Gadis itu menatap jam tangannya lagi untuk ketiga kalinya. Sudah lebih dari 1 jam sejak pelayan memintanya menunggu disana dan tidak meninggalkan ruangan.
"Tuan Jafar meminta anda menunggu disini, Nona. Kami mohon jangan keluar ruangan sampai Beliau tiba," terlihat raut cemas diwajahnya saat itu.
Rasa cemas untuk dirinya sendiri tentu saja, dia tau benar apa yang bisa dilakukan Tuannya jika sampai hal buruk terjadi pada gadis didepannya kini, apalagi beberapa saat lalu Go Hae Ri memaksa untuk keluar dari tempat itu karena tidak sabar terlalu lama menunggu.
"Ya?"Pria itu berbicara melalui earphone.
"Baik," sahutnya lagi.
"Nona, kami mohon. Ini demi keselamatan anda." dia menatap Go Hae Ri, sedikit memaksa, tidak peduli dengan tatapan membunuh dari gadis dihadapannya. Pelayan itu menunduk hormat, kemudian berbalik dan mengurung Go Hae Ri di ruangan itu lagi, ruang kerja Jafar dengan beberapa sofa saling berhadapan mengitari sebuah meja yang memang biasa digunakan untuk pertemuan dengan tamu-tamunya.
Bukan tanpa sebab, Go Hae Ri tahu benar alasan Putra Mahkota itu melakukan ini. Setelah kejadian penembakan tempo hari yang hampir membayahakan nyawanya membuat Jafar sedikit berlebihan terhadapnya. Seperti hari ini ketika dia harus menghadiri rapat mendadak dan membuat Go Hae Ri menunggu dirinya lebih lama dan dengan dalih keamanan mengurungnya ditempat sialan ini. Go Hae Ri kembali mengingat percakapannya dengan Jessica tempo hari.
"Sepertinya mereka mulai mencium langkah kita, walaupun rekanku mengatakan mereka belum tau bahwa kau dan aku berada dibalik semua ini. Kau harus lebih berhati-hati, Go Hae Ri!" Jesicca memperingatkannya beberapa hari yang lalu.
Jesicca benar, ia harus berhati-hati agar tidak ketahuan lawan bisnis mereka. Paling tidak sampai bisa memastikan bahwa proyek ini akan jatuh ke tangan mereka. Dia tidak akan membiarkan usahanya selama ini menjadi sia-sia.
Go Hae Ri tahu Jafar tertarik padanya, tapi belum ada jaminan pria itu akan memberikan proyek itu pada dirinya. Jafar bukan orang bodoh, dia sudah terlatih mengahadapi berbagai macam perempuan yang memanfaatkan kecantikannya untuk mengambil keuntungan dari Putra Mahkota itu. Karenanya Go Hae Ri menggunakan strategi lain untuk mendapatkannya. Memang butuh waktu lebih lama tapi dia yakin cara ini akan berhasil.
Sampai ada kejadian beberapa hari yang lalu.
Tembakan sniper berhasil menghentikan mobil yang akan membawanya ke Kerajaan Kiria. Go Hae Ri sudah bersiap mengambil pistol yang sudah dia siapkan dibalik roknya yang dapat digunakan dalam keadaan darurat. Dia keluar dari mobil, mengawasi sekitar mencari-cari dimana sniper itu berada. Sudah lama ia keluar dari NIS tapi instingnya masih kuat.
Sampai mereka dikejutkan dengan tembakan kedua, tapi anehnya tembakan itu tidak mengarah pada mereka. Go Hae Ri terus mencari namun pengawal segera membawanya pergi dari tempat itu, menyisakan tanda tanya dalam benaknya. Tidak mungkin tembakan sniper itu meleset mengingat dia mampu mengenai ban mobilnya yg sedang melaju.
Tak perlu waktu lama menebak siapa dalang dibalik itu. Iblis itu pasti sudah mendengar kabar bahwa ada pelobi lain yang menginginkan proyek pengeboran minyak itu. Karenanya dia mengirim seseorang untuk melenyapkan pengganggunya.
Samael.
Go Hae Ri bersumpah tidak akan melupakan nama itu sebelum bisa menghancurkannya. Sejujurnya Go Hae Ri tidak menginginkan ini. Ia tahu tidak ada hal baik dalam balas dendam, hanya akan membawanya pada kesakitan yang tak berujung. Balas dendam tidak akan membawa lelaki itu hidup kembali. Lelaki yang sudah merubah hidupnya. Lelaki yang membuat hidupnya kehilangan cahaya begitu lelaki itu meninggalkannya.