Levi duduk dengan tegang. Matanya menelisik ekspresi sang istri yang tetap stagnan, tak terbaca. Mata (e/c) yang biasanya menatapnya manja dengan binar kebahagiaan itu nampak hampa. Di atas meja, ada dua buah gelas coklat terhidang. Dengan beberapa snack coklat disampingnya. Jika ini hari biasa, bisa dipastikan Levi akan mengomel parah, tidak mengizinkan sang wanita mengonsumsi coklat yang akan menjadi pemicu gigi berlubang itu.
"Aku butuh coklat untuk emosiku" kata (Nama) seraya mengambil segelas coklat diatas meja, menyeruputnya pelan seraya merasakan sensasi hangat dan manis ditenggorokan. "Bicaralah, biar kudengarkan. Setelah itu, gantian."
Levi mengangguk, menyamankan posisi duduk sebelum mulai perlahan bicara. Mencoba mengingat setiap runtut kejadian, tanpa mengurangi atau menambahi dengan alasan. Sedang (Nama) memasang raut wajah datar, terus-terusan menyeruput coklat digenggamannya.
Singkatnya, Levi tengah dilanda kebosanan dalam hubungannya dengan (Nama) hingga ia bertemu dengan wanita itu. Mereka beberapa kali bertemu akibat ketidaksengajaan.
"Hingga waktu itu, kira-kira sebulan yang lalu. Ketika pesta ulang tahun temanku. Aku tidak ingat bagaimana kronologinya hanya berakhir diranjang hotel sendirian. Dan Eren pikir mungkin ada orang yang memasukkan obat dalam minuman yang diberikan padaku saat pesta, sedang aku tidak ingat kejadian malam itu hingga kemarin lusa wanita itu, Petra, datang mengaku ia hamil anakku."
(Nama) mengangguk, perlahan ia meletakkan cangkirnya keatas meja.
Diluruskan pandangannya kearah Levi, menginvansi raut wajah pria itu tajam mencari kemungkinan kebohongan."Apakah kamu masih mencintaiku?"
Levi mengangguk, perlahan direngkuhnya sang wanita kedalam pelukan. Dibisikkannya perasaannya berulang ulang.
"I love you.. I love you"
***