Apakah kamu pernah begitu merindukan seseorang yang tidak seharusnya kamu rindukan?Saat itu dia pernah berkata kepadaku, pada suatu malam menuju minggu yang begitu dingin ditemani dengan aroma petrichor yang menenangkan.
"Gue nggak pernah suka hujan." Ucapnya seraya menggesekan kedua telapak tangan.
"Lho kenapa? Gue justru suka hujan. Apalagi saat malam minggu." Kataku kemudian terkekeh.
"Hujan itu ribet. Mengacaukan segalanya."
Aku tertawa dengan jawabannya, aku pikir dia akan menjawab 'karena hujan terlalu banyak menyimpan kenangan.'
"Kalau nggak ada hujan lo nggak akan bisa mandi, minum, semua bakal mati."
"Bodoamat. Intinya gue tetep nggak suka hujan."
Hening. Tidak ada lagi yang bersuara, baik dia maupun aku. Hujan semakin deras, diiringi dengan angin kencang yang menyapu kulit.
Aku memeluk diriku sendiri, untung saja saat ini aku dan dia mengenakan jaket yang cukup tebal jadi kami tidak begitu kedinginan di sini,
disebuah warung pinggir jalan yang cukup ramai di datangi orang-orang."Rena!"
Tiba-tiba saja dia memanggilku. Aku menoleh ke arahnya sambil mengangkat kedua alis.
"Kenapa Nata?" Tanyaku dengan kepala mendongak, Nata itu merupakan pria tinggi yang cukup di kagumi oleh banyak perempuan. Aku salah satunya.
Yah, walaupun status kami hanya teman.
Tetapi entah sejak kapan, aku mulai menaruh rasa yang tidak pernah berani aku ungkapkan kepadanya.
"Lo kapan married?"
Aku terkejut dengan pertanyaannya yang tiba-tiba.
"Maksud lo?"
"Ya elo kapan nikah?"
Aku tertawa cukup keras, hingga membuat beberapa pengunjung warung yang sedang berteduh menatap ke arahku. Aku tidak peduli.
Dan, apa maksudnya? Menikah? Hal yang sama sekali tidak pernah terbayang dalam kepalaku, oh yang benar saja.
"Nggak kebalik tuh pertanyaan? Harusnya gue yang tanya kapan lo nikah, bukan malah lo yang nanya! umur gue aja belum sampe duapuluh."
"Yah, kan lagi zamannya sekarang nikah muda kayak gitu."
"Ya tapi gue nggak mau, nggak ada kepikiran kali buat nikah muda. Ada-ada aja lo."
"Lo nikah sama gue aja ya."
Aku tersedak ludahku sendiri, jantungku berdegup dua kali lipat lebih cepat. Apa ini? Apakah dia sedang melamarku?
Aku berusaha menetralkan detak jantungku, sambil pura-pura tertawa. "Ogah, yakali gue nikah sama lo!"
"Kenapa?"
"Ya karena gue nggak suka sama lo." Bohongku kepadanya.
"Oh, gitu ya."
Sudah setahun, rasanya percakapan itu belum lama kami lakukan. Tetapi entah kenapa, aku selalu teringat akan hal itu.
Andai saja saat itu aku menjawab, "iya, gue mau nikah sama lo."
Entah apa respons-nya saat itu, apakah senang atau justru tertawa karena aku terperangkap dalam prank-nya.
Hubungan kami sudah tidak sedekat dulu, aku juga tidak mengerti mengapa kami jadi jauh sekarang.
Mungkin, karena dia kini terlalu sibuk dengan pekerjaannya atau dia sudah memiliki kekasih yang dia cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late - Terlambat
Short StoryTentang kalimat yang terlambat di ucapkan. Copyright©2020 by, biancasbl_