di keluarga kecil mereka merasa sangat tidak nyaman dengan hal ini. Keluarga kecilnya adalah keluarga yang hangat. Ia tidak siap untuk kembali ke masa beberapa tahun lalu dimana anak kesayangannya sangat pendiam di rumah, seperti sekarang. Itu adalah masa kelam dimana ia bahkan tak mau menengok sejenak untuk menatap ke masa itu lagi.

"Bagaimana hari-harimu di kampus baru?" Tanya Baifern memecahkan keheningan diantara mereka bertiga.

"Biasa saja."

"Apakah menyenangkan bisa kembali berkumpul bersama Tay dan New?"

"Lebih menyenangkan jika aku bisa tinggal sendirian di Australia."

Baifern tak lagi melanjutkan obrolannya setelah mendengar pernyataan dari anaknya. Mario yang mendengar hal itu menghela nafas dalam. Ia merasa menjadi ayah yang buruk untuk kesekian kalinya. Tapi keputusan ini sudah lama ia fikirkan. Baik dari pihaknya maupun pihak keluarga satunya. Ia sudah berdiskusi sangat lama dengan sahabatnya itu dan mereka merasa bahwa sekarang saat yang tepat. Saat anak dari sahabatnya sudah mau lulus SMA dan anaknya sudah masuk kuliah. Mereka memang terlalu muda tapi ia yakin, sosok orang yang akan menjadi pendamping hidup Perth adalah sosok yang akan memberikan warna di lukisan kehidupan Perth. Hitam dan putih. Dua warna itu mendeskripsikan lukisan kehidupan Perth.

"Jadi lebih enak jauh dari aku?"

Mereka semua menengok ke arah sumber suara berasal. Seorang laki-laki tinggi berjalan ke arah meja makan dan memberikan waai kepada Mario dan Baifern.

Dear You | PerthLayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang