Aku menyandarkan diri pada pintu masuk apartemenku dan berakhir dengan merosot lalu terduduk di genkan layaknya orang yang tak memiliki tujuan hidup. Iya, memang. Sepertinya tak ada lagi harapan bagiku untuk melanjutkan hidup. Hidup itu terlalu rumit. Berat. Adakah orang di luar sana yang memiliki nasib yang sama sepertiku? Apa solusinya? Haruskah aku mengakhiri hidupku sendiri?
Hidup sebagai kekasih dari seorang seiyuu ternama di Jepang. Aku adalah kekasih resminya. Kupikir itu tidak terlalu buruk. Tapi mengapa akhirnya jadi seperti ini? Aku tidak—aku benar-benar tidak ingin berpisah dengannya. Aku—
"Hah..."
Tanpa sadar air mataku lolos, menghasilkan sungai kecil di pipi. Aku harus kuat, pikirku. Sembari sibuk merutuki nasibku saat ini, tak bisa ditahan otakku kembali memutar kenangan di masa lalu. Jauh setahun sebelum kejadian ini terjadi, aku bertemu dengannya, terkagum padanya dan... jatuh cinta dengannya.
***
Tepat pada hari pertama pertengahan bulan, aku pergi ke Kyoto bersama tiga orang temanku. Kyoto adalah kota yang cukup padat, tapi mengunjunginya merupakan salah satu cara untuk menenangkan diri dari ramainya kota Tokyo. Aku dan tiga orang temanku menghabiskan banyak waktu kami di sana. Pergi ke kuil, mencoba banyak makanan, santai di taman dan masih banyak lagi sampai tak sadar waktu berjalan begitu cepat dan jam telah menunjukkan pukul enam sore.
"Ayo kembali ke penginapan! Aku sudah begitu lelah hari ini," kata Akira, temanku yang berambut pendek warna coklat. Mengingat kami sudah berkeliling sejak pukul sepuluh pagi, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke penginapan, biarpun aku sedikit tak rela. Ayolah, pemandangan malam hari itu adalah yang terbaik.
"Uwah! Aku ingin segera berendam!"
"Hei, aku mau yang pertama berendam!"
"Tidak, aku dulu!"
"Aku!"
"Stooppp! Apa yang kalian ributkan? Penginapan punya onsen bukan?" leraiku terganggu dengan mulut mereka yang berisik.
"Aku ingin berendam di bathup bukan di pemandian umum!" Yuki, perempuan berambut sepanjang pinggang yang telah menjadi temanku selama 6 tahun itu merengek pelan. Aku hanya menghela napas pelan, lalu memandang Kana—perempuan blasteran Jerman-Jepang yang tengah memanyunkan bibirnya.
Kubiarkan sajalah. Toh, mereka akan baikan juga sebentar lagi.
Kami sampai di penginapan sekitar pukul tujuh lebih lima belas menit. Yuki dan Kana benar-benar rebutan kamar mandi sesampainya kami di penginapan. Mereka adu mulut hampir setengah jam dan tanpa sadar Akira sudah berendam di bathup lebih dulu. Tak perlu melihat atau mendengar, aku yakin Yuki dan Hana sedang marah besar. Aku sih tidak ingin membuang tenaga untuk itu, jadi aku pergi keluar sebentar sampai ketiganya selesai berendam.
Sebelumnya, aku belum pernah ke Kyoto. Ini pertama kalinya aku kesini. Jadi ya, aku tak tahu kemana kakiku ini melangkah. Haha, bahkan aku setengah yakin sepertinya aku akan tersasar jika masih memutuskan untuk berjalan lebih jauh. Aku berhenti di depan vending machine, berniat untuk membeli minuman dingin lalu teringat bahwa aku tak bawa uang sepeserpun, dompetku ada di penginapan. Aku menghela napas, lalu menatap tangga di samping vending machine tersebut. Tangganya kecil. Tanpa sadar aku tertarik untuk menaikinya. Setengah jalan menuju puncak aku dapat melihat kuil yang sangat kecil. Saking kecilnya mungkin orang-orang takkan mengira ini kuil. Tempatnya juga terlihat sedikit kotor. Ah, apakah ini kuil yang tidak terawat?
Tunggu.
Ada orang di sana. Laki-laki.
Aku menaikkan sebelah alisku. Ini sudah malam dan kuil ini seperti tidak terawat dan kupikir tidak ada lagi orang yang berdoa di sini. Sebentar, apa jangan-jangan dia... bukan manusia?
KAMU SEDANG MEMBACA
運命 (Unmei) | Ito Kento x reader
Fanfiction"Maafkan aku." -Ito Kento. Ito Kento adalah seiyuu yang cukup terkenal di Jepang. Memiliki hubungan bersamanya, tentu terdengar seperti mimpi. Tapi itulah yang kini kamu rasakan. Kau pikir tidak ada salahnya menjalin hubungan dengan laki-laki yang b...