Anecdote

1.6K 58 8
                                    

Satu-satunya larangan yang tertancap dalam hidupku, adalah mencintaimu.
.
.
.

Langit malam berwarna hitam gulita. Cahaya kilat yang diikuti suara gelegar sigap dari petir, menyeruak bebas tanpa henti. Berjuta tetesan air dengan cepat lari dari langit membasahi permukaan bumi. Aroma khas tercipta antara tanah yang bercampur dengan air hujan, siap membelai hidung siapa pun yang menciumnya.

Laki-laki jangkung itu berdiri di tengah bagian atap bangunan, tegap tanpa gerakan menghindari air hujan. Ia memendam tangannya di balik kantung celana jins yang basah kuyup. Matanya yang sayu, ia tundukkan menatap pijakan tempat ia beridiri. Kemudian beberapa sekon kemudian dia memandangi turun hujan dengan hidmat.
Perasaannya menggelitik kesenyapan. Di atap bangunan ini ia memang benar-benar berdiri sendiri, tanpa siapapun di sisinya.

*****

"Kim Hanbin!" Panggil perempuan cantik yang berdiri indah dengan dress selutut berwarna semi merah muda, dan ia biarkan surai hitamnya jatuh bebas ke bawah tanpa niat untuk mengikatnya. Mata bulat , dan pipi berdaging tebal dengan rahang yang kecil, mampu menciptakan rasa pesona tersendiri bagi orang yang melihatnya. Ia cantik. Lee Hayi.

Hayi melambaikan tangan pada sosok laki-laki yang sedang bersandar dekat tiang di seberang jalan. Kim Hanbin, teman sekaligus cinta masa kecilnya hingga sekarang.

"Hayi! Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" Sapa Hanbin setelah berada di samping Hayi dengan merekahkan senyuman

tipis dan manis. Hayi melarikan tatapan dari anak mata Hanbin, ia ingin menyembunyikan pipinya yang merah tersipu malu.

"Ah, baik. Selalu baik. Lalu bagaimana kabarmu?" Hayi melempar pertanyaan tanpa menoleh satu sekon pun ke arah Hanbin. Pipinya pasti sudah seperti udang rebus sekarang. Berada dekat pria ini benar-benar membutuhkan alat pendingin. Hanbin selalu saja menyunggingkan senyuman hangat yang bisa membuat perempuan terbakar meleleh.

"Aku juga baik" Jawab Hanbin tegas dengan ulasan senyuman yang tetap menempel di wajah sempurnanya. Ia berwajah tampan, otak pintar, pribadi hangat, kaya, dan jangkung. Sempurna. Satu-satunya kekurangan Hanbin adalah terlalu banyak kelebihan, mungkin.

Mereka berdua mengayunkan kaki pelan menyusuri jalan, ditemani beberapa percakapan kecil yang mereka bagi satu sama lain. Hanbin yang baru pertama kali menginjakan kaki ke Korea setelah tujuh tahun di England, akhirnya kembali dengan seorang Hayi di sisinya. Lee Hayi sebagai teman dan luka masa kecilnya.

*****

"Pertemuan tadi sangat kolot bukan?" Tanya Hayi pada Hanbin yang berdiri di sebelahnya ketika mereka telah berada di luar gedung mewah berpelayanan bintang lima. Mereka baru saja menghadiri pertemuan keluarga besar Lee dan Kim, masing-masing anggota keluarga Hayi dan Hanbin tentu ikut datang meramaikan acara.

"Pernikahan? Lelucon macam apa itu?" Lanjut Hayi sambil berjalan dan terus menggerutu tentang rencana perjodohan yang dirancang tanpa pengetahuannya. Perjodohan yang di lakukan antara keluarga Lee dan Kim, memang benar-benar ajaib. Hanbin yang berada di sisinya memberengut sebentar, lalu menoleh ke arah mata Hayi. Menatapnya lekat dan dalam.

"Lelucon? Aku serius dengan itu" Sahut Hanbin dengan nada datar yang alami, membuat Hayi membulatkan matanya kaget.

"Mungkinkah... kau sudah tahu tentang perjodohan ini sejak lama?" Tanya Hayi sambil mendongkak menatap tajam ke arah Hanbin yang tinggi badannya melebihi tinggi badan Hayi. Ia mengangkat jari telunjuknya ke udara dan hampir mengenai wajah Hanbin.

"Tebakan yang benar!" Balas Hanbin singkat kemudian menarik ujung bibirnya ke atas, membuat senyuman pesonaㅡlagi dan menepis jari telunjuk Hayi dari depan wajahnya. Hayi mengerutkan dahinya penasaran.

BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang