Dia Pergi

38 15 0
                                    

*Flashback On*

"Jangan tinggalkan aku!" Pinta seorang gadis kecil. Ia menahan tangan kiri anak laki-laki yang sedang menenteng kopernya.

"Aku nggak bisa disini untuk sekarang, Ca. Maafkan aku." Kata anak laki-laki tersebut.

"Lalu siapa yang menjadi sahabatku saat kamu pergi?" Gadis kecil bernama Laica itu mulai meneteskan air mata yang ia tahan dari tadi.

"Kan masih ada Albert dan Cassie, Ca. Kamu bisa bermain bersama mereka selama aku pergi." Anak laki-laki itu mengelus lembut punggung tangan Laica.

"Sudahlah, jangan menangis, Laica. Kau terlihat sangat jelek saat menangis." Ucap anak laki-laki itu sambil tertawa kecil.

"Ka- kau akan kembali lagi kesini kan, Kai?" Tanya Laica penuh harap pada anak laki-laki di depannya yang bernama Kai tersebut.

"Ya, pastinya aku akan kembali, Ca. Aku akan kembali untuk menemanimu bermain dan tentu saja untuk melihat muka kesalmu saat aku jahili." Ia berkata sambil menoyor kepala Laica.

"Huh dalam situasi seperti ini masih bisa saja kamu bercanda, aku tidak percaya kamu akan kembali!" Ucap Laica kepadanya.

"Tenanglah, Laicaaa. Kamu gemas sekali saat sedang ngambek begitu." Ucapnya sambil mengacak-acak rambut keriting Laica.

Datanglah seorang pria berjalan mendekat ke arah mereka.

"Kaisen, ayo segera pergi. Kau tidak mau terlambat sampai di New York untuk menemui ayah dan ibumu bukan?" Ucap pria tersebut.

Pria itu berjalan mendekat ke arah Laica sambil berkata, "maafkan aku, Laica. Kai harus pergi secepatnya. Tidak usah sedih, Ca. Ia akan kembali kok, hehe. Betul kan, Kai?"

Laica menoleh ke arah Kai yang mengangguk pertanda setuju dengan pria tersebut.

"Baiklah kalau begitu, Paman Steve. Bolehkah aku memberikan sesuatu pada Kai sebelum ia pergi?" Tanya Laica pada pria bernama Steve tadi.

Steve hanya mengganguk. Ia tahu mereka adalah sahabat dekat dari bayi sampai saat ini.

"Ini, Kai. Jangan lupakan aku ya." Ucap Laica itu sambil menyodorkan sebuah kotak kado kecil berwarna putih.

Kai membukanya dan mendapati sebuah bros bunga matahari dan secarik kertas didalam kotak kecil tersebut.

"Aku diberitahu mama bahwa bunga matahari melambangkan persahabatan dan keceriaan, Kai. Kuharap kamu menyukainya." Ucapnya pada Kai.

"Terimakasih, Ca. Aku sangat menyukainya. Maafkan aku tidak sempat memberikan kenang-kenangan bagimu." Ucapnya sambil menatap Laica dengan sedih.

"Tidak papa, Kai. Aku tidak mengharapkan balasan kok. Pergilah kamu sudah ditunggu dari tadi. Oh ya, bukalah kertas itu saat kamu sudah naik di pesawat, Kai." Kata Laica kepada Kai.

"Baiklah, sekali lagi terimakasih, Ca. Aku tidak akan melupakanmu kok." Ucapnya sambil memegang erat kedua tangan gadis kecil itu.

Laica hanya tersenyum tipis, meski ia sedih tapi ia tidak bisa menahan Kai untuk selalu berada bersama di sisinya.

"Baiklah, Ca. Ayo kita pergi, Kai." Ucap Steve pada Laica dan Kai.

Laica mengangguk sambil tersenyum menatap Kai. Ia melambaikan tangan pada Steve dan Kai yang berjalan pergi menjauh.

"Sudah berpamitan pada Kai, Ca?" Ucap seorang pria datang menghampiri Laica.

"Sudah, pa." Ucap Laica kepada papanya.

"Kau sudah memberikan kenang-kenangan itu pada Kai?" Ucap seorang wanita disamping papa Laica.

"Sudah, ma. Dia bilang dia sangat menyukainya." Ucap Laica sambil tersenyum pada kedua orangtuanya.

"Baguslah kalau begitu, Ca. Kalau begitu, mau pulang sekarang?" Tanya mamanya kepada Laica.

"Tentu, ma. Aku capek berdiri untuk menunggu Kai dari tadi." Ucap Laica kepada mamanya.

"Baiklah. Pa, ayo kita pulang sekarang. Putri kecil ini sepertinya sangat lelah sampai terlihat mengantuk sekali." Canda mama Laica kepada suami dan putri tunggal kesayangannya itu.

*Flashback Off*

Umurnya sama-sama 10 tahun saat berpisah. Mereka masih sibuk bermain dan menempuh pendidikan. Sama-sama belum mengerti kerasnya dunia. Belum mengira-ngira seperti apa masa depan mereka. Belum merasakan perasaan  itu yang perlahan tumbuh di saat kemudian hari.





Laica & KaisenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang