[Bab 2] Murid Pindahan

154 14 9
                                    

Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

[*****]


"Eh, Yum!" Baru juga Ayumi membaca satu paragraf Hana sudah mengganggunya.

"Apaa?" jawab Ayumi malas tanpa mengalihakan pandangan dari buku.

"Aku baru inget. Tadi waktu ngintip, aku lihat kamu kayak dianterin cowok, deh."

"Setiap hari juga gitu. Apanya yang aneh?" Ayumi membalikkan halaman buku.

"Masalahnya, dia bukan ayah kamuu! Dia lebih muda dan kelihatan lebih tinggi." Hana menyodorkan HP ke depan wajah Ayumi. "Dia kayak pacar aku."

"Maksudnya?" tanya Ayumi heran. Sejak kapan Hana punya pacar? Ayumi baru tahu itu.

"Lihat, dong! Dia kayak pacar aku yang ini," tunjuk Hana pada foto yang terlihat di layar HP-nya. Ayumi mengerutkan dahi, Maksudnya 'pacar yang ini'? Berarti ada 'pacar yang itu' dong? Dia bertanya-tanya dalam hati.

Ayumi mengangkat wajahnya dan langsung melihat dengan jelas HP yang berjarak sangat dekat dengan wajahnya. "Kedeketan! Mana kelihatan!" Ayumi memundurkan HP plus tangan Hana yang sedang memegangnya.

"Oh, pacar khayalan kamu .... Kirain siapa ...," ucap Ayumi semakin malas. Dia kembali menunduk melihat deretan kata yang berjajar rapi.

"Dia kayak cowok ini. Tinggi, putih dan yang terpenting ganteng! Yuum, dia siapaa?"

"Kakak aku," jawab Ayumi singkat, padat dan jelas. Harusnya Hana tidak akan bertanya lagi.

"Loh, aku kok baru tahu? Apa dia pernah nganterin kamu sebelumnya?" tanya Hana penasaran.

"Pernah, sih. Tapi waktu aku kelas 10. Kita belum kenal, jadi kamu gak mungkin tahu."

"Ooh, pantes," Hana lega mendengarnya. Ternyata dia tidak melewatkan subjek menarik ini. Mulai sekarang Hana akan gencar mencari tahu tentangnya. "Ngomong-ngomong, kenapa dia gak pernah nganterin kamu lagi?"

"Dia kerja di luar kota. Cuma pulang setahun sekali." Ayumi tetap fokus membaca cerita. Dia mulai memasuki konflik cerita.

"Oohh, gituu," Hana mengangguk-angguk. Otaknya mulai memikirkan rencana apa yang dilakukan untuk mendekati kakak Ayumi. "Namanya siapa?" tanya Hana lagi.

Ayumi tidak menjawab, dia terlalu fokus pada kertas yang menampilkan deretan kata yang yang terlihat seperti semut terebut. Itulah yang ada di penglihatan Hana.

"Yum?" tanya Hana lagi. Dia tahu Ayumi mendengarnya, tapi terlalu malas menjawab pertanyaannya.

"Nanti aja-"

"Kenapa? Sekarang aja, sih," serobot Hana.

"Nanti ajaa." Ayumi terdiam sebentar, takut Hana menyerobotnya lagi. "Kakak aku juga kok yang jemput pulang sekolah. Kamu langsung kenalan aja."

"Jadi, aku harus nunggu sampai siang buat tahu nama si ganteng?"

"Iya, dong. Perjuangan, Han. Itung-itung melatih kesabaran." Ayumi tertawa dalam hati, Emang semudah itu? Ayumi tentu tahu kelemahan sahabatnya. Hana orangnya paling tidak bisa bersabar. Dia kalau sudah penasaran akan terus menuntut kejelasan.

Hana mengangguk pasrah. Dia mau tidak mau harus bersabar sampai nanti siang. Walaupun dicerca terus, Ayumi tetap akan bungkam.

Ayumi sedikit melirik Hana yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Tak lama, Hana mendorong kursinya dan berdiri. "Aku ke toilet dulu, Yum," pamit Hana.

Simpang AyuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang