Tidak terasa, pertemanan Wonwoo dan Jun sudah menginjak tiga bulan lebih. Banyak hari mereka lewatkan dengan penuh coretan bahagia. Yah, meskipun beberapa perdebatan kecil kerap terjadi, tapi hal itu bukanlah penghalang ikatan persahabatan mereka yang kuat itu.Selama tiga bulan ini, mereka berdua menjadi anak baik di eskul masing-masing. Seperti sebuah takdir, Jun dengan taekwondo dan Wonwoo dengan Japanese Clubnya sudah seperti pasangan sejati. Mereka sangat menikmatinya. Bahkan Wonwoo merasa kalau ia dapat bersosialiasi dengah mudah antar anggota ekskul J-Club lainnya.
Jun sendiri, memiliki proporsi tubuh yang sempurna untuk kalangan anak SMA menambah daya tarik tersendiri untuknya. Dimana saat pertama kali pertemuan taekwondo, pelatih langsung memuji Jun atas tubuhnya, dan segera menunjuk alumni untuk melatih Jun secara personal. Intinya, Jun sudah dikhususkan untuk ikut lomba-lomba kedepannya.
Kembali pada Wonwoo dan Jun sekarang. Mereka berdua masih sama-sama berada di sekolah, kebetulan jadwal ekskul mereka sama, yaitu di hari Rabu. Saat pulang sekolah tadi, mereka berdua sama-sama berjanji untuk menunggu satu sama lain sampai selesai. Sekolah biasanya ditutup pukul lima sore, jadi kegiatan apapun harus berakhir setengah jam sebelumnya.
Ekskul Wonwoo kebetulan selesai terlebih dahulu, membuat Wonwoo menjadi pihak yang menunggu, padahal ia kira sebelumnya kalau dirinya yang ditunggu karena kegiatan J-Club hari ini sedikit lebih hectic dibanding Jun.
Alhasil, Wonwoo kini sudah berada di tribun, menunggu sahabat sejolinya itu selesai. Pandangannya tidak pernah beralih dari Jun yang sedang sibuk berlatih. Mungkin sesekali ia akan menoleh ketika seseorang menyapanya, tapi sedetik kemudian ia akan kembali menatap Jun, seakan-akan orang itu akan menghilang barang sedetik saja.
Wonwoo meringis ketika ia melihat Jun mendapat satu tendangan di pinggangnya. Yah, meskipun sudah memakai pengaman, tetap saja, sakitnya pasti terasa. Ia terkadang membayangkan kalau dirinya lah yang ada disana. Mungkin jauh sebelum tendangan itu melesak kearahnya, ia sudah jatuh pingsan lebih dulu karena ketakutan.
Atau mulutnya yang memuji Jun ketika temannya itu berhasil menjatuhkan lawan bermainnya. Kata 'wow, gila!' tidak pernah berhenti keluar dari mulut kecilnya itu.
Wonwoo mengagumi apapun yang ada pada seorang Arbinta Jun Halim.
Tidak menampik bahwa jantungnya berdetak sangat cepat seperti habis diajak berlari. Wajahnya memerah ketika Jun menyisir rambutnya kebelakang, atau ketika lelaki itu tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya. 'Tampan, Jun sangat tampan!' adalah topik utama dalam pikirannya saat ini.
Tapi Wonwoo pikir, mungkin ini hanyalah perasaan biasa antar sahabat. Ia merasa kalau ini adalah perasaan kagum pada Jun, yang memang seperti yang ia rasakan dari awal berteman dengan lelaki jangkung itu.
Wonwoo tidak tau apa itu rasa suka. Yang ia tau, suka itu tidak ada. Hanya ada kagum dan langsung cinta.
"Hoi, bengong aja!"
Wonwoo mengerjapkan matanya, tersadar. 'Jadi sedari tadi aku melamun?' pikirnya. Ia mendongan, menatap Jun yang masih menggunakan baju taekwonnya.
"Kamu sudah selesai, Jun?"
Yang ditanya menjawab dengan anggukan. "Yoi, dah kelar!" lanjutnya. Jun kemudian mendudukan dirinya di sebelah Wonwoo, lalu mengeluarkan kaos hitam dari dalam tasnya. "Pegangin." Baju itu diserahkan pada Wonwoo yang diterimanya penuh tanya.
Sedetik kemudian, Jun membuka bajunya persis di hadapan Wonwoo. Tentu saja membuat Wonwoo terkejut, matanya membulat lebar. Baju yang ia pegang segera ia lemparkan ke arah Jun, sambil menyumpah serapahkan temannya itu karena sudah bertindak tidak tahu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELAKSA
FanfictionSegelintir kisah Arbinta Jun Halim dengan Auriga Wonwoo dalam dunia SMA mereka, dimana mereka sama-sama menabur benih kisah asmara, yang entah berakhir bahagia atau bencana. ©jeonaubi