Februari 2018
Seorang gadis dengan paras yang tidak cantik namun manis dengan rambut bergelombang dan kulit sawo matang khas Asia Tenggara, tengah sibuk bercakap dengan dua teman sebayanya.
Duduk menghadap belakang dan melupakan tugas dari guru mapel Fisika yang sedang berhalangan untuk hadir. Entahlah apa yang sedang tiga gadis remaja itu bicarakan hingga raut muka mereka begitu bahagia.
Nampaknya suasana kelas yang kacau dengan suara bising hp dan suara gelak tawa yang setiap saatnya terdengar sama sekali tidak mengganggu aktivitas mengobrol mereka.
Mendengar Suara ketukan sepatu pantofel yang bertemu dengan lantai seketika membuat suara riuh dan bising itu lenyap, meninggalkan suara gesekan buku dan gesekan pena.
Semua gadget yang tadi memunculkan suara bising dari perminan mobile lagend dan pubg kini tidak lagi mengeluarkan suara. Bentuk fisiknya pun lenyap tanpa meninggalkan jejak, seolah memang tidak ada apapun sebelumnya.
Ketika suara engsel pintu menggema memenuhi ruang kelas. Beberapa siswa langsung menampilkan raut sibuk dengan buku-buku mereka.
Sungguh berbakat mereka dalam berakting.
Bu Tia, salah satu guru yang paling di hindari ceramahannya mulai memasuki kelas XII IPA. Mengamati dengan teliti semua pergerakan siswa siswinya.
Matanya bergerak dari sudut satu kesudut lainnya. Menampilkan muka yang sedikit mengintimidasi. Beberapa kali melakukan hal itu dan tidak menemukan kejanggalan yang berarti, Bu Tia kembali pada tujuan utamanya, memanggil peran utama di story ini.
"Shila Mahendra, tolong ikut ibu keluar. Sekalian bawa tas kamu"
Setengah detik setelah Bu Tia menyelesaikan ucapannya, 31 pasang mata yang menampilkan raut bertanya tertuju pada sosok berambut gelombang dengan kulit sawo matang itu.
Shila yang bahkan tak mengerti penyebab dirinya dipanggil oleh guru tercintanya hanya bisa mengangkat bahunya untuk menjawab raut bertanya teman-teman satu kelasnya itu.
"Saya tunggu didepan ya shila"
Ucap bu Tia yang terdengar ramah namun terkesan tidak ihklas.Menyadari raut muka Bu Tia yang sudah mulai berubah bad mood, cepat-cepat shila memasukkan semua barang barangnya ke dalam tas dan langsung menuju pintu tempat dimana gurunya menunggu shila.
Sebelum sampai tepat di depan pintu, shila membalikkan badan dan berpamitan dengan teman-temannya sambil mengucapkan kata pamit yang sedikit melenceng dari kriteria pamit
"gue duluan! nikmati ulangan matematika di jam terakhir nanti byee" tanpa mengeluarkan suara. Hanya berupa gerakan mulut saja.Sampai di luar ruang kelas XII IPA 2, Shila mendapati gurunya sedang bersandar pada daun pintu sambil membalas pesan-pesan di aplikasi watsapp beliau.
Dengan penuh pertimbangan dari segala arah, shila memutuskan membuka suara, mengutarakan pikiran-pikiran negative yang sejak tadi muncul di otaknya setelah Bu Tia memanggil namanya.
"Bu, kalau boleh tau kenapa ya saya di panggil? Saya ada buat salah bu? Atau nilai ulangan saya jelek banget jadinya sekolah mau ngeluarin saya?"
"Salah kamu banyak sih, nilai ulangan juga gak bagus-bagus banget. Tapi bukan itu alasan saya manggil kamu."
Walaupun jawaban yang di utarakan oleh gurunya itu sedikit menohok dirinya. Tapi shila bersyukur, setidaknya shila yang tergolong anak perempuan badungan masih di pertahankan di sekolahnya yang merupakan sekolah favorit di kotanya, SMA Garuda Nusantara."Jadi kenapa dong bu?"
"Saudara jauh kamu ada yang meninggoy katanya. Itu ibu kamu sudah menunggu di lobby"
Sedikit lama shila mencerna kalimat 'meninggoy' yang barusan keluar dari mulut bergincu Bu Tia. Shila akhirnya memahami apa yang di maksud ibu guru tercintanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RADHIKA (On Going)
Teen FictionSeperti tahun-tahun sebelumnya, di tanggal 27 Januari. Aku selalu berada di sini. Di bawah pohon yang aku tanam 7 tahun lalu, tahun dimana rasanya hidupku seperti zombie. Seperti raga yang kehilangan jiwanya, hanya makan, pergi ke sekolah dan tidur...