Kamu kembali menelusup, memaksa masuk ke dalam ruang rasa
Ruang yang belum terisi setelah kamu yang dulu memaksa pergi
Ruang yang ada entah untuk di isi atau tetap terkunci untuk diri
Ruang dengan cahaya temaram, yang hampir redup ketika aku terpuruk.Kamu dengan segala permohonanmu menguji hati untuk tidak menolak.
Hati ini seperti benang kusut, rumit untuk di selesaikan tetapi membuat jiwa bergejolak saat logika memilih berhenti.
Kita ini perasaan seperti apa?
Seperti hujan yang terus mengalir deras lalu hilang secara perlahan?
Seperti pelangi yang indah namun cepat berlalu?
Atau seperti malam dan siang yang datang bergantian untuk saling melengkapi?Kamu tidak sempurna, bahkan kamu cenderung sering menggoreskan luka pada dinding rasa?
Kamu bahkan jauh berbeda dari cerita-cerita novel yang aku baca...
Namun mengapa kamu begitu menjerat?
Kamu, sosokmu, bayangmu, dan semua kenangan tentang kamu begitu sulit untuk aku enyahkan
Bahkan aku terjebak oleh perang antara hati dan logika.
Tolong berhenti membuat aku terombang ambing seperti ini
Aku lelah jika harus mengulang luka lama
Logikaku menolak terluka untuk selanjutnyaMaaf percayaku hilang
Kamu sendiri yang hancurkan
Kamu sendiripun belum bisa mengembalikan kepercayaanku yang pecah ...Aku belum siap untuk terluka dan menghabiskan setiap malam untuk meratapimu dengan menangis.
Namun, aku pun tak munafik jika aku berkata bahwa aku sudah tak lagi mencintaimu.
Semua ini membuatku ingin menjerit, pada siapa aku harus bersandar?
Pada siapa aku harus menceritakan tentang kisah jiwa berdarah yang hampir hancur ini?15 August 2020
Firyal Nasywa Aufa