Aku kehabisan topik.
Ternyata aku tak mengerti dirinya. Aku juga merasa tak dimengerti.
Bersamanya serasa dipenjara. Mau kemana-mana mesti berkabar dulu.
Bermain dengan siapa buatnya merasa cemburu. Aku merasa dijauhkan dari kawan-kawanku.
Marah yang tidak jelas sebabnya.
Bertengkar pada hal yang sepele.
Aku... tak paham.
Aku tak paham ribetnya wanita.
Aku tak paham hubungan pacaran ini.
Benar, memang tak pernah kurasakan cinta seperti ini. Tapi di saat yang bersamaan, tak pernah kurasakan kesengsaraan seperti ini.
Ini membuatku tak waras.
Tapi meninggalkannya begitu sayang.
Segala yang kita bangun akankah hanya menjadi seperti istana pasir di pinggir pantai.
Bagaimana jadinya dia tanpaku. Bagaimana jadinya aku tanpanya.
Sudah lebih dari dua tahun kita saling menjaga dan berbagi rasa.
Akan jadi asing dan saling membenci kah kita? Akankah hatinya sakit lalu bunuh diri!?
Pikiran jelek berseliweran di kepalaku.
Aku benar-benar bisa gila.
Aku buntu. Ke mana aku harus mencari solusi untuk semua ini.
Bagaimana menormalkan kembali hubungan ini?
Aku menjadi lebih sering menyendiri untuk berpikir.
Kesendirian dan tekanan itu ku tuangkan dalam beribadah kepada Tuhan Semesta Alam.
Kepercayaanku akan adanya Zat Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa serta senantiasa meneguhkan dan menenangkan hati hambanya yang patuh terhadap perintah-perintahnya,
membuatku menemukan arti cinta yang baru.
Yang lebih sehat dan menenangkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Aviridh
Non-FictionAku akan menulis kisah-kisahku disini. Jika ingin, kamu bisa komentar penafsiran versimu. Terimakasih