Hate is such a strong word, tapi jujur saja, ada beberapa kali Jung Hoseok membuat dirinya menjadi sasaran empuk untuk dijadikan bantal kebencian yang Choi Mika harus tinju. Harusnya sekali-kali Mika belajar dari kesalahan, berbicara dari hati ke hati dengan Jung Hoseok bukan opsi yang bagus, jauh dari bagus, bahkan sebaiknya jangan dipertimbangkan sedetikpun.
Pemandangan Jimin sejak awal bukan pertanda yang bagus. Berdiri tegap dengan setelan jasnya, berbagi senyuman tipis kepada Mika (mengundang sejuta tanda tanya pada Sana, rekannya), dan berkata halus, "Presdir ingin bertemu denganmu."
"God, Jimin, apa yang telah kau perbuat?"
"You'll find out."
Mika berkedip sekali. "I honestly don't wanna know."
Jimin tidak membalas apa-apa selain membukakan pintu ruangan direktur di kantornya, ruangan kantor yang sulit dideskripsikan sebagai ruangan yang layak untuk disebut ruangan jabatan tertinggi di perusahaan hampir bangkrut ini.
Sebelum masuk ke ruangan direkturnya, Sana menyenggol Mika, "kau tahu dia?"
"Sana, I called him by first name, kau tahu apa artinya itu."
"Uh? Kau akan melempar tantrum?"
Tepat. Selanjutnya, Mika masuk ke dalam ruangan direkturnya, sengaja membuka pintu lebar karena Mika serasa seperti bintang jatuh yang meledak dari galaksi, hingga menjatuhkan satu tumpukan tinggi kertas dan beberapa majalah. Sana menjerit sedikit, Mika memberi nol atensi, Direktur Lim terperanjat, Jung Hoseok menelengkan kepalanya sedikit, Jimin menyelip ke dalam ruangan kemudian.
Direktur Lim menyeru antusias. "Mika! Sana!"
"Kau mencariku, Bos?"
"Ya, ya, ya," dia menyengir lebar sekali, Mika dibuat pusing karena gigi emasnya. "Lihat, kabar baik telah menanti kita!"
"Eh? Penjualan majalah menaik?" Sana bertanya spontan.
"Belum, tapi sebentar lagi akan!" ujarnya, "karena La Berta sudah berada dibawah naungan Hansang Corp! Presdir Jung dan aku, serta Tuan Park sudah menandatangani kontrak. Presdir Jung juga akan berkontribusi untuk memperbaiki manajemen perusahaan kita dan akan memberi kita tim pemasaran untuk memperbaiki masalah defisit yang terjadi beberapa bulan terakhir ini. Jadi," Tuan Lim menepuk tangannya sekali dan kencang. "Jadi, selamat Choi Mika! Kau diangkat sebagai pemimpin redaksi dan Kim Sana, kau akan menjadi editor!"
Sana menenggak ludahnya kesulitan, mata besarnya mengedip berkali-kali, dan ujung jarinya menarik ujung kaos milik Mika. "Tunggu, bagaimana dengan Kak Yoon-Ae?"
"Yoon-Ae? Kurasa waktu yang tepat untuk menyuruhnya pensiun," jawab Tuan Lim enteng. "Kudengar banyak keluhan dia tidak lagi kompeten sebagai pemimpin redaksi, maksudku, lihatlah beberapa keputusan yang ia perbuatan dengan majalah kita!" lalu dia tertawa, "ain't that upset you guys?"
"I'm upset," oh ya, ingatkan Mika kalau dia mengatakannya dengan jelas sambil memukul dada Hoseok; mabuk, mengantuk, dan lelah bukan kombinasi yang bagus. "Tiap hari aku terus berpikir apa yang Direktur Lim pikirkan pada suatu pagi dan secara impulsif menyuruh Son Yoon-Ae menjadi pemimpin redaksi padahal Tuhan tahu seberapa buruknya ia dalam menentukan rubrik dan tulisannya? Tulisannya kacau!"
Samar-samar ia mengingat Hoseok mengangguk-angguk, "you wanna get rid of her?"
"Pft! I wish! My boss is so dumb," kini giliran telunjuknya menunjuk dirinya sendiri, sempoyongan, dan semuanya salah Hoseok. Duh, sejak kapan dia menjadi pendengar yang baik? Ini dikonfirmasikan merupakan salah Hoseok. "You have no idea how much I suffer."