5

2.5K 114 38
                                    

Jadi di sinilah ia, bergerak salah tingkah saat bermain dengan Sasha. Matt bilang hari ini Paman Joe tidak datang, karena jadwalnya tiap seminggu sekali. Jadi mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan bermain petak umpet.

“Matt yang jaga!” tunjuk kompak kedua gadis itu hingga Matt harus merengut. Ia tidak suka bagian mencarinya, lebih enak bersembunyi dan menunggu agar ditemukan. Tapi apa boleh buat?

Sementara Kate dan Sasha pun sama-sama berlari ke gudang sekolah yang berada di samping. Lumayan jauh dari tempat Matt jaga. Gudangnya sudah tua. Sebenarnya ini gudang bekas, karena gudang baru sudah dibangun di belakang sekolah. Gudang yang begitu penuh juga luas. Banyak sekali tempat yang bisa dijadikan persembunyian. Kali ini Kate merasa kalau sembunyi di balik bangku-bangku tua adalah tempat yang tepat. Ia juga sempat mengintip saat Sasha justru masuk ke sebuah lemari berpintu dua.

Kate terbatuk sedikit saat debu mulai menguap ke atas. Ada suara derap kaki yang sepertinya Matt. Benar saja, pintu gudang terbuka dan tertutup lagi. Matt datang, Kate buru-buru menunduk dalam. Tak sengaja Matt yang jalan mengendap malah menabrak kaleng catt berukuran besar. Isinya cairan yang Kate sendiri tidak tahu apa.

“Kate! Sasha! Kalian dimana?” teriakan Matt hanya membuat Kate cekikikan.

Di luar, Jonas baru saja memarkirkan mobil. Ia begitu tergesa bahkan saat menemukan Kate dan temannya tidak ada di kursi depan sekolah seperti biasa. Paman Joe juga pasti tidak akan datang karena Jonas tahu kalau ia datang seminggu sekali.

Jonas mengelus bagian atas kursi. Ia juga bersekolah di sini dulu. Pikirannya dipaksa bekerja lebih keras walau sakit migren jadi akibatnya. Ya, Jonas ingat sekarang. Dulu, saat masih TK temannya hanya Sofia dan Anne. Sofia adalah sosok yang aktif sementara Anne cerewet. Anne merupakan siswa pindahan, rumahnya terletak di antara St. Burg dan St. Marry, di sebelah toko roti Ols. Yang sekarang telah berganti fungsi jadi tempat penitipan hewan. Dia adalah Anne, yang selalu membangunkannya tiap kali bel sekolah berbunyi.

Ding Dang Dong...

Bunyi itu... ya Jonas sangat ingat. Apalagi kisah terakhir yang mereka alami hingga harus berpisah. Jonas menutup wajahnya dengan telapak tangan. Bayangan mengerikan itu terputar lagi di otaknya. Penyebab dari sakit kepalanya.

“Ayah! Ayah!” pekikan dari suara kecil anaknya terdengar. Buru-buru Jonas bangkit dan segera tahu dari mana asal suaranya. Ya, tidak salah lagi. Kejadian berpuluh tahun itu terulang.

Berlari ke gudang tua di sebelah sekolah, pintu gudang sudah tertutup rapat dan kini mengeluarkan asap tebal dari fentilasinya. Tanpa pikir lagi buru-buru Jonas dobrak kuat. Pintu terbuka, hingga asap menjilati dan menyambar-nyambar. Kebakaran. Jantung Jonas nyeri karenanya.

“Air!” mengatakan itu membuat Jonas melihat ke sekeliling. Ada air ledeng di dekatnya. Bukannya mengumpulkan air lalu menyiram ke arah gudang, ia justru membasahi diri sendiri hingga tiada yang kering. Baru setelah itu Jonas masuk ke kobaran api di dalam.

“Ayah!” suara batuk Kate terdengar.

“Kate? Kate dimana?!” Jonas kesetanan. Ia menendang dan memukul tiap benda yang menghalangi. Tak peduli ada kobaran api dan sesaknya asap.

Pertama, Jonas tak sengaja menyenggol Matt yang sudah terkapar di bawah lantai. Buru-buru ia angkat bocah itu lalu memangkulnya. “Kate!!!” teriaknya lagi.

Kedua, kini rongga dadanya mungkin telah penuh oleh asap. Ia tidak bisa melihat leluasa. Juga oksigen yang semakin menipis. Jonas hampir frustasi, tapi disaat genting inilah justru dilihatnya Kate tengah terduduk dengan hidung ditutup.

“Kate! Syukurlah!” menyambar putrinya, Jonas memangkul mereka berdua keluar gudang. Di luar sudah banyak petugas pemadam yang sedang menyiram gudang, juga guru-guru dengan tampang paniknya.

“Syukurlah kalian selamat. Kami baru tahu ada kebakaran. Serius, kami begitu minta maaf.” Satu persatu guru mulai mengerubungi.

Sementara pandangan Kate menggelap.

            ***

... you ...

... john ... brother ...

Morning bells are ringing...

Kate membuka matanya spontan. Nafasnya sangat sesak dan buru-buru ia hirup oksigen dengan rakus. Suara itu terdengar lagi. Kate benci dengan lagu ini. Suara yang menyeramkan walau lembut. Sayup hampir tak bisa didengar.

Suara pintu dibuka, Kate mengalihkan pandangannya. “Sudah sadar Kate. Lapar?”

“Aku haus.” Buru-buru Jonas menyambar gelas lalu mengisinya dengan air. Kate terdiam mengingat kenapa ia bisa berada di ruangan serba putih. Apa ia sudah meninggal? Ah, pasti ini rumah sakit. Kate yakin sekali kalau kebakaran tadi hampir membuatnya nyaris tak bernafas. Sesak sekali. Bagaimana dengan Sasha yang sembunyi di dalam lemari ya? Astaga! Mengingat itu membuat Kate menjerit. “Sasha bagaimana, Yah? Dia belum Ayah selamatkan tadi! Dia ada di dalam lemari! Apa... apa dia sudah diselamatkan yang lain?” mata Kate menahan air. Jantungnya berdebar keras.

“Sudah diperiksa. Tidak ada orang lain di dalam. Tidak ada korban selain gudang yang hangus tidak bersisa.” Jelas Jonas lantas mengerutkan kening. “Sasha yang itu mungkin benar dia orangnya.” Lalu hembusan kecil keluar dari hidung Jonas.

“Maksud Ayah?”

“Dia tidak ada.” Kate mengatup mulutnya rapat. Menunggu kelanjutan dari Jonas, Ayahnya. “Kebakaran itu mungkin jadi pengingat kalau aku hampir melupakannya. Mungkin Anne marah, aku sudah sering kali lupa pada dirinya. Padahal dia teman baikku dan ibumu.” Kini Jonas hanya tertunduk lesu.

“Ayah, aku masih tidak mengerti.” rengek Kate memaksa Jonas melanjutkan lagi.

“Sasha yang bermain denganmu beberapa hari ini... dia teman Ayah dulu. Dia tidak nyata. Kejadian yang kau alami sama persis dengan yang kami alami dulu—maksudnya antara Ayah, Ibu, dan Anne. Sasha adalah nama yang ia usulkan sendiri karena menyukai tokoh dari boneka pertunjukkan Paman Joe yang sering kami tonton. Hingga ketika bosan dan memutuskan untuk bermain petak umpet, kebakaran terjadi. Saat itu aku tidak sengaja menjatuhkan kaleng berisi minyak di dalam gudang. Hingga alirannya sampai ke luar gudang. Menurut polisi waktu itu, penjaga sekolah tak sengaja membuang putung rokok di dekat sana. Itu yang jadi pemicu kebakaran.” Jonas menarik nafas berat. “Saat itu dadaku sesak, tidak bisa melihat karena mata sangat perih. Hanya Sofia yang kulihat tengah bersembunyi di balik kursi, hanya dia yang bisa kuajak berlari. Aku tidak tahu saat itu Anne bersembunyi dimana. Tidak juga mendengar suaranya. Peristiwa yang kusesali dari dulu. Kalau saja...”

Mendadak ruangan sangat dingin. Kate mengusap lengannya sendiri. Debaran jantungnya juga semakin cepat saat mendengar lagu yang ia benci.

Are you sleeping?

Are you sleeping?

Brother John, Brother John.

Morning bells are ringing.

Morning bells are ringing.

Ding Dang Dong...

Ding Dang Dong...

Kate terpekik. Matanya melotot dan seluruh tubuhnya mendadak kaku. Tepat di belakang ayahnya, seorang anak dengan luka bakar yang parah jalan menyeret kakinya. Semua bekas darah mengotori lantai yang putih. Matanya meleleh. Kulit-kulit itu terus mengelupas mengeluarkan darah dan bau anyir. Anak itu terus mendekati mereka berdua. Tangannya diangkat seakan ingin menerkam. Kate menangis, ia menutup mulut karena mual yang sangat.

“Ayah... lagu itu—“

“Ya, itu lagu kesukaan Anne—atau Sasha seperti nama yang ia mau. Hh, pasti dia marah lagi karena aku melupakan dia untuk kedua kalinya dalam masalah yang sama.”

--- End ---

Hey my fellow, readers and also writers over there! Biggy thanks kalau kalian udah baca sampe part ini. This is my newest sort horror story and I think it's good to share in here. Maaf kalau banyak typo dan... ada kemiripan cerita di beberapa bagian yang mungkin pernah kalian baca sebelumnya. But, dear, nggak ada yang benar-benar original in this whole world, right? (again). So, keep it up!

Are You Sleeping?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang