Bab 6

7.5K 710 16
                                    

Jakarta, sembilan tahun lalu.

Tahun ini, aku bisa lebih mendekatkan diri dengan Jojo. Maksudku, tentu saja karena aku akan memilih kampus yang sama dengannya bukan? Ya, walaupun aku tidak bisa memilih jurusan yang sama. Hobiku di fashion, sedangkan dia ingin menjadi tenaga medis a.k.a dokter. Tapi tidak apa. Setiap waktu luang, aku bisa mendatangi gedung fakultasnya bukan?

Caca dan Ferli melanjutkan ke luar kota. Jadilah aku dan Sheila yang masih bersama. Dito? Dia jadi seniorku yang berjarak dua semester. Dan dia di kampus ini juga, jurusan seni. Kami empat bersepupu dengan tujuan masing-masing untuk masa depan. Namun tentu yang masih sama atau bahkan lebih besar, adalah rasa ingin memilikiku terhadap Jovan.

"Momo!"

Aku dan Sheila yang berjalan menyusuri koridor menuju pujasera fakultas kedokteran, menoleh ke arah belakang. Seorang laki-laki berlari mendekat. Bukan Dito tentunya, karena dia sedang sibuk dengan band kampus yang katanya dikontrak oleh sebuah agensi untuk perilisan lagu.

"Kirain nggak ke sini."

Aku tersenyum tipis, mengedikkan bahu. "Banyak tugas, tadi. Jojo mana?"

"Yang ditanya Jojo terus." Dia pura-pura cemberut. "Akunya kapan?"

"Jijik, Le." Sheila menonjok lengan laki-laki yang kini berjalan di tengah-tengah kami ini. "Udah tahu Momo cuma lihat Bang Jo."

"Hati siapa yang tahu, kan?" Dia mengerling padaku. "Hanya Tuhan yang bisa bolak-balik hati manusia. Ya nggak, Mo?"

"Sebelum Tuhan bolak-balik hatiku, aku akan doa lebih rajin biar Jojo tetap jadi milikku."

"Waduh, dalam sekali." Dia memegang dada, seolah kesakitan. Tapi hanya berlangsung sebentar, karena setelahnya dia tersenyum konyol. "Tapi, cewek licik tukang labrak macam kamu, aku ragu bakal dikabulin kalau doa."

Aku seketika menghentikan langkah. Mereka berdua pun sama. Kulihat laki-laki ini tersenyum menantang meski aku sudah menatapnya sangat tajam.

"Menurutmu gitu, ya?" tanyaku.

"Iya." Dia menggaruk kepala. "Ya gimana lagi? Kamu harus sadar dong, Mo."

Langsung saja kuangkat kepalan tangan di udara. Sheila terkikik. Sedangkan laki-laki ini menutupi kepalanya dengan cepat.

"Ampun."

Aku tak jadi memukulnya. "Emang bener, sih. Cewek licik ini emang susah dikabulin kalau doa."

Kembali kulanjutkan langkah. Dia dan Sheila kembali menyusul dan menyejajarkan langkah.

"Tapi tenang aja. Aku terima kamu apa adanya, kok."

Aku menoleh padanya dan tersenyum lebar. "Sayangnya aku yang nggak terima kamu apa adanya bahkan ada apanya."

Sheila terkikik mendengar umpatan kesalnya. Alejandra Hakim. Teman satu UKM Dito, dan satu fakultas dengan Jojo di semester lima. Dia merupakan satu dari beberapa laki-laki yang mendekatiku, tak peduli bahwa sejak awal aku sudah mengikrarkan diri sebagai tunangan Jojo. Dan Ale, satu-satunya yang hingga saat ini tetap tak menyerah untuk mengejarku. Melihatnya seperti melihatku yang selalu berkeliling di sekitar Jojo. Karena itu sekarang kami lebih seperti teman.

"Tuh calon mantan tunangan kamu." Ale menunjuk ke sebuah meja di pujasera, di mana Jojo duduk bersama beberapa temannya.

"Kamu nggak ikut?" tanya Sheila, ketika Ale berbalik hendak pergi.

"Pertama, aku lagi diteror Dito suruh ke basecamp. Dan kedua," Ale tersenyum lebar, menatapku. "Aku lagi nggak mood lihat kamu melototin Jojo sampai ngiler. Jadi, see you later calon pacar."

"Ale!" Aku nyaris berteriak, ketika Ale mengacak-acak rambutku. Dasar laki-laki satu itu!

Sheila juga, hanya terkikik menertawakan. Dengan cemberut, aku berbalik. Sedikit tertegun mendapati Jojo tengah menatap ke arahku. Bukannya langsung mendekat, aku dan Sheila ke stand siomay dan memesan dulu. Beserta air mineral. Setelah mendapat semua itu, barulah kami mendekat. Dan ternyata, Jojo masih menatapku.

"Abang." Sheila menyapa lebih dulu dan mengambil duduk di sebelah kiri Jojo.

Aku menatap laki-laki berkacamata yang duduk di sebelah kanan Jojo. "Bisa pindah nggak, Mas? Please."

Di balik kacamatanya, aku tahu tersimpan kekesalan. Aku membalasnya dengan senyum lebar. Dan pada akhirnya, dia mengalah. Memang sudah seharusnya begitu.

"Hai, Jojo." Aku tersenyum setelah meletakkan semua makananku di meja. "Udah makan?"

"Hm." Dia mengedikkan dagu ke arah piring kosong di samping laptopnya.

"Okay." Kutatap enam orang temannya yang sibuk dengan laptop masing-masing. "Makan, mas-mas semuanya."

Mereka mengangguk singkat dan tak acuh. Aku sudah terbiasa, dan tidak akan memikirkannya. Mereka memang tidak menyukaiku sejak awal. Hanya Ale yang bersahabat. Tapi apa peduliku? Di sini aku menghampiri Jojo. Bukan teman-temannya. Penilaian mereka padaku tak ada artinya sama sekali.

"Jo." Aku berbisik di telinganya, selesai makan.

Dia melirikku sekilas, sebelum kembali fokus mendengar penjelasan dari laki-laki berkacamata tadi tentang anatomi tubuh bla bla bla yang tak kutahu.

"Pinjem tangannya."

Dia mengulurkannya, yang langsung kuterima. Kugunakan telapak telapak tangannya untuk mengacak-acak rambutku. Dia melirikku lagi, kelihatan bingung.

"Buat hapus bekas tangan Ale." Aku menyengir. "Nanti kamu cemburu."

Dia mendengus dan kembali tidak menghiraukanku. Kulihat Sheila melongok dan membuat garis miring di dahi. Kubalas dengan kedipan sebelah mata. Kamu penasaran, apakah Jojo cemburu pada Ale? Tentu saja jawabannya tidak. Keajaiban dunia seandainya dia merasakan itu. Tidak apa. Setidaknya, beberapa bulan ini aku sudah tidak lagi melihatnya dekat dengan gadis-gadis lain. Dan aku bisa cuti atau bahkan pensiun menjadi gadis tukang labrak.

***

Direpost 16Maret 2022

Direpost 19 Desember 2023

Mōichido (Repost Still Full)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang