DEAR

182 19 0
                                    

Mentari telah membuka jendela pagi. Kicau burung menyambut indahnya hari. Sementara embun yang menetes seakan menebarkan kesejukan pada cerahnya dunia. Dan dia, dia kembali memejamkan mata untuk kesekian kalinya. Gadis imut itu masih berbaring di atas ranjang empuknya sembari memeluk guling. Mengurung dirinya di balik selimut.

Sebuah lagu melow Korea teralun menemani sepinya. Entah kenapa perasaannya sedang kacau sejak kemarin. Sebenarnya dia tidak berhak atas rasa ini. Tapi hati berkata lain. Hatinya sudah terlanjur tersentuh oleh orang itu.

Kaffah Al Fatih. Seorang pemuda yang selalu ditemuinya tak sengaja di masjid dan perpustakaan sekolah. Pertama kali mereka bertemu di sudut sekolah saat hari pertama masa orientasi SMA. Tanpa disadari pemuda alim berkarisma itu telah mengetuk pintu hatinya dan meninggalkan jejak rasa di sana untuk waktu yang lama. Rasa itu seolah terkunci dan terjebak tanpa bisa keluar. Ya, Kaffah seakan pergi membawa kunci hatinya, hatinya!

"Astaghfirullah. Harusnya gak boleh kaya gini!" Dia kembali memejamkan mata.

Mengingat lagi saat terakhir dia melihat Kaffah. Ingatan itu masih menempel jelas di pikirannya. Kaffah pindah sekolah ke pulau Bali setelah satu semester menimba ilmu di sekolah yang sama. Hanya saja mereka tak sekelas dan mungkin Kaffah juga tak mengenalnya.

Sejenak dia melupakan kesedihannya. Dia membuka akun twitter yang sudah beberapa hari ini tidak dibuka. Tiba-tiba sebuah nama muncul di depan mata, sosok follower baru. Dia mem-folback akun orang itu karena dia mengenalnya. Tak berselang lama sebuah pesan masuk ke twitter-nya.

"Assalamualaikum Katya, apa kabar?"

"Rio?" Tetiba mata gadis bernama Katya itu membola.

Rio Hardian. Diam-diam Rio menyukai Katya saat keduanya duduk di kelas empat SD. Mereka berteman, tapi waktu itu Katya lebih akrab dengan sahabatnya Rio. Katya yang dulu selalu periang dan lincah. Rio tahu itu, bahkan hafal. Karena dia selalu memperhatikan Katya dengan caranya sendiri tanpa ada orang lain yang tahu. Naik ke kelas berikutnya, hubungan mereka semakin merenggang, tapi tidak dengan perasaan Rio.

Mereka melanjutkan sekolah di SMP yang berbeda. Hubungan mereka pun semakin jauh. Bahkan tak ada lagi komunikasi atau sekadar saling menanyakan kabar. Mungkin karena sibuk dengan urusan masing-masing.

Setiap bertemu tanpa sengaja di jalan pun mereka saling tak tegur sapa, seperti tidak pernah kenal. Seringkali malah menunduk atau mengalihkan pandangan. Entah. Mungkin segan atau malu, hingga diam menjadi pilihan.

"Waalaikumussalam. Alhamdulillah baik," Katya membalas.

Katya Fathia. Gadis berjilbab ini berusia 15 tahun. Awal masuk SMA, Katya berubah menjadi seorang gadis kaku dan pemendam rasa. Menurutnya ada beberapa hal yang tak perlu diceritakan kepada siapapun. Katya lebih merasa nyaman dan aman dengan seperti ini. Bermain rahasia bersama Allah Swt.

"Sombong," pesan dari Rio 20 menit kemudian.

"Sombong apaan?" Balas Katya.

Awalnya Rio mengira Katya telah berubah, namun balasan Katya barusan menyadarkan Rio kalau selama ini dugaannya telah salah pada Katya. Rio pun menanyakan alasan kenapa Katya tak menyapa seperti tidak mengenalnya setiap kali mereka bertemu di jalan.

"Gimana gue mau negor lu, kalo mandang lu aja gue nggak berani?" Balas Katya.

"Kenapa nggak berani?"

"Gue malu, bukan sombong," ungkap Katya.

"Malu kenapa? Kan kita udah lama kenal."

"Tapi kan kita juga udah lama nggak ngobrol secara langsung. Bagi gue, butuh waktu lagi buat kembali kaya dulu. Toh dulu kita juga gak terlalu akrab, kan?"

ANTOLOGI CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang