Bab. 01 Pertemuan Pertama

30 2 0
                                    


Sebuah panggilan masuk mengganggu tidur siangku. Tanganku sibuk mencari sumber suara. Setelah mendapatkan apa yang dicari, kubuka kelopak mata, membaca nama yang tertera di layar ponsel, lalu menekan tombol berwarna hijau.

"Hallo."

"Tolong jemput Mas Prabu ya, Dek. Kasihan, sampe nyasar ke kuburan deket pantai."

Apa-apaan ini Kak Cahaya? Langsung nodong nyuruh buat jemput kekasihnya yang tersesat.

"Males ahhh, aku ngantuk banget. Lagian aku nggak kenal ih sama pacar kakak itu."

"Kakak masih nungguin ibunya bos di rumah sakit, Dek."

Meskipun sudah menolak, tetapi Kakak perempuanku itu, mana mau tahu dengan alasan yang kuberikan.

"Sharelock aja, sih, kan bisa," sahutku sambil mengucek mata yang masih terasa berat. Semalam aku memang begadang menonton drama Korea yang sedang booming demi mengalihkan pikiranku tentang Mas Radit. Jadi begini, deh, akibatnya.

Di dalam saluran telepon wanita berparas ayu itu pun memaparkan jika sinyal milik kekasihnya sedang tidak bersahabat, sehingga sharelock yang ia kirim nyasar kemana-mana. Alasan. Dari sini, sudah dipastikan kalau Kak Cahaya akan membujukku dengan berbagai cara.

"Nanti Kakak beliin kebab kesukaan kamu, deh sepulang dari sini."

Nah, 'kan? Apa aku bilang?

"Aku ngantuk, Kak."

"Tolong kakak, Dek. Nanti kakak tambahin kuota unlimited."

Kuota unlimited? Lumayan tuh, apalagi buat aku yang masih berstatus pengangguran. Mana sebentar lagi kuota internetku habis. Ambil nggak ya? Lagian tidak perlu membutuhkan waktu lama juga. Jarak antara rumah dan makam tersebut sekitar 500 meter saja. Setelah beberapa saat berfikir, akhirnya aku memutuskan untuk menuruti perintah Kak Cahaya.

"Baiklah. Kebabnya dua pokoknya, super pedes. Kirim potonya biar aku nggak salah orang."

Aku masih saja bernegosiasi. Untung saja Kak Cahaya menyetujuinya. Rejeki memang tidak kemana.

"Eh, Kak. Kalau nanti pacar kakak justru nyasar di hatiku, jangan marah ya, hahaha," godaku sebelum memutuskan sambungan telepon.

Aku segera beranjak dari pembaringan, melangkah dengan malas menuju kamar mandi. Mencuci muka, menyisir rambut, lalu memakai jaket denim yang tergantung di dinding. Mengambil smartphone dan kontak motor di meja rias. Lalu melangkah pergi meninggalkan kamar.

Sesampainya di garasi, kulihat ban skuter matic berwarna kuning itu kempes. Mataku mengedar ke sekeliling ruangan. Tak menemukan motor lainnya, hanya sepeda lipat berwarna ungu yang terparkir cantik di sudut garasi. Sebelum mengambil sepeda, kubuka pintu garasi terlebih dahulu.

Aku mengayuh sepeda lipat dengan kecepatan sedang. Menerjang panasnya terik matahari yang terasa menyengat membakar kulit. Membuat peluh membanjiri wajah dan juga tubuh kecilku.

"Ya Tuhan, demi kebab dan kuota aku rela panas-panasan di tengah hari bolong nan terik seperti ini. Mana pake sepeda? Hufh," sungutku.

Sepanjang perjalanan kunikmati hamparan laut yang memanjakan mata. Menikmati sepoi angin dari utara yang membawa aroma garam. Hingga tak terasa aku sudah sampai di area pemakaman di tepi pantai seperti yang Kak Cahaya katakan. Kuhentikan laju sepeda, mengambil ponsel di saku jaket, lalu membukanya. Setelah melihat kiriman gambar dari Kak Cahaya, mataku mengedar, mencari sosok yang sama seperti di dalam layar gawai. Namun tidak kutemukan keberadaannya. Hanya beberapa pasang manusia yang tengah asyik menikmati es kelapa muda di bibir pantai.

Since I Met YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang