01.

271 50 9
                                    

.

.

.

.

Jeongin tidak tenang. Sedari tadi, sosok di belakang masih nangkring mengikuti. Jeongin ke kiri, ke kanan, lelaki itu tidak lewatkan satupun gerakan. Kali ini Jeongin berjalan lebih cepat, dan tiba-tiba ia berhenti melangkah dan berbalik, hampir buat orang itu menubruknya sebab panik.

"Kamu kenapa ikuti aku?!"

"Loh, siapa yang ngikut? Saya juga mau ke perpus."

"Bohong!"

"Benar, kok."

Hyunjin, ia coba jawab dengan nada biasa. Matanya bergulir ke mana-mana, walau sesekali melirik ke Jeongin yang tampak sedang tahan amarah. Bukannya takut, malah imut!

Hyunjin itu ladang bohong, alasan tadi pasti omong kosong.

Keadaannya mereka sedang di ruang baca, tidak boleh bertengkar karna mereka pasti akan diseret keluar oleh ibu Park, wanita paruh baya berkacamata yang gayanya kalahkan anak muda. Kalau sudah menegur, mulutnya seperti cabe giling, pedas bukan main.

Jeongin pilih tak gubris Hyunjin. Lebih baik melipir ke rak buku daripada hadapi Hyunjin yang kepala batu.

Sembari pilih-pilih buku, Jeongin was-was dengan Hyunjin yang berjalan ke arahnya. Jiwa sentimennya kembali menggebu. Ia pejamkan mata, hela napas dan mengusap-usap dada: sabar Jeongin, sabar.

Hyunjin bersiul pelan dengan jemarinya menyentuh buku-buku yang ia lewati, sesekali mengeluarkan satu buku dan kemudian di taruh kembali. Pura-pura dibaca, padahal satu buku pelajaran saja tidak pernah disentuhnya. Jarak dengan Jeongin terpaut satu meter, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang, bahaya Jeongin mengamuk dan dia ditendang.

Hyunjin mengintip Jeongin yang tengah memilah bacaan. Tenang dan menggemaskan, padahal ia cuma diam dengan buku di tangan! Tidak adil!

Jeongin sudah menumpuk dua buku di dekapan. Ketika ia hendak berbalik, ada satu buku yang buat ia tertarik. Tapi letaknya jauh, di rak atas, tidak bisa ia jangkau. Tidak ada bangku. Mau minta tolong Hyunjin, malu! Jadi ia hanya kembali ke meja penjaga untuk pendataan.

"Kembalikan seminggu lagi, kalau tidak kena denda."

Jeongin mengangguk patuh. Ia melirik jam dinding, sudah hampir selesai masa istirahat, ia harus cepat. Baru saja hendak pergi, Hyunjin tarik lengannya untuk kembali, sembari tangan satunya taruh satu buku di atas meja.

"Buku itu juga tolong didata, buk."

Jeongin ingin berlonjak suka cita jika saja bukan Hyunjin orangnya. Ia mendelik ke Hyunjin yang kini tengah menyugar rambut coklatnya ke belakang sembari mengedipkan satu mata ke Jeongin, dan seringainya yang buat merinding.




"Hey! Kamu bilang makasih, dong!"

Jeongin melirik tajam. Langkah mereka berdampingan walau Jeongin berulang kali berjalan cepat untuk buat Hyunjin ketinggalan.

"Bukunya kan saya yang ambilkan!"

Dasar perhitungan! Jeongin sebenarnya enggan, tapi Hyunjin tidak berhenti mengoceh hampir buat telinganya pengang.

"Tuh, ambil!"

Hyunjin tidak menyerah, buku yang sudah kembali di tangannya ia taruh lagi di dekapan Jeongin.

"Nggak bisa! Kan ini datanya pakai namamu."

Jeongin berhenti. Menatap Hyunjin yang kini mundurkan badannya was-was. Jeongin tidak mau ucapkan terimakasih, gengsi! Kan bukan ia yang minta ambilkan? Dasarnya Hyunjin saja banyak alasan.

"Kamu bisa pakai bukunya, saya nggak perlu buku,"

"...tapi nanti pulang sekolah pulang bareng saya."

Jeongin mendelik sebelum berkata, "Aku dijemput pacarku."

"Lusa?"

"Aku dijemput ibu."

"Besoknya lagi?"

"Dijemput ayah."

"Besoknya lagi dan lagi? Dijemput piaraanmu?"

Hyunjin mendengus. Susah sekali cuma untuk ajak Jeongin pulang bersama, alasannya banyak, intinya cuma satu: asal bukan Hyunjin orangnya.

Jeongin cukup tahu diri, Hyunjin sudah tolong, jadi harus balas budi. Tapi pulang bersama itu sama saja cari mati, kalau ketahuan pacarnya bagaimana?

"Ayo ke kantin! Ku traktir."

"Satu piring berdua?"

Jeongin berubah masam. Tangannya mengepal ingin layangkan pukulan tepat di muka Hyunjin. Pertanyaan tolol! Satu piring berdua katanya! Jeongin yang menolak buat Hyunjin berontak. Si kakak kelas bahkan berjongkok dengan rengekan bocah yang buat mereka seketika jadi pandangan siswa-siswa yang lewat.

"Satu piring berdua! Pokoknya satu piring berdua!"

Celana Jeongin ditarik-tarik, sementara yang pandangi mereka dengan terkikik. Jeongin tutup mukanya dengan buku, malu! Dari tadi ia sudah coba dorong kepala Hyunjin menjauh, tapi tidak ampuh.

Jadinya Jeongin iyakan saja, agar Hyunjin diam. Pula si pemuda itu langsung berbinar, menarik Jeongin agar sampai ke kantin dengan segera sebab lonceng hampir berbunyi, sementara Jeongin dalam hati sudah kalang kabut untuk rancang strategi agar Hyunjin bisa dikelabui.

°˖✧◝✧˖°

LUCU BANGET ANAK SIAPA??? ANAK AKU!! ANAK AKUUU!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LUCU BANGET ANAK SIAPA??? ANAK AKU!! ANAK AKUUU!!!

FULL-ON.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang