It all started with a heartbreak.
[TASHA]
Tasha menyukai Hanif. Tasha menyukai Hanif—yang sekarang menjadi kakak tingkatnya di kampus, sejak mereka duduk di bangku SMP. Walau terpaut jarak dua tahun, Tasha tidak pernah peduli. Hanif di matanya terlalu sempurna.
Hanif bukan senior tertampan di kampusnya. Bukan juga cowok terkeren dan super kaya atau atlet basket atau pemusik handal layaknya cowok-cowok idaman di kampus Tasha.
Hanif cuma ketua BEM berwawasan luas dan bermulut pedas. Mungkin poin pertama cukup wajar menjadi sebuah alasan mengapa Tasha tergila-gila padanya. Hanif—mahasiswa FISIP itu memiliki pikiran yang out of the box. Pikirannya luas, universal, mengglobal, keren, dan segalanya bagi Tasha. Bahkan ketika mencapai poin kedua, yaitu bermulut pedas, Tasha masih menganggapnya, "nggak apa-apa kalau yang bicara begitu Mas Hanif."
Pokoknya, Tasha suka Hanif just the way he is.
***
"Sha, udahan dong sedihnya," adalah kesekian kalinya Anggita mengomeli sahabat—yang sudah dianggap seperti adik kesayangan—sejak SMA-nya itu. Ia benar-benar nggak habis pikir, kalau melihat Hanif berganti profile picture LINE adalah sesuatu yang semenyakitkan itu bagi Tasha.
"Lo tuh harusnya belajar yang giat biar IPK bagus terus Mas Hanif jadi suka sama lo." lanjut Anggita sekali lagi. Tapi yang ia dapat hanya dengusan kesal dari Tasha.
Senin memang bukan hari terfavorit Tasha. Tapi, ya nggak gini-gini juga kali!
"Gue nggak kesel karena Mas Hanif," sangkalnya sambil menggerutu. Tapi nggak peduli sekeras apapun ia menolak, hatinya tetap saja sakit—meskipun sedikit, melihat update-an LINE siang itu. Dan Anggita paham betul.
"Udaaaaah, cowok ada banyak, Tasha, bukan cuma Hanif doang."
"Udah dibilangin, bukan karena Mas Hanif. Kuis gue tadi susah tau, mana malemnya belom belajar—"
"Yaudah, stop remes-remes HP, dong, kalau gitu. It has nothing to do with your quiz, btw."
Tasha, yang tadinya kesal jadi tengsin abis karena ketahuan ngeliatin foto profil LINE Hanif dengan mata berapi-api. Hello? 2018 dan lo masih stress karena makhluk bodoh yang disebut cowok? Duh, kerjain phytagoras dulu dah sana! Begitu kata Anggita sampai kalimat tersebut Tasha hapal lebih dari materi kuisnya tadi pagi.
Belum abis rasa suntuknya karena kuis yang susahnya udah seperti ujian hidup, Tasha makin kesal gara-gara di grup angkatannya tiba-tiba ramai membahas Hanif yang (katanya) baru jadian kemarin. Iya, serius, sampai dibahas di grup angkatan.
Bener aja, ketika Tasha mengecek sendiri, foto profil Hanif yang tadinya foto diri sedang mendaki di Semeru berganti jadi siluet ala-ala yang menampilkan mereka berdua—iya, Hanif dengan ceweknya, bukan dengan Tasha.
"Tapi, Git!"
"Apaan?"
"Belum tentu juga mereka jadian," ujar Tasha penuh percaya diri. Sebelum janur kuning melengkung Tasha pantang menyerah akan calon jodohnya itu, "lagian siapa sih tu cewek, berani banget deketin Mas Hanif."
"Lagian siapa lo, beraninya mimpiin si Hanif."
Dang!
***
[ABYAN]
Abyan nggak pernah suka bunga seumur hidupnya. Sebagai anak bungsu sekaligus satu-satunya lelaki di rumah, tentu Abyan familiar dengan segala aktivitas serba feminine seperti memasak, menanam bunga, dan nyalon misalnya. Tapi, sebagai cowok jantan dengan muka yang—yah, lumayan lah—Abyan anti banget dengan segala hal yang berbau feminine.
Abyan keras kepala. Abyan nggak sabaran. Abyan nggak peka. Dan Abyan nol besar banget kalau berhubungan dengan cewek.
Tapi buat Mbak Ayu, cewek Jogja yang absolutely, flawlessly, endlessly, breathtakingly, dan segala ly ly-an lain yang intinya cantik minta ampun, Abyan bisa berubah jadi cowok bego yang ketahuan banget kalo lagi jatuh cinta.
Kayak sekarang ini.
"Woy, liat apaan sih? Nasinya sampe dilalerin begitu."
"Bidadari."
"Bidadari?" dua orang cowok di sebelah Abyan bahkan tak segan menertawainya, "dasar Jaka Tarub, lo, basi amat!"
Abyan masih bergeming. Seratus meter di depannya memang berdiri bidadari dengan kemeja floral dan celana jins berwarna biru muda. Abyan nggak suka pernah suka bunga, but it reminds me of her, I think?—begitu pikirnya.
"Astaghfirullah, semoga gue kuat, ya, berteman dengan dua keju macem kalian berdua."
"Paan sih," gerutu Abyan setelahnya. Si pelaku hanya cekikikan belaka, tahu betul penyebab sahabatnya ini melongo dari tadi, namun memutuskan untuk menggodanya saja, "pulang sana. Ganggu gue aja."
"Kalo suka tuh dideketin, Yan, diseriusin! Diliatin doang, emang pajangan. Gue embat juga, nih?"
Bagi Abyan, nggak semua keindahan itu ada untuk dimiliki—sure, you have this selfish side, but maybe some of them are just not meant to be for you. You can't help but only adoring and feeling grateful that they are exist—but, at least he had tried, right?
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting a New Chapter!
Teen FictionTasha yang impulsif memutuskan pergi dari rumah ke kota 500 km jauhnya untuk cari suasana baru. Dengan Kiara, sepupu kesayangan keluarganya, dan Anggita, sahabat Kiara, sebagai tameng agar tidak diomeli orang tua, Tasha tinggal seorang diri di kost...