BAB 1 - Annelies

26 4 0
                                    

RINGKASAN CATATAN HARIAN GALANG GUMALANG

KELAS 2B

November, 2016. Setelah lulus dengan predikat pelajar terbaik sekabupaten dalam bidang matematika dan ilmu alam, para guru mendesak agar aku dapat melanjutkan sekolah di ibukota provinsi untuk mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang lebih baik.

Ayah dan ibu telah menyetujui permintaan itu dan menganggapnya sebagai investasi yang sangat besar agar putra sulungnya ini dapat mendapatkan pengalaman di tanah perantauan yang barangkali di masa depan dapat mengangkat harkat dan martabat keluarga.

Pada bulan Juni 2016 sebelumnya kami telah mengunjungi sebuah sekolah tersohor di ibukota provinsi dengan harap dapat memasukan aku ke dalam daftar nama siswa yang bersekolah di sana.

Setelah menjalani serangkaian tes, akhirnya plang berisi nama-nama pendaftar yang lulus dipasangkan di depan lapangan basket dan memuat namaku di nomor keduabelas.

Sekarang aku telah resmi menjadi siswa salah satu sekolah terbaik di ibukota provinsi.

Selama satu bulan lamanya mencoba beradaptasi dengan lingkungan baru yang lebih beragam dan unik, aku mulai bisa berbicara pada teman-teman sekelas tanpa adanya masalah.

Sampai suatu waktu, seorang guru mempertanyakan kebenaran dari sosok diriku sendiri. Mulanya ia bertanya dengan kalimat tidak biasa. 

Aku ceritakan.

"Kamu? Siapa kamu?" tanya seorang guru dengan usia berkisar 30-an akhir menunjukku dengan spidol.

"Siap. Saya Galang Gumalang dari kabupaten K."

"Apa yang sebenarnya kamu lakukan di sini?"

"Seperti halnya siswa-siswa lain, saya berada di sini untuk menuntut ilmu."

"Saya tidak bertanya pada kamu!"

"Maaf, Bu?" Perasaan malu bercampur bingung, aku mencoba memahami adanya maksud lain yang hendak dilontarkan sang ibu guru tersebut.

"Saya bertanya pada yang di belakang kamu itu!" katanya dengan nada meninggi. 

Murka barangkali?

Sontak saja aku menoleh ke belakang, begitu pula kebanyakan dari teman-teman sekelas. Hal yang membuat kami kebingungan ialah kenyataan bahwa tak ada seorang pun yang duduk atau berdiri di belakangku karena akulah orang yang berada di barisan paling belakang di ruangan kelas.

Semua orang saling pandang dan berbisik-bisik. Sesekali menatap sang guru atau diriku dengan air wajah kebingungan.

"Maaf, Bu. Saya lah orang yang duduk paling belakang di kelas ini."

"Iya, kamu orang yang duduk paling belakang, tapi bukan makhluk yang berada paling belakang."

Kembali. Seisi kelas saling menatap, tetapi kini air wajah bingung sebelumnya telah bercampur ngeri atau takut. Aku bergeming tanpa ada satu hal pun terlintas dalam benak.

Kaget dan bingung telah mengosongkan isi kepala sepenuh-penuhnya. Hati seperti bertanya-tanya gerangan apakah yang sebetulnya terjadi pada diri sang guru itu.

Ingin rasanya pertanyaan muncul, tapi aku tak berani. Hening pun segera terasa untuk beberapa waktu. Orang-orang terdiam dan menatap kaku sang guru. Semua orang memiliki pertanyaan yang sama.

Apa maksudnya makhluk yang paling belakang?

Apa ia sedang menghinaku yang seorang kampung perantauan? Apakah ia betul-betul membahas suatu makhluk lain, yang berasal dari alam gaib?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SuratanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang