Lelaki dengan kimono putih bersih itu tersenyum sesaat melihat beberapa belas orang yang berdiri di hadapannya dengan pakaian berwarna senada. Mereka baru saja selesai menyantap banyak hidangan lezat yang jarang disajikan, lalu berpindah ke satu ruangan yang luas dimana masing-masing dari mereka membawa sebilah pedang.
"Sudah siap?" tanya lelaki itu.
"Tentu, Kripik-kun!"
"Ah, kalian masih memanggilku begitu."
"Kita akan melakukannya dengan cara apa?" tanya Gru dengan wajah kusut sembari mengusap permukaan pedang mulusnya.
Semuanya terdiam dan sedetik kemudian tersenyum pahit saat mengingat bahwa ini akan menjadi saat-saat terakhir mereka. Namun, mereka harus menebus segalanya dan itu sudah menjadi kewajiban. Satu kegagalan besar harus ditebus.
Semua orang pasti tahu apa penebusan yang akan dilakukan.
Seppuku.
"Ichimonji atau jumonji?" Mana bergumam resah penuh tanda tanya.
Ichimonji, salah satu teknik seppuku yaitu merobek perut dengan jalan menusuk pedang ke bagian kiri, lalu menariknya ke sisi kanan. Sedangkan jumonji, menusukkan pedang ke ulu hati, kemudian menghelanya ke bawah sampai ke pusar.
Mendengar keheningan yang menyelimuti, Raya mulai angkat suara,"Pilih yang mana saja, yang penting bisa membuat kita mati."
"Ugh, andai saja sewaktu peperangan itu kita bisa lebih lihai, tentu takkan ada kegagalan dan ritual seppuku ini." Nana mencicit dengan suara semut menyesali apa yang telah terjadi dua hari yang lalu.
Hamakaze menahan gelak tawanya,"Gak ada cara untuk mengubah masa lalu, Nana-chan! Lagipula..." matanya melempar pandang ke sudut ruangan dan menelisik kalender,"ini tanggal yang cantik untuk mati, bukan?" senyumnya merekah.
"Ya, dengan ini pula akan mengembalikan nama baik kita di kalangan masyarakat." suara Fuyu terdengar pelan.
Benar, hari itu merupakan hari kedua di bulan kedua, tahun 1922. 2-2-1922.
Suara dehaman dari beberapa algojo yang berada disana terdengar menginterupsi. Sorot mata mereka seolah memerintahkan agar mempercepat jalannya ritual ini.
"Siapa yang duluan?" Eba memandang satu persatu teman seperjuangannya.
Kripik terlihat telah membulatkan tekad,"Aku saja yang akan memulainya, Eba-kun, sebagaimana aku memulai Kōun."
Eba menampilkan wajah pilu,"Baiklah."
Ekspresi yang ditunjukkan para algojo terlihat cerah sembari bersiap untuk mengayunkan pedang mereka dan menyaksikan Kripik untuk menjadi yang pertama memulai ritual.
"Tidak!" Kuujaku mencegah sambil berseru.
Seketika tatapan seluruh penghuni ruangan tertuju padanya dengan tajam mempertanyakan apa maksudnya. Wajah ketiga algojo tampak jelas bergurat amarah yang terpendam. Kuujaku telah mengambil alih seluruh atensi.
Kuujaku meneguk saliva,"Mana mungkin kami akan melihat pemimpin kami mati terlebih dahulu!"
"Kuu-nii benar! Lebih baik anggota saja yang memulai, dan aku yang akan melakukannya." ucap Elin dengan yakin lalu duduk diatas kasur putih yang mengembang dan bersiap untuk menancapkan pedang di perutnya.
Kripik nampak mengurungkan niatnya,"Namun, aku tidak membentuk Kōun untuk melihat anggotanya mati satu persatu di hadapanku."
Elin menghentikan gerakan tangannya. Ah, ternyata seppuku lebih sulit dilakukan dari yang dikira. Tentu saja tak ada yang yakin siapa yang akan memulai terlebih dahulu