I Promise, Noah

37 5 0
                                    


Klaus banyak tertawa hari ini, aku senang melihatnya seperti itu. Aku merasa sedikit mengantuk setelah makan dua burger, Klaus menyadari itu dan menyuruhku untuk tertidur sejenak. Aku bangun dan matahari sudah tidak panas, ini hampir jam tiga sore. Aku mengirim pesan sebelumnya pada Noah bahwa aku pergi kali ini dengan Klaus. Ia marah dan hampir tidak mau menemuiku ancamnya, aku menjelaskan padanya bahwa aku tidak menyimpan dendam lagi pada Klaus namun Noah masih kesal, aku berjanji akan memberikannya 100 dolar tambahan jika ia bersikap baik dan tidak membahas kejadian saat itu. Itu Noah, oh tidak-oh tidak...

"Hi, kau Klaus?" sapanya dengan sungkan, jika tidak ada Klaus disini aku akan memberinya jambakan yang keras sungguh.

"Kau Noah? Hi!" balasnya dan mereka langsung berjabat tangan. Noah memberiku pelukan hangat dan ia sangat merindukanku kupikir.

"Aku tidak sengaja membawa pakaianmu saat packing waktu itu, ini Lauri..." aku menerimanya. Dia mengirimiku pesan bahwa pakaianku terbawa, ia ingin mengirimnya dengan paket tapi aku pikir tidak perlu, biayanya mahal dan aku bisa mengambilnya saat pergi mengunjunginya... itu yang kupikir dulu.

Klaus dan Noah membawa kardus berisi buku dan pakaian Noah dan ia menunjukan kamar asramanya pada kami. Ia mengenalkanku pada Levant roommatenya dan sepertinya ia anak yang ramah. Aku ingin bertanya tentang kabar perkuliahannya tapi disini bukan tempat yang tepat, Noah belum makan dan akupun kelaparan. Ia mengajak kami untuk makan di Resto sebelah supermarket disini.

"Aku meraih A pada pelajaran Programmingku dan dosenku menyuruhku untuk pindah jurusan ke Ilmu Komputer daripada di Sistem Informasi, ia mengatakan aku cocok untuk jurusan itu." Ujarnya sambil memakan spagetinya, ia terlihat kelaparan padahal aku selalu memberinya uang jajan lebih.

"Aku tahu kau pintar dalam segala hal, Noah. Aku bangga padamu!" aku tersenyum padanya, usia kami terpaut empat tahun dan terkadang ia bersikap layaknya kakak untukku, ia begitu menjagaku saat kami masih tinggal Bersama sebelum ia menginjak bangku kuliah.

"Aku tidak bisa membantumu untuk magang dan bekerja di Perusahaanku walaupun aku pemiliknya, tapi kau bisa mencoba melamar disana... jika kau layak kupikir ide bagus jika kau bisa bekerja di Perusahaan yang sama dengan kakakmu..." ujar Klaus. Ia pewaris Perusahaan milik ayahnya namun ia sama sekali tidak bisa ikut campur dengan urusan lamaran pekerjaan, aku tidak tahu ini berita baik atau tidak.

"Entahlah, Klaus. Aku masih butuh dua tahun lagi untuk magang. Aku akan mengingatnya..." Noah mengecek handphonenya, sepertinya ada telepon atau pesan, "Levant menghubungiku sebentar, aku pergi dulu sebentar." Aku menganggukan kepala padanya.

"Kau membiayai adikmu sendiri, Lauri?" ia bertanya.

"Ya, beberapa minggu setelah ia lulus sekolah ibuku meninggal. Ia memaksa ingin bekerja tapi aku tidak mengizinkannya. Orang tuaku sudah meninggalkan rumah dan uang untuk Noah melanjutkan studinya dan aku berkata serta aku akan kecewa jika ia tidak mengambil kesempatan ini dan akhirnya ia setuju." Jawabku. Ya usia ibu sudah tua dan kurasa wajar ia meninggalkan kami lebih dulu, aku begitu terpukul saat itu tapi aku dan Noah bisa melaluinya dengan baik.

Handphoneku bergetar di dompetku dan aku meliriknya sedikit, Noah mengirimiku pesan untuk bertemu denganku sekarang di dekat parkiran. Sudah kuduga itu hanya alasannya saja, Noah tidak menyukai Klaus dan kupikir ia akan menceramahiku.

"Kau ingin tambahan minum, Lauri?"

"Tidak, aku kembung. Aku ingin ke toilet sebentar, apa tidak masalah kutinggal?" ia menganggukan kepalanya dan aku pergi.

Aku mengendap-endap dan keluar lewat pintu samping, aku melihat Noah dari kejauhan dan ia sudah berkacak pinggang disana. "Lauri!" panggilnya dengan kasar, padahal ia lebih mudah dariku.

"Ada apa, Noah?"

"Kau gila? Dengan Si Gila itu? Kau berpacaran dengannya?" ia menuduhku dengan kilatan amarah di matanya.

"Noah, Klaus tidak gila... dan aku tidak berpacaran dengannya, Oke? Dia atasanku aku mana mungkin bisa berpacaran dengannya. Kami teman sekolah jadi kami cukup dekat saat aku tahu ia ternyata atasanku di Perusahaan. Tapi percayalah, kami tidak berpacaran." Aku mencoba menenangkan Noah.

"Aku tidak mau kau memiliki hubungan dengannya, Lauri! Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa ia pemilik Perusahaan tempatmu bekerja? Kau ingat? Dia pernah mempermalukanmu dan menghancurkan perasaanmu, jangan menyangkal kalau kau tidak pernah menangis selama tujuh hari sejak kejadian itu karena aku dan Ibu sangat ingat." Noah begitu over protective padaku, aku bersyukur karena ia begitu memperhatikanku tapi sungguh terkadang ia berlebihan.

"Aku ingat itu, Noah. Aku tidak berpacaran dengannya, kami tidak sedekat yang kau kira, aku sangat menjaga jarak dengannya di Perusahaan. Kemarilah..." aku meberikannya pelukan dan ia membalasku, "aku begitu menyayangimu, Noah. Kau satu-satunya saudaraku dan kau tanggung jawabku. Aku tahu kau begitu khawatir tentangku dan kau tidak ingin aku patah hati lagi dengan orang yang sama, tapi sungguh percayalah padaku. Aku belum lama bekerja disana dan itu waktu pertama kami bertemu setelah sekian lama, mana mungkin aku kembali menyukainya secepat itu."

"Aku hanya ingin kau tidak sedih, Lauri... aku ingin kau bertemu pria yang baik. Aku tidak menghalangimu untuk berpacaran atau menikah, tapi aku sungguh tidak ingin kau menjadi satu-satunya yang patah hati nantinya." Ia mengelus punggungku dan aku menyukai itu, aku yang selalu melakukan itu dulu padanya saat ia masih kecil.

Aku melepas pelukan kami, "aku berjanji padamu, Noah. Jika aku akan berpacaran dengan pria manapun kau akan yang menjadi orang yang pertama tahu. Aku akan berpacaran dengan orang yang tulus menyayangiku, aku berjanji padamu..." aku meyakinkannya.

"Aku akan memegang kata katamu." Ia menaruh kedua tangannya ke dalam saku celananya, "Levant benar-benar mengirimiku pesan barusan, aku ada tugas kelompok jadi aku harus pergi..."

Aku memberinya pelukan lagi, "ya, kau harus mengerjakan tugasmu dengan baik. Kau harus jaga diri, jangan memakai narkoba dan menghamiliki wanita lain. Aku sudah mengirimkan uang jajan dan uang biaya kuliahmu..."

"Terima kasih, Lauri." Aku melepaskannya, ia mengambil sesuatu dari sakunya dan memberikan padaku. Sekotak kecil permen, "ia harus menyetir lama dan ini sudah hampir jam tujuh malam, berikan padanya sebagai rasa terima kasihku ia sudah mengajakku ke Supermarket tadi."

Aku tersenyum dan mengambilnya, "hm, aku akan memberikan padanya. Kau jaga diri disana..."

"Ya, sampai jumpa, Kak!" ujarnya dan langsung berlari entah kemana.

Aku kembali ke dalam Restoran, Klaus tersenyum begitu aku duduk di depannya. "Maaf sedikit lama ya?"

Ia menggelengkan kepalanya, "tidak, dimana Noah?"


*****

Hope you like it guys, xxx.

Let's Not Falling In LoveWhere stories live. Discover now