chapter #1

4 0 0
                                    

*BELLA

"Rasanya seperti, menatap matamu tanpa tau apa yang kamu fikirkan, lalu aku melihat segalanya dengan sebelah mata dan rasa luka yang terus kamu tuangkan"

aku benar benar menatap nya sekalipun tak pernah mengerti, matanya begitu kaku seperti tak ada apapun di dalam nya, lirikan yang selalu ku tebak bertahun tahun namun terus mendapati kebutaan. Pada akhirnnya dia akan diam dan aku harus menyeret koperku , berderit derit di tepian jalan karna rodanya telah begitu tua. mencari pelarian walau takakan pernah bisa selamanya.

lalu aku akan duduk diantara deretan bangku, menunggu besibesi itu berhenti berlari dengan membuat decitan keras. dan takdir membawa langkahku menyusuri gerbong ,duduk di depan wajah jendela berharap ada banyak keajaiban di kota yang tak pernah aku kunjungi, namun aku tau ini bukan lah hal yang asing dan perlu di perdebarkan, bertahun tahun aku hidup berpindah seorang diri menanyakan kepada tuhan dimana akhir kehidupan gelap ini?

menebak nebak apakah aku seorang putri yang hilang dari kerajaan yang telah lama hancur, terjebak di tengah hutan Bersama seorang penyihir , hingga seorang pangeran menemukan ku dan membawaku pergi? tapi aku tau hidup ku bukan hanya sebuah dongeng, dan tak selama nya memiliki akhir yang bahagia.

Manusia selalu penuh harap, karna kepuasan bagian dari sebuah kebahagiaan , harapan yang tak pernah habis terkadang membuat kita kembali terjatuh, memang benar roda pasti berputar , karna kaki kita yang terus menggayuh dan membuat sebuah ambisi. Tidak ada yang bisa di salah kan dari ini , karna hidup adalah pilihan, tapi harapan yang terlamapu jauh mungkin saja akan menjadi sebuah angan angan, khayalan yang tak pernah menjadi mungkin.

Aku berjalan bersama takdir, aku ada lah aku , bukan putri ,dan tidakpernah ada seorang pangeran 

Hujan turun bertepatan tibanya aku di rumah baru, lebih tepatnya kontrakan. cukup luas untuk seorang diri dengan isi 3 kamar, 2 kamarmandi , dapur , ruangtamu , garasi dan loteng untuk jemuran. semua ruangan berwarna putih pucat dengan cat yang sudah sedikit mengelupas, halaman berumput dan cukup berantakan. aku memanggil beberapa petugas kebersihan untuk merapikan halaman besok dan membantuku membenahi bagian dalam kontrakan sekarang, ini mungkin akan memakan waktu cukuplama dan aku benar benar belum bisaberbaring untuk beristirahat.

"tring!!!" ponselku berdering, ak melonjak kaget di tengah kesibukan mengecat kamar.

ternyata bunda

""hallo bunda?" jawabku pelan

"uang cukup?"

"cukup"

"tut" panggilan terputus.

bunda slalu menanyakan uang jajan ku kalua kalua habis dan ia bukan orang yang bisa memberi uang dadakan setiap hari akibat sibuk.

aku hanya tinggal Bersama bunda sejak kecil, sejak pertama kali aku menyadari kehidupan, dan ingatan pertama tentang hari yang mulai aku jalani.

Ayah meninggal ketika aku masi sekolah dasar, ayah sakit keras dan tiba tiba hilang kesadaran, ia sempat terbangun beberapa minggu dan keadaan nya semakin baik, hingga aku mendengar alarm daruraat dan para dokter telah mengelilingi ayahku di kamar nya( di rumahsakit)

perlahan detaknya melemah, nafas nya menipis wajah nya memucat, ia sempat mengernyit, dan lalu tersenyum sebelum tidur Panjang nya, aku menangis tersedu begitu juga bunda, bunda bilang ayah adalah cinta pertamanya, walau begitu bunda masih begitu muda dan masih harus melanjutkan hidup, bunda butuh teman hingga masa tua nanti, sekalipun aku kurang setuju bahkan benar benar tidak setuju jika boleh mengungkapkan.

*BENYAMIN

"Benyamin!!!" seseorang memanggil ku dari kejauhan seraya melambai.

Aku menghampirinya dengan senyuman, wanita dengan rambut sebahu itu tersenyum menyipit. Lebih dekat, dengan bulumata nya yang begitu lebat walau tak begitu lentik ,

sarah? aku memastikan. Ia mengangguk.

Dia adalah kenalan pertama ku sesaat memasuki grup mahasiswa baru di salahsatu universitas Jogja.

Salahsatu dari sekian banyak wanita cantik dijurusan ku, dia yang paling ramah setidak nya .

Kita memutuskan bertemu di titik nol kilometer, karna dia perantau dan belum terlalu mengenal Jogja.

Aku membawanya duduk d kursi taman, menatap jalanan sambil membuka percakapan.

"btw , gimana perjalanan nya , lancar?" tanyaku

Sarah menoleh hingga rambut nya bergoyang.

'"Lancar , hehe" jawab nya cukup canggung. Ini membuat ku jadi agak kaku

"mm, btw kamu ada saudara atau temen sekota disini?"

"ngga ada , aku bener-bener sendiri" sarah masi menatapi jalanan.

Aku terus membuka topic pembicaraan berusaha mencairkan suasana, sesekali mengenalkan beberapa tempat di jogja atau mungkin sesekali aku akan mengajak nya kerumah.

Dokar berlalulalang bersama kendaraan berpolusi, mentari pagi semakin terang seiring waktu berjalan, awan awan seperti ombak diwaktu sempit, bergulung melaju perlahan membingkai langit.para pedagang mulai mengemasi es kedalam cawan plastic mengemas nya dengan rapih lalu berkeliling saling menyodorkan, disisi besi besi berjajar sepeda perlahan ramai di kunjungi, pagi memang timing tepat bersepeda, sedangkan angklung-angklung terus di goyang di beberapa titik trotoar. Beberapa orang senang memakai balkon atau kain batik, beberapa orang yang lain sibuk membawa tas tas besar yang kerap di sebut Oleh-oleh. Tradisi baik di beberapa daerah untuk membawa oleh oleh dan dibagikan kepada kerabat atau tetangga memang bukan hal yang asing lagi. Walaupun aku tinggal di kota pariwisata itu seperti sudah menjadi adat keluarga.

Sarah beranjak dari duduknya , sambil menepuk celana, menoleh ke arahku sambil memberi sedikit senyuman,

"Benyamin, kamu udah makan?" tanya nya

"eh, belum"

"cari makan yuk" ajak nya melihat sekeliling, akupun mengiyakan

"kamu mau makan apa?" tanyaku yang sudah berdiri di sebelah nya.

"Aku pengen makanan di rumah makan tradisional jogja"

aku menekan kening berusaha menemukan tempat yang di inginka sarah

"mm, oke kita sambil jalan sambil mikir ya, o iya kamu kesini naik apa?" tanyaku mulai melangkahkan kaki di tepi jalan, menggandeng tangan nya

"ojek online"

"kita ke parkiran dulu yu, aku bawa motor soal nya" lalu membawanya menyebrang jalan, menuju tempat penitipan motor .

wajah sarah begitu membentuk oval dan memiliki tirus yang indah, rambutnya berwarna hitam lebam seperti jarang terbakar sinar matahari, tangan nya begitu halus tak dilebati bulu. dia menoleh sadar kuperhatikan, pupil nya membesar begitu tatapan kami bertabrakan, warna mata yang indah menyerupai almon, hidungnya cukup bengkok akibat tulang hidung nya yang sedikit menonjol namun semua itu begitu indah di wajah nya. dengan cepat sarah melempar pandangan nya ke arah yang berlawanan, aku memakaikan nya helm berharap cepat membuang rasa canggung, setidak nya mungkin ini akan menjadi hal yang biasa.

*BELLA

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencari Hujan KemarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang