“Jadi akhirnya kita liburan ke Karang Tani nih?”
“Hmm ... Kita ke rumah Nenek.”
“Nenek udah meninggal Pa,” Lagi-lagi Papa masih belum bisa menerima kematian Nenek, “Maksud papa, kita ke rumah almarhumah Nenek di kampung.”
Setelah ibu meninggal, Papa sering hilang fokus. Bahkan sering kali mengigau bahwa sering bersama orang-orang terdekatnya. Ini adalah liburan akhir semester yang cukup panjang.Aku meminta papa untuk pergi liburan, niatku ke pantai, villa, atau apapun yang menyenangkan. Tapi ternyata kami malah pergi ke rumah Nenek yang sangat jauh dari perkotaan dan sangat terpencil.
Tempatnya berada di daerah Lampung Tengah, sepanjang jalan aku hanya melihat pohon-pohon sawit dan karet yang sangat tinggi, rimbun dan sangat sepi. Demi apapun aku pikir ini adalah keputusan yang mungkin saja akan kami sesali.
Rumah bernuansa hitam putih yang lumayan berdebu dan sedikit di penuhi semak belukar terlihat dari gerbang depan. Papa membuka pintu depan dengan kunci yang sudah ia bawa, aku mulai melihat sekeliling, aku melihat jam tanganku menunjukan pukul 07.40 malam hari.
Sepertinya cuaca di luar sudah mulai mendung dan guntur juga sudah mulai terdengar, perasaan aneh terus saja menghampiriku, rasa tidak nyaman dan gelisah. Akhirnya aku menempati kamar yang berada di dekat taman samping, Papa bilang besok akan memanggil tukang kebun dan orang yang akan membantu membersihkan rumah.
Sayup-sayup terdengar suara ayah yang sedang tertawa, hmmm lebih seperti berbincang. Aku keluar kamar dan lihat ke halaman depan, ada kakek tua yang sedang berbicara dengan Papa. Saat aku akan keluar ia hanya menatap lurus kepadaku dan akhirnya pergi.
Entah apa maksudnya, aku tidak terlalu menghiraukannya. Sebenarnya ini keputusan yang berat, dalam kecelakaan yang terjadi 8 bulan lalu. Aku kehilangan Adik, Ibu dan Nenekku. Mereka semua sedang menuju perjalanan untuk mengunjungiku di Asrama, Sekolah Menengah Kejuruanku adalah sekolah pemerintah yang mewajibkan anak-anak didiknya tinggal di Asrama.
Tanganku sudah mulai tremor jika mengingat hal itu, apalagi Papa yang mengalaminya secara langsung. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat, Papa satu-satunya keluargaku sekarang.
Aku melihat ke arah jendela , malam ini cuacanya benar-benar buruk, sepertinya akan ada badai. Guntur sudah saling menyambar dan anginnya juga cukup kencang, aku terlalu takut untuk menghidupkan ponselku. Akhirnya lebih memilih untuk membaca buku yang berada di rak samping tempat tidur.
‘Ilmu Pengasihan’
Buku dengan cover yang lumayan lusuh berwarna hitam, cukup menarik perhatianku.
“Din”
Bruk
Aku menjatuhkan buku itu. Kaget karena tiba-tiba Papa masuk ke dalam kamar.
“Papa! Dinda kaget loh. Kenapa si tiba-tiba masuk kamar?”
“Kamu lagi apa?” Siluet tipis Papa, yang terlihat remang-remang di antara pencahayaan lampu tidur yang minim. Sorot matanya kosong menatapku horor, Sejenak aku merasa takut “Ini ... Dinda lagi baca buku.” Papa cukup kaget melihat buku yang aku baca.
Ia kemudian mengambilnya dan mengelus rambutku pelan.
“Dinda jangan jadi anak nakal yah, Papa ga suka. Sekarang kamu tidur dan jangan baca buku apapun.” Ia menciumku dan mematikan lampu tidur. “itu ... bukan Papa.”***
Ah, ternyata aku tiduran. Semalam benar-benar aneh, apalagi sikap Papa yang membuatku takut itu benar-benar asing.
Aku membuka jendela kamar, cuacanya cukup cerah. Ternyata ada kakek-kakek yang kemarin aku lihat. Kemungkinan orang yang membantu pekerjaan rumah juga datang hari ini.
Iya.. Aku lebih baik siap-siap dulu, aku harus bersikap wajar tentang keadaan Papa yang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side
Mystery / Thriller'Ada banyak sisi di dunia ini yang tidak terlihat, yang bahkan lebih gelap dari kegelapan itu sendiri' Liburan pertama Dinda dengan Ayahnya pasca kecelakaan yang menewaskan Ibu, Nenek, dan Adiknya. Ke kampung halaman sang Ayah yang ternyata masih k...