Jakarta, Maret 1998

1.5K 173 206
                                    

Presiden Soeharto kembali memenangkan pemilu tahun ini setelah menjabat selama 32 tahun lamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Presiden Soeharto kembali memenangkan pemilu tahun ini setelah menjabat selama 32 tahun lamanya. Namun, kabar tersebut mendapat tentangan terutama dari para mahasiswa yang menuntut agar pemilu diadakan ulang.

"Sialan! Siapa coba yang milih dia buat jadi presiden lagi? Pasti ini semua direkayasa sama pemerintah!" Umpat kakakku yang sedang melahap makanannya di meja makan.

Aku menggelengkan kepala sambil mengerjakan tugas di ruang tamu. Tidak ada sekat yang memisahkan ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur sehingga layar televisi bisa terlihat dari arah manapun.

Di sofa kayu yang berhadapan langsung dengan televisi, adik laki-lakiku yang bernama Yandra sedang memainkan game dari konsolnya. Dia tampak tidak tertarik dengan obrolan kakak sulungnya yang bernama Tengku itu.

Berita di televisi selama seminggu ini terus-menerus membahas tentang pemilu presiden yang hasilnya selalu sama saja selama beberapa tahun belakangan. Tapi ternyata di kemenangan Presiden Soeharto yang ketujuh ini, banyak orang yang menolaknya sehingga menimbulkan aksi protes dimana-mana.

Termasuk salah satunya adalah Kak Tengku, dia selalu tampak kesal setiap mendengar berita tersebut di televisi ataupun ketika membacanya di koran milik ayah.

"Gak akan lama lagi dia bakal lengser!" Bentak Kak Tengku sambil menggigit paha ayam. Kakinya dia naikkan satu ke kursi dan piringnya dia angkat oleh tangan kiri.

"Berisik ah, ngomongin pemerintah mulu." Ledekku untuk menghentikan ocehannya.

"Dek, negara kita ini udah hancur! Ayah sampai dipecat gegara krisis ekonomi tahun 1997! Kita semua harus bergerak sebelum semuanya jadi lebih kacau!" Kak Tengku berbicara dengan semangat yang membara.

Yandra hanya tersenyum lebar menanggapi perkataan kakaknya itu. Sedangkan aku memilih untuk diam dan berpura-pura tidak mendengarnya.

Tiba-tiba telepon kabel rumahku berdering menandakan ada panggilan yang masuk. Aku segera bangkit dan berjalan menghampiri telepon yang posisinya berada di samping televisi. Aku angkat gagangnya lalu aku simpan di samping telinga.

"Halo, mau cari siapa?" Sapaku kepada si penelepon.

"Gak cari siapa-siapa, orangnya udah ada disini kok." Suara diujung sana terdengar sangat familiar di telingaku.

"Oh, kalau ini siapa ya?" Tanyaku penasaran.

"Ah, masa gak kenal sih." Dia terdengar kecewa namun kemudian tertawa. "Ini Dejun."

Aku membulatkan mulutku karena tidak menyangka Dejun akan menelepon semalam ini. Oh iya, sebelumnya biar aku perkenalkan pemuda yang ada diujung telepon itu kepada kalian.

Minority | Xiaojun WayVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang