Dentuman bom terdengar dari segala arah. Ini menakutkan! Sangat menakutkan! Rentetan suara senapan dibarengi dengan lesatan peluru yang terbang dari segala arah membuat Joko terpaksa merendahkan tubuhnya serendah mungkin. Dengan bermandikan peluh dan bercak darah di sana dan di sini yang nampak di bajunya yang lusuh dengan debu dan tanah, Joko mengatupkan tangannya pada bagian belakang kepalanya untuk melindunginya dari tanah-tanah yang berhamburan karena diterjang peluru.
Di sekitarnya nampak beberapa tubuh yang tergeletak tak bernyawa. Entah itu teman seperjuangannya, atau para bule berseragam yang datang untuk menjajah bangsanya. Joko berusaha keras mempertahankan nyawanya. Ia menghimpitkan badannya di antara undukan tanah dan pohon yang tumbang, sehingga tidak akan ada seorangpun yang dapat melihatnya jika tidak mendekat.
Suara tembakan perlahan mulai menjauh. Mungkin musuh merasa di daerah itu sudah tidak ada pasukan pejuang yang tersisa sehingga mereka mencoba menyerang tempat yang lain. Joko keluar dari tempat persembunyiannya dengan perlahan, mencoba menenangkan dentuman jantungnya yang tidak beraturan. Ia mengambil sebuah bambu runcing yang ada di genggaman Parjo, rekan seperjuangannya, yang sudah tak bernyawa. Ia masih merendahkan tubuhnya hingga hampir merayap. Siku dan lututnya menopangnya untuk merangkak ke depan.
Di depan sana, nampak sebuah bayangan yang mencoba bersembunyi di balik pohon. Joko melihat punggung orang tersebut dan berusaha mendekat. Seragam berwarna biru tersebut sangat mencolok. Darah seketika memuncak di kepalanya. Joko melihat jenazah teman-temannya yang bersimbah darah ataupun tidak berbentuk lagi karena terkena bom dari penjajah ja***am itu. Hal ini membuat Joko ingin membunuh orang berseragam penjajah yang ia lihat di hadapannya.
Perlahan-lahan ia mengendap mendekati penjajah tersebut. Belum sampai ia dekat dengan penjajah itu, nampak sekelebat orang berlari dari arah seberangnya menghampiri tentara penjajah itu dengan bambu runcing di tangan. Nampak Sarno menodongkan bambu runcing kepada tentara Belanda tersebut. Tentara Belanda itu perlahana-lahan memutar badannya ke arah Sarno. Sarno nampak terkejut, tetapi bambu runcing tetap mengarah ke arah yang sama. Joko mencoba melihat wajah tentara Belanda itu, warna rambut dan warna kulitnya nampak berbeda dengan orang-orang Belanda lainnya. warna kulitnya nampak lebih kuning daripada pucat, dan warna rambutnya hitam legam alih-alih pirang.
Joko menyipitkan matanya dan berusaha memayungi matanya dengan telapak tangannya, untuk menghalangi sinar yg menerobos pepohonan dan menghalangi pandangannya. Ketika matanya sudah mulai dapat melihat wajah tentara Belanda itu, ia sangat terkejut. Bambu runcing yang ada di tangannya terjatuh,
"Ra.......ka...??" bisiknya tak percaya
"Sarno! Sek Cak...!!Seekk...!! Ojok kesusu!!" (terj : Sarno!! Tunggu Mas..!! Tunggu!! Jangan terburu-buru!!) pekiknya ketika melihat kaki Sarno mulai bergerak menuju Raka.
Sarno terkejut. Ia menghentikan gerakannya dan menoleh ke arah Joko.
Joko segera berlari ke arah Sarno dan Raka. Ia segera berhenti ketika ia sudah berada di dekat Raka dan Sarno. Ia pun harus menjaga jarak aman untuk dirinya. Ketika semakin jelas wajah Raka di hadapannya, Joko semakin tidak percaya.
"Koen....Koen...Raka to? Raka to!!??" (terj : Kamu...kamu...Raka kan? Raka kan!!??) Tanyanya masih tak percaya.
Joko melihat Raka dari kepala sampai kaki. Ia menggunakan seragam Belanda dengan benar, wajahnya masih setampan dulu ketika masih kecil. Hanya saja sekarang Raka lebih gagah dan tubuhnya semakin kekar karena hasil latihan yang ia jalani sebagai tentara. Raka yang lemah dan selalu berada di belakang Joko ketika kecil, Raka yang selalu menangis karena dipukuli teman-temannya yang lain, termasuk Sarno. Raka yang selalu merasa tidak nyaman ketika tidak ada Joko bersamanya. Raka yang memiliki janji yang sama dengannya...janji untuk menjaga bangsa dan negara Indonesia ini dari penjajah yang membuat Ibu Raka mati. Tapi kenapa Raka malah memakai seragam Belanda? seragam yang dengan jelas memiliki tulisan namanya di atas dada sebelah kirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kacamata Penghianat
Short StoryDua sahabat yang berusaha mengharumkan Ibu Pertiwi dengan caranya masing-masing. Entah itu salah, atau mungkin itu benar? Hanya pandangan oranglah yang menentukan itu salah atau benar menurut mereka. Dan mereka akan terus seperti itu tanpa mau menco...