Mama Pergi

90 14 12
                                    

Minho dan Hyunmi menangis di sepanjang perjalanan menuju bandara. Bahkan Hyunmi tak dapat mengatakan apapun ketika melihat rambut Mama-nya menghilang.

"Kangen Mama!"

Padahal Donghyun belum pergi. Pesawatnya masih sejam lagi, dan keempatnya memutuskan untuk makan siang di bandara. Youngmin menghela nafas. Meskipun sempat di izinkan selama seminggu oleh sekolah, tetap saja... Donghyun akan terus di tangisi kedua anaknya.

"Rambutnya Mama enggak ada lagi," Minho masih sempat menyuap makanan di saat ia menangis. Yang malah terlihat lucu.

Sementara Hyunmi, hanya bersandar di kursinya. Menolak makan. Hanya memesan strawberry smoothie untuk memenuhi perutnya.

"Hyunmi mau punya Mama?" tawar Donghyun---di sambut gelengan dari si kecil. "Beneran? Mama enggak mau liat Hyunmi sakit, lho."

Hyunmi merengut. Airmatanya perlahan turun, "Mama mau pergi... Hyunmi enggak bisa makan."

Lapar sih sebenarnya, tapi tidak nafsu :(

Donghyun menghela nafas. Dia pun tidak benar-benar ingin makan. Namun kalau ia tidak makan, pasti anak-anaknya juga tidak mau pesan.

"Mi-ya mau punya kakak?" tawar Minho, suaranya bindeng. Hidungnya merah dan ia masih dalam keadaan menangis.

Lucu, tapi hati Donghyun ngilu melihatnya. "Tuh, di tawarin kakaknya." Ia mencoba membujuk si kecil. "Mau ya? Atau yang itu, punya Papa?"

Hyunmi masih menggeleng. "Nanti aja, Hyunmi kenyang." Tolaknya. "Pesawatnya masih lama?"

Donghyun melirik jam, memperbaiki bucket hat yang sedang ia pakai. "Oh, sudah waktunya check-in," ia mengangkat alis. "sudah?"




Hyunmi mana tahan. Putri tunggal itu menangis di pelukan Donghyun, dan mulutnya terus mengingatkan Donghyun---di sertai omelan-omelan khasnya.

"Makan yang banyak, Mama enggak boleh kurus."

"Iya sayang."

"Rambutnya harus tumbuh lagi."

"Iya sayang."

"Kalo enggak suka jamur, kasih temennya, atau pura-pura enggak liat. Mama enggak suka jamur."

"Iya sayang."

Youngmin gemas sendiri melihat putrinya. Minho sudah selesai berpamitan, anak itu tak butuh waktu lama. Berbeda dengan Hyunmi yang memang menghabiskan bertahun-tahun bersama Donghyun. "Enggak boleh selingkuh! Selingkuhnya sama Hyunmi aja!"

"Ya ampun, Mama kan sukanya sama Hyunmi. Mau selingkuh yang bagaimana?"

"Kalo tidur... bajunya di pake, jangan pake kaos doang. Mama itu cantik ya, Hyunmi enggak mau Mama kenapa-kenapa." Omelannya masih berlanjut.

Sok dewasa memang.

"Iya sayang, Mama dengar." Donghyun menangkup pipi Hyunmi, mencium bibir si kecil yang mengerucut, "Siap. Mama nurut sama Hyunmi."

Si kecil mengangguk, merasa lega. "Hyunmi nungguin Mama di sini, sama Papa, sama Kak Minho juga."

Donghyun mencelos. Tak menyangka kalimat itu keluar lagi dari bibir putrinya. Namun ia mencoba tersenyum. "Mama juga nungguin Hyunmi, ya sayang? Baik-baik sama Papa, ingat pesan Mama kemarin malam?"

Hyunmi mengangguk, "Aunty Lisa enggak masalah kalau Hyunmi di sana terus?"

Donghyun menggeleng. "Aunty Rose sudah selesai kuliahnya minggu lalu. Nanti Hyunmi sama Aunty Rose juga."

Setelah perdebatan yang panjang, pasangan Im ini memutuskan untuk menitipkan Hyunmi pada Lisa dan Rose. Sebab keduanya lebih paham akan pertumbuhan Hyunmi, Donghyun hanya tidak ingin anaknya menangis minta ganti kelamin seperti bulan lalu.

"Dadah Mama!" Minho melompat-lompat, sementara Hyunmi hanya mampu berjinjit, berharap tangannya dapat di lihat oleh sang Mama.

Youngmin ada bersama keduanya, tersenyum kecil pada Donghyun. Lalu menatap teduh sang istri.


~Strawberry Latte~


"Sudah siap?" Youngmin menggendong Hyunmi. Diangguki oleh putri bungsunya. "Senyum dong, sayangnya Papa. Hm?"

Hyunmi sibuk dengan tisu di tangannya, yang sudah remat karena digenggamnya terlalu kuat. Matanya bengkak dan nafasnya belum pulih. "Hng... uhuk!"

"Mi-ya mau di bawa kemana?" Minho menggenggam sebelah tangan adiknya yang bebas, "Mau pergi juga?"

Youngmin tersenyum, "Nanti Papa cerita di rumah, ya?" Ia mengusap rambut Minho. Lalu menepuk-nepuk punggung putrinya---yang kemudian membuatnya malu sendiri. "Putri Papa sudah besar ya?"

Si bungsu masih sibuk menangis. Sesekali menggosok matanya, lalu terbatuk-batuk. "Hm." Responnya. 




"Halo~" Rose menyambut mereka di pintu. "ayo masuk! Lisa sedang ada kelas hari ini."

Hyunmi dan Minho bergandengan. Memasuki rumah Rose dan Lisa, "Donghyun sudah bicara padamu?" tanya Youngmin.

"Sudah, kau bisa datang kapanpun jika ingin menghabiskan waktu dengannya." Rose mengangguk, "Tidak perlu khawatir, Hyunmi akan baik-baik saja."

"Aku akan menitipkan uangnya lewat Minho. Setidaknya mereka akan ada komunikasi di sekolah," Youngmin berdeham, "Tapi tak masalah jika... yah... mungkin kau lebih menginginkan putriku makan bekal. Dia lebih terbiasa dengan itu."

Hyunmi tak merespon apapun, ekspresinya blank---seperti Donghyun yang baru selesai menangis. Minho sendiri sudah mulai mengantuk.

"Sayang, Papa pulang dulu ya?" Youngmin dan Rose bangkit bersamaan, kepala keluarga Im itu menghampiri putrinya. "Duhhh bengkak begini, habis ini istirahat. Besok minggu kita jalan-jalan, oke?"

Mengangguk pelan. Hyunmi juga tak menolak saat Youngmin mendekapnya, bahkan mau membalas pelukan sang Papa. "Ya."

Cup!

"Baik-baik sama Aunty Rose ya? Sama Aunty Lisa juga, nurut kalau di bilangin. Jangan nakal." Youngmin menatap Rose, mengangguk kecil. "Terima kasih, sudah bersedia membantu."

Rose hanya tertawa kecil. "Tidak masalah, aku senang."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Strawberry Latte || Pacadong/YoungdongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang