PROLOG

22 4 1
                                    

“Bundaaa!”

“Bundaaa. Ola dapet nilai seratus, bundaa” teriak Viola berlarian memasuki rumah bercat putih dengan tergesa-gesa.

Merasa bangga atas apa yang saat ini di capai. Ini saatnya untuk membuktikan pada semua. Membuktikan keseriusan untuk menggapai masa depannya.

Afina Viola Tobing

seorang gadis mungil dengan rambut dikuncir kuda tak lupa juga jepitan pink disebelah kiri. Walaupun terlihat sebagai anak yang bahagia, tapi kenyataan berkata lain. Hidupnya jauh dari kata bahagia. Rasanya sesak. Tak ada yang mendukungnya untuk bisa memasuki universitas impiannya.

“Bukannya ngucap salam kok malah teriak-teriak” sinis zufa memainkan ponsel sambil duduk disofa. Awrizufa bicarlo, yang notabene sepupu Viola. Ia anak dari kakak kedua bunda. Usianya berbeda jauh dengan Viola. Jika gadis itu berusia 9 tahun, sementara zufa berusia 18 tahun.

Viola tak menggubris perkataan zufa. Ia lebih memilih untuk menghampiri bundanya. “Ada apa sayang?” tanya bunda lembut pada Viola.

“Lihat deh bun. Ola dapat nilai seratus” ucap Viola memperlihatkan kertas putih dengan coretan bolpoinnya. “Alhamdulillah. Sudah bersyukur belum?” tanya bunda.

“Udah dong bun”

“Alhamdu? Lillah” sambungnya serentak.

“Vi? Viola” panggil Nayla berhasil menyadarkan Viola dari lamunannya. “Eh, ken—”

Nayla queeraa. Gadis dengan sifat lembut itu mampu memikat laki-laki yang mendekatinya. Bersahabat dengan Viola sejak SMP.

“Dipanggil Bu Kia” kata Nayla memotong jawaban dari Viola. Bu kia, seorang wanita paruh baya yang menjadi guru bidang kesiswaan di SMA Prawita.

“Eum, bentar ya”

****

“Bu Kia manggil lo kenapa Vi?” tanya Dina begitu melihat gadis itu datang menghampiri meja kantin yang di tempati teman-temannya.

Dina aufaza. Usia dan tinggi badannya sedikit berbeda dengan temannya. Usianya setahun lebih muda dari mereka, sementara tingginya justru sedikit lebih tinggi dari keempat sahabatnya.

“Katanya ada lomba. Trus dia—”

Ucapannya terpotong. “Trus dia minta Viola buat jadi perwakilan sekolah kita. Iya kan?” lanjut Wulan.

Wulan cerawit. Gadis dengan bakat menggambar. Nama dan sifatnya tak beda jauh, ia cerewet.

“BETULLL”

“Ya Allah. Aurell kok jadi insecure ya punya temen kayak Viola” ucap Aurell membuat gelak tawa muncul diantara mereka. “Viola terlalu sempurna buat Aurell, ya Allah. Tapi Aurell bersyukur kok jadi temennya Viola. Aurell jadi pinter. Yaa walaupun pinter nya pinter nyontek. Tapi kan seenggaknya Aurell punya kelebihan” sambungnya semakin membuat ketiga temannya itu tertawa lepas.

Aurellia nanadip. Temen kecil Viola, namun Aurell pernah pergi keluar kota karena pekerjaan orangtuanya. Dari situlah mereka berpisah. Dan bertemu di SMA ini.

“Blo'on! mana mau Allah nerima do'a lo yang kayak gitu” ledek Dina menepuk lengan Aurell.

Alisnya mengkerut. “Dih, masa gue mengadu sama tuhan gue aja gak boleh sih”

“Tuhan lo juga tuhan gue rell” kata Nayla dengan nada pelan melirik Viola yang tak memperhatikan perbincangan mereka. “Emang?! Kok gue baru tau ya. Toss dulu dong” ujar Aurell polos.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VIMARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang