Mantan lagi, mantan lagi!

2 3 0
                                    

Tsania yang melamun beberapa detik segera sadar saat gurunya itu menepuk bahunya.

"Gimana ya, bu. Saya bukannya gak mau, tapi ibu kan tahu acara ini banyak yang akan hadir, saya takut penampilannya tidak memuaskan," elak Tsania memberi alasan.

"Kamu tenang aja, Tsan. Ibu sendiri yang akan melatih kamu. Dan, ibu juga percaya, kamu itu berbakat cuma gak mau ditunjukkin aja ke orang lain," sahut Bu Devi membujuk Tsania.

"Apa saya sendiri yang akan tampil puisi, Bu kali ini?"

"Tidak, ibu sudah memilih Reza untuk tampil di acara kita. Dia yang akan mengiringi musik untuk pembacaan puisi."

Reza? Sungguh di luar dugaan. Bagaimana bisa dia melewatkan kesempatan emas ini. Menimbang-nimbang lagi ucapan sang guru, kini Tsania telah memutuskannya.

"Baiklah, Bu. Saya mau ikut dalam acara kali ini," jawab Tsania yakin terhadap tawaran menggiurkan itu.

"Oke, latihan kita mulai besok. Bersiap-siaplah untuk itu."

*****

Sepoian angin berhembus pelan menyapu wajah tirus keduanya. Di lapangan basket, tepatnya di bawah pohon mangga, Siena dan Reza sedang berbincang satu sama lain. Percakapan ringan kini tengah menjadi topik utamanya. Di sela-sela obrolan, seulas senyuman terbit di lengkungan bibir Siena. Seperti tidak ada batasan yang menyekat mereka berdua tampak akrab.

"Siena, aku boleh nanya sesuatu nggak?" tanya Reza setelah lama mengobrol dengan anak baru bernama siena.

"Boleh, mau nanya apa?" Siena tersenyum sambil menjawab, baru kali ini dia merasakan getaran yang berbeda saat berbicara dengan Reza.

Reza hanya melamun. Pikirannya itu berlabuh entah kemana. Seulas senyum Siena seolah membuyarkan pikirannya.

"Lho kok diam, Za?"

"Hah, gak pa-pa kok. Lagi terkesima aja lihat senyuman kamu," puji Reza berlagak seperti sedang menggombal.

"Bisa aja, kamu Za."

"Gak usah formal gitu dong. Lo-gue aja manggilnya."

Reza hanya bergeming. Dadanya bergemuruh saat Siena menyentuh pundaknya tanpa aba-aba.

Perasaaan yang Siena rasakan berbanding terbalik dengan apa yang Reza rasakan sekarang. Siena menganggap sikapnya tadi terlalu sok akrab sebab Reza hanya diam saja tidak berbicara apapun, seakan terkejut dengan apa yang telah terjadi.

"S-sorry, Za. Gue gak bermaksud sok akrab kok sama lo. Cuma senang aja, baru satu hari sekolah, udah dapat teman kayak lo. Setidaknya gue agak gak canggung lagi deh beradaptasi sama kalian."

"Santai aja kali, Sien. Gue cuma terkejut aja lo pegang kayak gitu."

"Benaran gak pa-pa? Lo gak marah, kan?"

"Ya, gak lah. Lagipula ngapain gue marah sama cewek secantik dan sepede lo."

"Gue sentuh lagi nggak pa-pa, kan. Anggap aja sebagai salam pertemanan. Dan makasih ya lo udah mau ngajak gue ngobrol."

"Sama-sama."

Mereka berdua terlihat bersenang-senang kali ini. Kecanggungan yang ada telah lenyap begitu saja seolah berganti menjadi suanasa yang lebih nyaman.

*****

Keramaian tampak menyisir segala penjuru sekolah. Matahari yang sudah hampir tenggelam sedikit memberi penerangan. Sejak tahu akan mengikuti pentas seni mau tidak mau Tsania harus latihan setiap hari setelah pulang sekolah. Bait-bait dalam puisi itu terus ia baca perlahan. Suaranya yang lembut dengan sentuhan sedikit lantang seakan mengalihkan suasana. Di saat semua teman-temannya sedang sibuk mengikuti ekstrakurikuler dia malah di sini, menunggu bu Devi dan Reza yang tidak muncul dari tadi.

Pengagum RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang