Bab 13

7K 848 73
                                    

Di keluarga besar kami, selalu rutin diadakan pertemuan sebulan sekali. Dulu sih agar bisa tetap dekat dengan Kakek Nenek, karena rumah masing-masing yang tidak sama lagi. Tapi sekarang setelah mereka meninggal, katanya agar persaudaraan tetap terjalin erat. Dan malam ini, kami semua juga ikut berkumpul.

"Kamu ingat Briana nggak, Jo? Itu lho, temenku dulu pas masih di bea cukai."

"Hm?"

"Iya, dia nanyain kamu."

Entah kenapa mendengar obrolan Jovan dan Lika, kakiku terhenti seketika di luar dapur. Padahal, niatku ingin kembali ke halaman belakang setelah buang air kecil di kamar mandi.

"Buat?"

"Buat kenal lebih dekat?""

"Ngaco!"

"Kamu udah tiga puluh lho, Jo. Shei aja beberapa bulan lagi dinikahi Beni."

"..."

"Kamu masih nunggu dia?"

"Haruskah aku jawab?"

"Kenapa nggak nyerah aja? Bertahun-tahun nunggu sesuatu yang nggak pasti, apa nggak bikin kamu capek? Apa sekali aja, nggak pernah terpikirkan buat kamu nyerah?"

"Jangan mendikteku, Lika."

"Bukan gitu, Jo. Aku cuma nggak tega lihat kamu masih nunggu, sementara dia kayaknya udah sibuk sama dunianya sendiri. Waktu bisa mengubah semuanya, kan? Kenapa kamu masih stuck di dia aja?"

Merasa sudah mencuri dengar terlalu jauh, aku memutuskan meninggalkan tempat itu. Dan aku menyesal sudah menuruti keinginan hati untuk menguping. Obrolan mereka terus terngiang di telingaku, menjadi tanda tanya dalam kepalaku.

"Mo, lama banget!"

Aku tersenyum pada Dito yang menatapku protes, kemudian kembali duduk di sebelahnya. Kulihat Sheila yang sedang memangku dan bercanda dengan Keira. Juga beberapa sepupu kami yang saling berbincang sambil menyantap kudapan. Kami para anak muda memang berkumpul di halaman belakang dan duduk di karpet yang digelar di atas rumput. Sedangkan para orang tua ada di dalam, di ruang utama rumah ini.

"Mereka punya partner, kita yang sendiri ya."

Aku terkekeh mendengar gumaman pria di sebelahku ini. Para sepupu kami memang duduk berpasangan, bahkan di sebelah Sheila ada Beni juga. "Makanya cari pacar yang serius, Dit."

"Susah." Dia menghela napas berat, melirikku lama. "Kalau sama kamu kayaknya bakal serius, deh. Mau, ya?"

Aku tertawa kecil. "Aku kalau sama kamu, berasa ada affair sama Bang Nau."

"Halah dulu aja kamu sama Jo—eh nggak jadi." Dia meringis tak enak ketika aku mengangkat kedua alis karena kalimatnya yang tak selesai.

"Mau ngomong apa barusan?"

"Bukan apa-apa." Dia menyengir. Lalu menatap ke belakangku. "Minumnya satu dong, Lik!"

Aku ikut menoleh, dan sedikit tertegun menemukan Lika dan Jovan berjalan beriringan membawa nampan tempat gelas-gelas berisi minuman sirup. Lika berjalan membagikan minuman itu ke seberangku, sedangkan barisanku dan Dito bagian Jovan. Aku tersenyum kecil dan berterima kasih saat Jovan juga mengangsurkan gelas padaku. Rasanya sedikit lega, setelah hampir dua minggu ini berhasil untuk tidak panik saat berada di dekatnya.

"Harusnya Bang Luke diajak ke sini."

"Lagi kencan, dia."

"Kencan?" Dia melotot kaget. "Belum tiga bulan di sini, dia udah dapat pacar?"

Aku mengangguk sambil mengulum senyum. Kemarin, aku juga kaget saat Lucas bercerita bahwa dia sedang mencoba pendekatan dengan seorang gadis. Dia mengatakannya dengan malu-malu, yang membuatku tidak bisa menahan tawa.

Mōichido (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang