"Ciaap...ciaap...ciaap" suara burung merintih kesakitan.
"Tenanglah burung kecil. ini tidak akan berlangsung lama" ujar Ciarra bahagia.
"Hei, apa yang kau lakukan dengan Cio burung kesayanganku. Lepaskan dia sekarang juga" teriak Denis marah.
"Ada apa temanku tersayang ?" ucap Ciarra dengan senyum lebar.
"Kau monster. kau apakan burung kesayanganku?" tanya Denis.
"Aku hanya membantunya. Membantunya agar cepat menemui ajalnya" jelas Ciarra.
"Kau sudah gila, kau psikopat. Kenapa kau bunuh burung kesayanganku?" teriak Denis sambil menangis.
"Kau memang tuan yang jahat ya Denis. Burung itu sudah tidak ada harapan untuk hidup lagi Denis. Aku hanya membantunya agar tidak merasakan sakit lagi. Dengan membunuhnya tentunya" jelas Ciarra dengan tatapan yang dalam.
"Burung ku hanya sakit dan hari ini aku akan membawanya ke Dokter Hewan. Tapi mengapa kau bunuh burungku, monster" Teriak Denis kepada Ciarra sambil menangis.
"Berhentilah menangis, kawan. Kau seharusnya berterima kasih denganku karena telah menolong burung kesayangan mu hahahahaha" ucap Ciarra sambil tertawa puas.
"Pergi dari sini kau, Monster. Aku tidak mau berteman dengan seorang monster sepertimu, pergi" usir Denis.
"Hei, jangan naif kawan kau juga seorang monster karena kau adalah temanku, hahah. Sebelum aku pergi aku ingin memberi tahumu satu hal yang menarik. Saat aku membunuh burung kesayanganmu dengan pena ini rasanya sangat menyenangkan. Apalagi ekspresimu saat tahu aku membunuh burung itu, sungguh sangat menghibur" ucap Ciarra sambil berjalan meninggalkan Denis yang tengah duduk di jalan menangisi kematian burung kesayangannya.
Ciarra pun perlahan pergi meninggalkan Denis yang sedang meratapi kematian burungnya. Cairra berjalan dengan santai menuju rumahnya yang berada di sebelah rumah Denis.
Sesampainya di rumah Ciarra langsung masuk kamarnya dengan tangan yang berlumuran darah. Ia menaiki tangga sambil bersenandung seakan ia habis mendapatkan kado dihari ulang tahunnya, sangking bahagianya Ciarra.
Setelah sampai di kamarnya, Ciarra meletakkan pena yang ia gunakan untuk membunuh burung Denis kedalam kotak pensilnya yang masih dalam keadaan berlumuran darah.
"Haaah, ini hari yang menyenangkan. Aku tidak akan pernah melupakan ekspresi Denis temanku tersayang. Sungguh sangat menghibur" ucap Ciarra sambil tersenyum lebar di depan cermin kamarnya.
Tiba-tiba terdengar bunyi bel "Ting...tong...ting...tong"
Ibu Ciarra pun langsung bergegas membukakan pintu. Dan ternyata orang yang datang adalah ibunya Denis.
"Permisi, jeng Lina" panggil ibunya Denis.
"Iya tunggu sebentar" sahut ibunya Ciarra.
"Hai, jeng Lina. Ciarranya ada di rumah?" tanya Ibu Denis sopan.
"Oh, Ciarra. Anakku ada di rumah, ada apa ya, jeng ?" tanya Ibu Ciarra.
"Ini tadi Denis nangis katanya Ciarra membunuh burung kesayangannya Denis, jeng" jelas Ibu Denis.
"Ohh, seperti itu ya, jeng. Jadi jeng Sela mau diganti berapa tinggal sebut kok" sahut Ibu Ciarra dengan tatapan sinis.
"Ini bukan masalah uang jeng. Tapi kepribadian Ciarra, bagaimana bisa seorang anak usia 9 tahun tega membunuh burung peliharaan temannya sendiri" jelas Ibu Denis dengan ekspresi khawatir.
"Wah, itu bagus, dong. Ciarra semakin hari semakin pintar. Jeng Sela tinggal sebut nominal uangnya dan rekening bank jeng Sela nanti saya transfer" kata Ibu Ciarra bangga.
"Astaga, jeng Lina. Harusnya jeng Lina khawatir dengan keadaan..."
Belum sempat Ibunya Denis menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba Ibu Ciarra memegang erat bahu Ibu Denis dan berbisik di telinga Ibu Denis.
"Lebih baik kau pergi dari sini atau kau mau anakmu bernasib sama dengan burung kesayangannya" bisik Ibu Ciarra.
Mendengar perkataan Ibu Ciarra mata Ibu Denis terbelalak ketakutan. Ibu Denis pun langsung pergi meninggalkan Ibu Ciarra tanpa sepatah kata pun.
Kemudian Ibu Ciarra menutup pintu dan pergi ke dapur. Di dapur Ibu Ciarra memilih pisau yang tertata rapi di atas meja makan.
"Aku pilih yang mana, ya ?" tanya Ibu Ciarra sambil tersenyum.
setelah memilih pisau di dapur, Ibu Ciarra pun langsung menaiki tangga menuju kamar Ciarra. Ia berjalan perlahan sambil membawa pisau yang ia sembunyikan di balik baju yang panjangnya.
"Ciarra sayang...Cia...Ciarra" panggil Ibunya Ciarra.
"Ada apa?" sahut Ciarra dari balik kamar.
"Buka pintunya nak!" kata Ibu Ciarra.
"Ada apalagi dengan wanita gila itu?"
Ciarra pun bergegas membukakan pintu kamarnya sambil waspada.
"Mengapa kau begitu terkejut, sayang. Ini ibumu yang sangat kau cintai"
"Siapa yang mencintai wanita gila sepertimu?. Sudah tidak perlu basa-basi apa keperluanmu datang ke kamarku" tanya Ciarra dengan nada sinis.
"Jangan begitu sayang. Kau tidak boleh membentak ibumu. Aku kesini hanya ingin melihat putriku yang cantik" kata Ibu Ciarra sambil membelai wajah Ciarra.
"Singkirkan tangan kotormu dari wajahku, monster" teriak Ciarra sambil menepis tangan ibunya.
"Hei, kau adalah anak seorang monster. Jangan maling teriak maling Ciarra" ujar Ibunya Ciarra dengan tatapan mengerikan.
"Tak usah banyak bicara, kau ingin membunuhku kan. Aku tahu kau membawa pisau di tanganmu"
Ciarra melihat pisau yang digenggam tangan ibunya dibalik badannya. Ciarra melihat pisau itu lewat pantulan kaca kamarnya.
"Wah...wah. Sekarang kau semakin pintar ya Ciarra sayang"
"Tak usah banyak omong kau wani..."
Belum selesai Ciarra berkata, tiba-tiba ibunya menancapkan pisau yang ia bawa ke lemari kayu tepat di samping kepala Ciarra.
"Mengapa kau tak membunuhku, hah. Ayo lakukan! lakukan sekarang juga tusuk aku dengan pisaumu itu, tusuk aku!" teriak Ciarra kepada ibunya.
"Kau memang anak yang tidak sabaran ya, Ciarra sayang. Tidak hari ini, nak. Kau harus menunggu saat waktunya tiba dan saat waktu itu tiba kau bisa menentukan sendiri bagaiman caraku membunuhmu dan menggunakan apa aku saat membunuhmu. Di dapur sudah ibu siapkan cemilan. Ibu mau pergi berbelanja dulu kau jaga rumah ya gadis pintar. Dan untuk hari ini ibu sangat bangga kepadamu, kau telah membunuh burung kesayangan sahabatmu. Pertahankan itu" ucap Ibu Ciarra dengan tatapan membunuh.
setelah itu, Ibu Ciarra pergi meniggalkan Ciarra yang terduduk lesu di depan lemari bajunya.
"Entah sampai kapan aku bisa bertahan di rumah ini. Apa aku akan mati esok atau lusa. hah, aku lelah. Andai ada seseorang yang menyelamatkanku. Tapi tidak akan ada orang yang mau menyelamatkan kesalahan sepertiku. Aishh, aku benci hidup ini!" keluh Ciarra sambil menangis.
" Terima kasih bagi yang sudah membaca cerita Please Help Me!!! aku sangat berterima kasih dan aku juga mohon maaf jika ada kesalahan dalam ceritaku. Aku sangat terbuka dengan semua masukan pembaca, jadi mohon bantuannya."
Selamat Membaca :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Help Me!!!
Teen FictionMungkin kalian bosan dengan kisah cinta yang manis dan penuh romansa. Itu rasanya sudah menjadi realita umum bagi kita semua. Tapi mungkin cerita Please help me!!! bisa menjadi pembeda dan penyegar baru bagi kalian yang suka hal berbeda. Cerita in...