•KARMA•

27 3 0
                                    

This work is dedicated to one of my beloved mangap pemeli, Ashila.

•°•°•

Di dunia ini, tidak ada yang bertahan selamanya. Entah itu keluarga, teman, bahkan cinta.

Terkadang mereka datang dengan nestapa, namun pergi dengan suka cita.

Ada yang nantinya menyapa dengan tawa, kemudian melambai dengan air mata.

Beberapa hadir membawa ceria, yang akhirnya hilang menyisakan duka.

Orang datang dan pergi, namun kenangannya akan tetap tinggal. Meskipun nantinya hati ini akan direnovasi, membuang hal-hal yang dianggap tidak penting dan sudah berlalu ke sudut memori.

Percayalah, senandungnya malam itu akan terus bertengger, menyentil benak tanpa peduli hati yang tadinya sudah rapi akan terguncang kembali.

Tidak boleh, katanya. Tidak boleh mengingat kembali. Itu tandanya tidak sayang pada diri sendiri.

Izinkanlah satu hal, semoga nantinya siapapun yang pergi tidak meninggalkan barang bawaannya disini. Apa yang patut disusahkan? Kenangan bisa diselipkan diantara serpihan hati yang ikut dibawa pergi.

°•°•°•°

Suasana kantin sangat ramai siang ini. Suara-suara berbaur hingga menghasilkan dengungan mirip lebah sedang berperang. Hingga satu suara terdengar berbeda 2 oktaf dari dengungan tersebut.

"Yura, jangan bilang lo masih sayang arga?!" Olin, dengan suara yang meninggi memecah hiruk pikuk kantin.

"Enggak ih! Enak aja, gue ga akan pernah suka lagi sama orang." Yura cuek, tetap melanjutkan mengunyah ciloknya yang sisa setengah.

"Terus kenapa lo masih cari tau tentang dia?"

"Ya sukanya ga sekarang, hehe. 10 tahun kemudian mungkin." Yura menjawab dengan cengengesan, dibarengi pukulan sendok bakso Olin ke jidatnya.

Beberapa minggu yang lalu, dia memang masih jatuh pada jamet bernama Arga itu. Namun dengan alasan yang tidak jelas, Arga meminta mengakhiri hubungan mereka.

"Lagian dari awal gue juga ga setuju lo sama dia, Yur." kali ini Bintang yang berkomentar.

"Gue juga ga setuju. Emang firasat gue tuh ga salah! Gua udah ga sreg sama Arga dari awal dia minta dikenalin sama lo." Gerald yang tadinya fokus menghabiskan batagornya kali ini angkat suara.

"Ih, kalian kenapa sih? Gue udah ga suka kali, sama Arga." Si empunya kisah cemberut, kesal karena terus dipojokkan.

Setelahnya, bel tanda masuk berbunyi.

"Gue cabut duluan. Males denger ceramah kalian." Yura balik badan meninggalkan kantin beserta isinya dibelakang.

°•°•°•°

Besoknya, Olin heboh mencari Yura di kelasnya. Dia sesumbar, katanya hal penting terjadi semalam.

Akhirnya Yura ditemukan sedang tergeletak tenang, bernafas halus, tertidur di bangsal UKS.

"Bejad sia! Dicariin kemana-mana gataunya rest in peace di UKS. Ini lo baca, semalem Arga chat gue!" Sergah Olin dengan nafas memburu dan menyerahkan ponselnya ke tangan Yura. Sekolah sudah diputarinya 3x untuk mencari tuyul ini.

Akhirnya setelah mukaddimah panjang, Yura membaca satu baris paling menggemparkan dalam hidupnya.

'Lin, kayanya putus sama Yura jadi penyesalan gue yang paling besar.'

Bagai nada dering hp nokiya yang lupa di-silent, hati Yura bergetar.

Segera dikembalikannya ponsel Olin kepada sang pemilik, dan dia kembali memejamkan mata.

"Yura, gue serius ini! Lo ga kaget apa, Arga ngomong gitu?" Olin geram.

"Firasat gua bilang, dia ngomong gitu cuma buat mainin gua, Lin. Gue nyerah sama kisah kami. Gimanapun karma bakalan datang, dan gua yakin dia ga akan salah alamat. Nantinya gue tinggal duduk santai, sambil minum kopi, dan nontonin gimana hebatnya skenario Tuhan buat gue."
Ujar Yura yang diakhiri dengan senyum tipis di bibirnya.

-끝-

•KARMA• [dedicated to shila]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang