cerpen - Pengulangan

19 2 0
                                    

Saya menulis cerpen ini sebagai bentuk kebahagiaan, cek akun Facebook : Hata N dan Harni Sumatan.

Aku punya alasan yang cukup kuat untuk tidak bicara hari ini. ini memang perihal janji yang selalu aku lupakan acapkali tenggat yang sudah ditentukan jatuh tempo. Bukannya ingin mengingkarinya, tetapi ada saja halangan. Entah itu pekerjaan menumpuk atau bos yang tidak enak suasana hatinya. Aku bukannya menyalahkan seseorang, tetapi benar-benar itu terlaksana sebaik rencana yang sudah tertulis ribuan tahun lamanya. Aku tidak bisa apa-apa selain mengangguk dengan wajah melongo pada kenyataan. Itulah sebab mengapa Freda begitu rajin menuntut, mengungkit kelalaianku. Bahkan kalau saja itu terjadi ketika aku masih orok, masih ingusan lantas dia menyaksikan barangkali akan di katakannya pantas saja semua terjadi! Sejujurnya sebagai pria, ucapan macam itu sebab naik pitam yang berujung aku harus tidur di sofa depan televisi apartemen.

Tetapi Freda bukan wanita seperti itu, dia membiarkanku tidur di sebelahnya tetapi tidak bicara berhari-hari. Tidak satu patah katapun keluar dari bibirnya. Ia hanya berjalan melewatiku ketika sadar aku berdiri menatapnya, berusaha mengambil hatinya atau bahkan ketika hanya sekedar ingin memeluknya sembari tersenyum seperti pagi-pagi yang normal. Seandainya pria bisa membaca semua hati wanita, Freda pasti sudah aku tamatkan. Tetapi itu tidak terjadi, nyatanya aku harus lebih banyak belajar bahkan ketika Edward hadir di kehidupan kami. Alih-alih mengerti aku malah menerima setumpuk soal-soal kehidupan mengenai Freda istriku dan Edward jagoan kecil yang mewarnai kehidupan rumah tangga yang rumit. Tidak hanya itu, aku harus mulai mengerti suasana hati bosku yang berubah-ubah. Wanita memang sama, tetapi bosku masalah sebenarnya. Aku mulai berpikir mencarikannya pasangan hidup, dia sudah terlalu tua untuk merepotkan sekretarisnya hanya untuk mengingatkan apakah hari ini dia perlu ke salon atau tidak.

Situasinya menjadi begitu rumit ketika seorang pria Cina dengan tinggi semampai menjadi tempat berkeluh kesah Freda. Dia tinggal di lantai yang sama dengan kami, jika dari tangga harus melewati sekitar tiga pintu. Sepertinya mereka sudah kenal jauh lebih lama dari Freda mengenalku, itu terjadi ketika aku masih sangat ingin menjadi seorang tentara. Mengikuti jejak ayah yang tewas oleh ulah tentara Jepang ketika peristiwa Pearl Harbor. Peristiwa yang tidak pernah membuatku lupa. Selalu tergambar jelas, acapkali malam menjadi lebih sunyi ketika Freda sudah lelap. Jika itu terjadi, aku selalu menghubungi ibu yang tinggal di Los Angeles bersama paman Stev. Ibu selalu sigap menanggapi pertanyaanku yang ngawurnya melebihi apapun. Memang tidak ada wanita yang lebih lembut selain ibu, Freda juga. Tapi kadang-kadang.

Hubungan mereka berdua berlangsung intens, aku menandai pukul berapa saja mereka bertemu. Seperti jadwal kantor, mereka bertemu rutin tiap senin dan sampai kamis di ruang tamu pada pukul sembilan lewat lima belas pagi. Aku mempertaruhkan diriku menerima omelan bos hanya untuk menunggu pukul berapa saja mereka bertemu. Aku sempat membanting tas kantor dengan keras di depan pintu, Freda seperti tidak peduli. Mereka tetap bercakap dengan serius, aku mulai merasa tidak nyaman.

Tetapi, sejujurnya hubungan mereka lebih mirip pertemanan lama, tidak ada gerakan berlebihan kecuali pria itu menggendong Edward dan membawanya keluar gedung Apartemen. Freda tidak khawatir karena tahu mereka hanya pergi jalan-jalan dan membeli beberapa ice cream untuk cemilan.

Aku tidak menyebutnya perselingkuhan, mereka lebih sering di rumah. Sementara aku hanya bisa duduk melihat mereka berdua. Aku mencoba bicara pada Freda tetapi ia berhari-hari diam. Permasalahannya tidak menjadi jelas sekarang, aku menjadi segan membahasnya karena Freda bisa saja meledak begitu saja. Bukannya menghindari masalah, tetapi aku malas berdebat mengenai persoalan tidak pasti. Sementara masalah Freda dan pria Cina itu belum jelas status mereka, kalau sudah jelas baru aku bisa membicarakannya baik-baik juga. Aku bukannya membiarkan perselingkuhan terjadi, tetapi aku belum bisa menyebutnya perselingkuhan.

My Deary DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang