"Pindah Sekolah"

1 1 0
                                    

"huhuhuhuhu" Derai tetesan air mata jatuh dipipi teman-temanku serta suara mereka yang lumayan keras
Termasuk aku tentunya
"Kok bisa pindah sih ci? Kan sayang
Kamu juga pintar, baik juga nanti aku tidur sama siapa??!" Histeris Jenita teman tidurku aku menatapnya
"Mau bagaimana lagi Jen, ibuku nyuruh pindah" aku tersenyum getir
Alasan ku pindah tentunya bukan kemauan sendiri tapi
Hari itu dimana aku melihat air mata ibu membuat ku sadar kadang kita tidak tau berapa beban yang ditanggung orang tua kita untuk biaya sekolah dan yang lainnya

Waktu itu kakak pertama baru selesai wisuda kakak kedua kuliah kesehatan dan aku pondok yang biayanya lumayan besar, sedangkan harga karet  turun drastis padahal itu mata pencarian keluarga ku kebun karet peninggalan ayah. Mengalah biar saja aku yang mengalah toh aku masih SMA biarkan aku masuk sekolah umum saja apa bedanya sama saja kannn?! Aku mendoktrin kata-kata itu kehati dan kepalaku

Tapi tetap saja ketika aku meminta surat pindah keruangan guru. Getir sekali ketika melihat ustad-ustadzah yang menatapku dan bertanya "kok pindah ci" dengan raut kebingungan "kamu kan nggak pernah neko-neko nilai juga bagus aku berusaha sekuat tenaga tersenyum dan mengangguk saja mau bagaimana lagi terkadang tidak semua rencana yang kita susun bisa terwujud.
Didalam ruangan itu hanya kakak ku saja yang menjawab semua pertanyaan dari ustad-ustadzah mereka memelukku dan mengatakan "kenapa tidak beasiswa saja, Cika kan pintar bisa kok diurus"
Aku menggeleng pelan benar bisa saja aku ikut beasiswa dan sekolah gratis tapi  biaya hidupku bagaimana?? Makan ku belum keperluan yang lain beli kitab beli buku umum iuran yang lainnya.

Wali kelas ku menghela nafas pelan mereka juga bertanya alasan spesifik lagi kenapa aku pindah biaya kata kakakku "Ayah kami sudah tidak ada lagi pak buk jadi tulang punggung keluarga ibu kami, yang mengandalkan kebun karet sedangkan harga karet turun drastis"tutur kakak ku.
Kaget semua ustad-ustadzah ku mereka tidak tau kalau ayahku sudah meninggal bahkan teman-teman ku tidak tau
Karena aku tipe orang yg suka mendengarkan keluh kesah seseorang hanya saja aku kebalikan nya
Mereka hanya tau aku orang yang asik selalu tersenyum dan tertawa seperti tidak ada beban.

Banyak yang mengatakan bahwasanya di balik senyuman dan tawa seorang penghibur, ia menyimpan kesedihan yang mendalam di hatinya. Kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh seseorang di dalam hatinya. Tetapi ternyata orang yang mudah sekali tertawa bahkan untuk hal-hal yang menurut orang lain biasa saja adalah tanda bahwa ia sedang sangat butuh orang lain. Ia menutupi rasa kesepiannya dengan tertawa terbahak-bahak untuk melepaskan emosi dalam jiwanya. Aku seperti itu aku selalu tersenyum agar mereka tidak tau apa yang aku pikirkan karena aku takut terhadap respon yang berbeda dari yang diharapkan.

Ketika keluar dari ruangan guru. Jatuh sudah air mata ini tak mau berhenti, deras sekali sampai sesenggukan. Kakakku menepuk pundak ku pelan"sudah tidak apa-apa". aku tidak menjawab hanya air mata saja yang menjadi jawaban. Betapa aku mencintai pondok ini
Walaupun hanya satu tahun tapi kenangan nya akan terukir diingatan, teman-teman yang baik gelak tawa kami. Belajar kitab, mengaji, menghafal, suasana pondok yang indah. Aku memperhatikan sekeliling ku pandangi pelan-pelan tempat aku menimba ilmu. "Sudah tidak apa-apa aku bisa mengatur rencana baru lagi. Bisa dekat dengan ibu ku" ujar ku berkali-kali dan bertemu teman baru lagi.

Sepanjang perjalanan dari pondok ke kosan kakak ku. Mata ini sudah bengkak tapi tetap saja ku menangis sepanjang perjalan kami. Padahal waktu itu kami naik motor dengan barang penuh kiri kanan. Aku berpegangan dengan barang-barang ku sambil menangis tersedu-sedu
Sungguh hal yang memalukan ketika atmosfer kesedihan sudah hilang. Ketika aku memikirkan nya lagi.Sampai kosan kakak ku dia menatapku "sudah enakkan?. Udah jangan nangis lagi. Mata mu udah bengkak tuh," aku mengangguk pelan
"Besok pulang ke kampung hati-hati ya dek, kakak nggak bisa nemenin. Kamu pulang sendiri aja ya naik travel". Aku mengangguk lagi.

Malam itu aku menatap puing-puing kamar kakak ku memikirkan bagaimana cara berdaptasi dengan dunia baru. Dunia luar karena jujur ini pertama kalinya aku keluar dari zona nyaman.
Aku tak pernah sekolah umum selalu mondok. Dulu aku mondok dekat rumah selama tiga tahun lalu pindah ke kota bareng kakak ku agar menambah ilmu dan wawasan pikirku dulu. Hmmm sekarang aku akan sekolah biasa yang mana gabung anak cowok itu adalah bahasa yang digunakan ketika memanggil Rijal atau laki-laki ketika mondok dulu. Ini membuatku bingung harus bagaimana, grogi, malu dan bersemangat entahlah semua perasaan bercampur aduk.
Tidur sajalah biar esok yang jadi jawabannya.

#BERSAMBUNG
#LIKEANDKOMENGUYS☺️❤️❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Judul Standar - Satu TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang