*Hidup adalah sekarang dan masa depan. Masa lalu? Ah, itu hanya serbuk-serbuk luka termanis penyedap rasa di masa mendatang. Seperti sobekan kisah cinta yang berserakan. Juga puzzle-puzzle yang tak tersusun rapi dan membuat hidup akhirnya tak berbentuk.*
*~*~*~*"Daf!"
Merasa namanya di panggil Daffa yang berniat langsung pulang berbalik, keningnya berkerut heran saat mendapati gadis berkacamata yang kini berlari kearahnya.
"Lo beneran Daffa kan, yang biasanya bareng sama Natalien?"
Masih belum mengerti arah tujuan pembicaraan mereka, Daffa memilih membalas dengan anggukan.
"Gue Claristha, temen deketnya," kata gadis itu memperkenalkan diri sembari menyodorkan kado tepat ke wajahnya.
"Buat gue?" tanya Daffa dengan kening berkerut.
"Tentu saja bukan, emangnya siapa lo. Kenal juga kagak. ini itu kado buat Natalien. Hari ini kan dia ulang tahun. Tadinya mau langsung gue kasih kedia. Eh, waktu gue SMS dia bilang malah dia sakit. Ya udah, gue belom sempet mampir ke sana. Makannya, karena katanya lo itu tetanggaan sama dia gue titip sama lo aja ya?"
"Natalien? Sakit? Terus hari ini dia juga ulang tahun?" tanya Daffa kaget.
Melihat wajah kaget sekaligus bingung yang tergambar dari wajah Daffa membuat Vina kembali menarik kotak kado yang ia sodorkan.
"Oh, gue salah orang ya? Maaf, gue pikir lo itu sahabatnya Natalien yang biasanya sering pulang-pergi bareng. Jadi bukan ya?" gumam Claristha bingung sambil mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Bukan," Daffa mengeleng. Claristha makin merasa bersalah karena menduga kalau ia salah orang. Untuk itulah Daffa kembali meralat. "Maksud gue bener. Gue memang sahabatnya Natalien."
"Lah kalau lo emang sahabatnya dia masa lo nggak tau kalau hari ini dia ulang tahun. Mana katanya lagi sakit lagi. Jangan-jangan lo..."
Claristha tidak jadi melanjutkan ucapannya karena Daffa sudah terlebih dahulu berlari pergi meninggalkannya. Matanya terus menatap kepergian Daffa dengan bingung sekaligus kecewa. Kenapa hanya sekedar di titipin kado saja tu orang nggak mau. Akhirnya dengan langkah gontai Claristha melanjutkan niatnya untuk langsung pulang saja. Soal kado, sepertinya ia baru bisa memberikan setelah ia bertemu Natalien langsung.
Dari sekolah, Daffa langsung melajukan motornya kearah rumah Natalien. Pikiran pria itu kini benar-benar kusut. Dalam hati ia terus merutuk. Tadi pagi ia sengaja tidak menjemput gadis itu karena dilihatnya rumah Natalien terlihat sepi. Ia menduga Natalien telah berangkat sekolah duluan. Terlebih biasanya gadis itu pasti sudah menunggunya jika ingin berangkat bareng.
Tepat saat tangan Daffa terangkat untuk mengetuk pintu rumah Clarra, pintu itu sudah terlebih dahulu terbuka disusul sosok seorang yang juga kebetulan akan keluar. Kening Daffa berkerut. Matanya menatap tajam kearah sosok yang kini juga sedang menatapnya, sementara di belakangnya tampak Natalien yang berdiri dengan raut wajah tak kalah bingung.
"Daffa?"mulut Natalien yang pertama sekali terbuka menyuarakan isi hatinya.
Daffa hanya membalas dengan senyuman salah tingkahnya. Tiba-tiba saja ia merasa mati gaya saat di hadapkan dengan situasi yang sangat tidak biasa ini. Apalagi saat ia menyadari kalau orang yang tidak ia ketahui identitasnya itu jelas-jelas sedang mengawasinya.
"Lo ngapain di sini?"
Pertanyaan yang keluar dari mulut Natalien selanjutnya benar-benar membuat hati Daffa tambah sesak. Wajahnya menatap lurus kearah Natalien seolah tak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya. Sejak kapan ia harus punya alasan yang jelas untuk menemui gadis itu?
"Jadi lo yang namanya Daffa?"
Pertanyaan selanjutnya mengalihkan perhatian Daffa. Ia kembali menunduk dengan senyuman janggal yang benar-benar ia paksakan. Sungguh ia tidak pernah berpikir akan berada dalam situasi seperti ini.
*~*~*~*
-yeay, jangan lupa sebelum next ke part selanjutnya di follor, di like and divote ya makasihh❣️-
KAMU SEDANG MEMBACA
A story of may
Short StoryDunia terasa sangat berhenti, ketika aku harus menerima kenyataan yang begitu pahit. Dia adalah seorang yang membuat hidup ku sempurna, ya dia Claristha. Tapi dia juga lah yang membuat ku hancur karna kepergiannya