Menghabiskan waktu bersamamu adalah hal yang paling aku tunggu disetiap pulang. LDR membuat kita sulit sekali berjumpa. Entah, bagaimana pun cuacanya kita harus memecahkan celengan rindu. Sekedar mengobrol dan berjalan atau makan lalu jajan.
Katamu, aku adalah si raja gombal yang dengan mudah bisa membuat wanita mabuk kepayang, si pangeran es yang dengan coolnya membuat para wanita terpesona. Haha, sekarang aku tidak bisa melakukannya, karena kamulah pawangnya. Pawang dari semua kebucinanku, Aini Nurhayati.
Jika dilihat sekilas kamu tak cantik. Dipikir nalar kamu juga tak pintar. Naasnya aku bisa mencintaimu lebih dari mencintai diri sendiri. Apa aku bodoh?
"Apa karena aku gila, kamu menyukaiku?" tanyamu waktu itu.
"Mungkin, iya. Tingkah gilamu selalu kurindukan," jawaban itu malah membuatmu tersenyum. Aneh, kamu wanita aneh dan aku menyukainya. Kegilaanmu membuatku tidak bisa menebak alur yang akan kau lakukan ke depannya.
Setelah sekian lama kita bersama, akan kuberanikan diri untuk melamarmu. Sudah cukup LDR-nya. Kita sudahi hubungan tanpa status ini sekarang.
Sialnya, waktu itu hujan perlahan turun membasahi kota yang lalu lalang transportasinya tak pernah berhenti. Hiruk pikuk orangnya tak pernah mati. Namun, kusyukuri hujan kali ini sangat menyenangkan diri. Dengan secangkir kopi dan kamu yang ada di sisi. Duniaku terasa sempurna sekali.
Duduk berdua di sebuah cafe menikmati hujan yang entah kapan redanya, membuatku tersadar sesederhana itu bahagia. Melihatmu tesenyum saja berhasil membuatku mabuk api asmara.
Kita sesekali tertawa. Sesekali berpegang tangan dan melangitkan doa-doa berharap Tuhan mengabulkannya. Jika kamu dengar, doaku hanya satu. Biarkan kita selalu bersama apapun kondisinya. Aku sungguh mencintaimu, Aini.
"Aini aku ingin bicara, aku ingin me--"
"Tunggu!"
Dengan manjanya kamu tersenyum lembut padaku. Namun, sorot matamu tak bisa dibohongi. Ada ketakutan di sana.
Dengan petikan kuku di kedua jarimu, nampaknya kamu cemas. Seperti ada hal berat yang ingin kamu sampaikan.
"Kenapa?" tanyaku.
Kamu malah dengan refleks memandang langit lalu mengatakan hal yang benar-benar tak pernah aku ingin.
"Maaf, Reihan. Aku tidak bisa bertahan dalam ketidakpastian."
"Aku--?"
"Sudah cukup, Rei. Aku sudah menerima perjodohan Ayah. Dua hari lagi aku akan menikah," sambungmu dengan suara yang sedikit lirih sambil menatap langit yang mengeluarkan airnya.
Neraka seperti tak rela jika manusia ini berada di surga. Entah petir dari mana dan setan apa yang masuk dalam dirimu, pernyataan yang sungguh menusuk relung jiwa tak bisa ku terima.
Ada hujan yang lebih deras daripada langit sore ini, ada takut yang lebih besar dari hiruk pikuk orang jalanan, ada luka yang tak dapat didefinisikan bagaimana parahnya dan ada hati yang menangis menahan perih menjadi korban kamuflase dunia.
------------
Novel baru dengan suasana baru
❤Diupdate setelah banyak yang view dan vote❤Salam sayang...
KAMU SEDANG MEMBACA
JIKA KAMU TAHU
Teen Fiction"Aku tak peduli kamu akan menjadi senja, hujan, atau pelangi sekalipun. Karena yang kamu harapkan tetaplah Bintang. Biarkan aku menjadi bumi yang setia pada langit. Menemanimu baik saat air membasahi diri atau tertawamu yang melukai hati." ...