1929

83 9 3
                                    

'Dor, dor' "Keluar kau Dimitri! "pria itu mengacungkan pistolnya ke langit yang membuat suara yang tak di inginkan 'Dor' "Kalian semua masuk kadalam rumah itu, bunuh siapa saja yang ada di dalamnya! Sisakan hanya keluarga Dimitri! " .
Tanpa disuruh dua kali para pengikutnya menaati perintahnya, mereka mendobrak pintu depan rumah itu semua orang di dalamnya ditembak tanpa rasa ampun. Tragis memang.Di luar, pria itu tersenyum lebar rambut pirang keemasannya yang tak beraturan, kumis, dan tubuh gagahnya membuat semua orang yang melihatnya merasa takut. "Cari keluarga Dimitri! Cari sampai ketemu!" Kata itu lagi yang dia ucapkan 'Keluarga Dimitri'.

Aku tak tau harus berbuat apa pada waktu itu umurku 5thn aku masih sangat kecil, tragedi itu tak pernah kulupa. Bagaimana tidak, pria itu mengucapkan nama keluargaku 'Keluarga Dimitri' dengan intonasi tidak menyenangkan.
Semua kakak-kakakku panik mereka juga tidak tahu harus berbuat apa. Malang nasib kami nanti.
Pada saat itu aku ketakutan, aku menyenderkan diri pada pangkuan ibu. Ibu juga merasa takut seharusnya hari ini adalah hari yang bahagia dan menyenangkan.
Senyap..., semua kakaku memilih untuk diam, dalam situasi seperti ini Apa yang harus dilakukan?
Tidak ada jalan keluar karena semua panik. Ibu, ayah, dan kakak-kakakku memilih diam dan berjaga -jaga.
Sorot mataku tertuju pada ayahku yang berada di depan.

Pria itu menoleh padaku, ya, dialah yang kusebut sebagai pahlawan, pekerja keras, dan seorang ayah. Dimitri!
Itulah nama ayahku, dia melihatku dengan penuh kasih sayang, rasanya tak ada rasa ketegangan dari sorot matanya yang indah.
"Apa kau takut? "
Itulah pertanyaan ayahku setelah diriku dan ayah saling berpandangan. Sebelum ayah mengulangi pertanyaannya tadi aku buru-buru menjawab dengan gelengan kepala pertanda 'tidak ayah aku tidak takut',"Tapi.... "suaraku pelan "Tapi apa sayang!" sekarang giliran ibu yang bertanya raut muka yang selama ini kukenal dengan kecantikan paras,hati,dan pula matanya yang menyejukan hati padam sirna, digantikan oleh rasa takut dan ketegangan.

Belum selesai aku berkata masih ada pertanyaan-pertanyaan yang belum kusampaikan.Malah tidak ada satu katapun yang belum terucap.

Tiba-tiba. 'Brak' pintu ruang makan terbuka semua sontak terkaget, ayah memalingkan pandangan dariku dan melihat pintu ruang makan yang  terbuka lebar. Ibu, Ayah, dan semua kakak-kakakku berdiam diri setelah melihat apa yang mereka lihat.

"Hallo Dimitri, maaf aku terlambat, tapi aku kemari hanya ingin mengatakan 'SELAMAT BERBAHAGiA'". Pria itu melihat ayahku dengan muka meringis.
Tak lama kemudian pistol teracung pada ayah, dan... 'Dor' "AYAHHhh...!" "Aaaa". Saat itu aku memilih memejamkan mata, aku tak sanggup melihatnya melihat darah dari orang yang sangat kucintai..

#######
'Tuk, Tik, Tak' suara kuda berlari, sekarang tinggallah aku dan kakak perempuanku Merina kami berdua lari dari tempat itu, kakakku mengendarai kuda dengan mengeluarkan air mata. Aku tahu parasaan itu rasa duka dan sedih.

Malam semakin larut angin yang menerpa diriku dan kakakku semakin dingin, bulu kuduk kami terangkat, aku melihat kakakku masih mengeluarkan air mata, aku mengusapnya dan tersenyum padanya senyuman termanis yang kupunya. Kakakku Merina membalas dengan senyuman yang manis. Aku memeluknya dan memejamkan mata,malam semakin larut. Kami tidak tahu harus kemana, intinya kami selamat dari peristiwa maut itu.
Aku tertidur pulas dalam angin malam yang dingin dan goyangan kuda berlari yang dikendarai oleh kakakku dan diriku.

"Selamat malam Janshen, kakak akan menemukan tempat tinggal kita nanti... "

Kenangan buruk itu tetap ada karena tak bisa dilupakan.  Aku Berjanji akan menemukan orang itu dan MENGHUKUMNYA.

Namaku: JANSHEN.

Janshen FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang