Satu minggu sudah berlalu dan kondisimu masih tetap sama. Setiap hari aku pergi kesana untuk melihatmu dan berbicara tentangmu dengan ibu dan kakakmu. Dan kami berharap kamu akan segera terbangun dari tidurmu. Sudah cukup lama kamu terbaring.
Hari ini bunda datang dari Bandung untuk menjengukmu. Akankah kamu bangun? Bunda berkata bahwa aku harus ikhlas. Jika memang hal yang kami semua takutkan itu terjadi aku harus ikhlas melepaskanmu. Agar tidak memberatkan jalanmu.
Aku berdiri disampingmu dan kugenggam tanganmu. Dengan sedikit membungkuk aku berbisik, "Aku menyayangimu. Aku ikhlas jika kamu harus pergi. Aku ikhlas." Air mata mengalir di pipiku. Tapi tiba-tiba jarimu bergerak seperti akan membalas genggamanku.
Dengan segera aku memanggil perawat dan dokter. Aku menunggu diluar ruangan saat dokter memeriksamu. Dengan penuh harap kamu akan segera membaik. Ibumu memelukku erat sekali. Ada rasa senang dan was-was dalam pelukkannya.
Setelah selesai diperiksa dokter mengatakan jika ini adalah keajaiban. Kamu sudah melewati masa kritismu dan bila besok kondisimu tetap stabil kamu dapat dipindahkan ke ruang rawat biasa. Kami semua bahagia mendengarnya.
Bunda masih tinggal di Jakarta ditempat adikku. Bunda bilang akan menemani adikku dulu karena sekarang dia harus benar-benar istirahat.
Sepulang kerja rutinitasku sekarang adalah pergi ketempatmu. Untuk melihatmu dan sekedar menyapamu. Serta menceritakan apa saja kegiatan yang aku lakukan. Belum sampai aku ditempatmu tiba-tiba teleponku berdering. Tertulis nama kakakmu disitu. Ada sedikit ketakutan untuk mengangkatnya. Kabar baik atau buruk yang akan aku dengar nanti. Aku pun mengangkatnya. Suara kakakmu sangat manis terdengar ditelingaku. Dia mengatakan jika kamu sudah siuman dan memintaku untuk segera datang.
Antara senang dan terkejut aku segera memanggil taksi dan menuju rumah sakit. Aku segera memberitahu bunda dan meminta bunda untuk datang jika memungkinkan. Bunda bilang akan diusahakan.
Akhirnya aku sampai di rumah sakit. Dengan setengah berlari aku mencari ruanganmu. Kata kakakmu, kamu sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa.
Aku sampai didepan ruanganmu. Aku menata perasaanku sebelum memasuki ruanganmu. Terdengar suara tawa dari dalam. Meyakinkanku jika kamu sudah benar-benar bangun.
Ku ketuk pintu ruanganmu sebelum aku masuk. Mata kita langsung bertemu. Dan kamu tersenyum. Tapi air mataku tiba-tiba saja mengalir. Aku tertunduk disamping ranjangmu sambil berbisik dalam hati, syukurlah akhirnya kamu bangun. Lalu tanganmu menggenggam tanganku.
"Jangan menangis." bisikmu.
Ibu dan kakakmu keluar meninggalkan kita berdua. Kamu mengusap air mataku yang mengalir dipipi.
"Sudah jangan menangis lagi." bisikmu. Tapi air mata juga keluar dari matamu. Mata kita yang saling bicara. Menjelaskan betapa kita saling merindukan. Tidak banyak kata yang keluar dariku dan kamu. Hanya tatapan mata saja yang saling berbicara.
"Jangan membuatku takut lagi." ucapku sedikit berbisik. "Aku tidak sanggup jika kamu tidak ada." lanjutku.
"Maafkan aku sudah membuatmu khawatir." ucapmu.
Kamu semakin erat menggenggam tanganku. Lalu menarikku kedalam pelukanmu. "Aku mencintaimu." bisikmu.
Air mataku masih sulit untuk berhenti. "Aku juga mencintaimu." bisikku.
"Terima kasih sudah menungguku." ucapmu. "Aku takkan pernah meninggalkanmu. Aku mencintaimu." lanjutnya.
"Terima kasih juga sudah kembali untukku."
"Tentu saja aku harus kembali. Aku tidak mungkin meninggalkan bidadariku sendiri didalam kesedihan. Karena aku sudah berjanji untuk selalu membuatmu bahagia." ucapmu.
"Terima kasih." ucapku lirih.
Kita saling bertukar cerita sambil menunggu Ibu dan kakakmu kembali. Betapa aku sangat merindukanmu. Merindukan candamu. Merindukan senyummu yang selalu menghangatkan hatiku. Merindukan caramu memperlakukanku. Merindukan semuanya tentangmu.
Pintu terbuka, ibu dan kakakmu memasuki ruangan bersama dengan bunda, adikku dan adik iparku. Setelah saling menyapa, bunda mendekatimu dan memberikan sebuah kotak yang dulu kamu titipkan. Dan memintamu untuk memakaikannya langsung padaku.
Dihadapan semua kamu kembali memintaku untuk menikah denganmu. Dan tanpa ragu aku menerimanya. Aku yakin kamu memang untukku. Lalu kamu pakaikan cincin itu dijariku. Senyuman menghiasi wajahmu. Menyiratkan betapa kamu bahagia. Begitu pula denganku. Aku bahagia. Sangat bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia
RomanceBerawal dari sebuah pertemuan yang tidak disengaja lalu menjadi teman yang semakin hari semakin dekat. Berawal dari tidak memiliki perasaan apapun menjadi perasaan yang bahkan takut kehilangan dirinya. Jodoh, itukah dia?