2

2 2 0
                                    

Pukul setengah tiga lewat lima menit, Iqbaal menyampirkan tas di kedua pundak ketika sudah sampai di depan motornya. Ia hendak menyalakan mesin motornya sebelum tiba-tiba Ayesha, perempuan yang dari semalam membuatnya kesal datang.

Iqbaal menghela napas sembari melepas helmnya kembali. Kalau sudah seperti ini, ia yakin sekali waktunya akan terbuang hanya untuk menanggapi si ade-adeannya Gavin ini.

"Gavin mana?" Tepat seperti dugaan. Tidak ada hal lain yang akan Ayesha tanyakan selain soal Gavin.

"Kenapa sekarang lo jadi nanyain soal Gavin ke gue terus?"

Ayesha memasang wajah tanpa dosa sembari menjawab, "perasaan baru hari ini?"

Benar juga sih. Selama ini, Iqbaal memang belum pernah bertemu Ayesha. Ia hanya mendengar cerita perempuan itu dari Gavin setiap mereka sedang bersama. Pertemuan pertamanya dengan Ayesha adalah semalam. Di Kopi Antara.

Gavin bercerita bahwa Ayesha adalah perempuan yang memang banyak mau dan cenderung manja. Iqbaal pun bisa langsung melihat itu saat mereka bertemu. Yang membuat Iqbaal lebih heran lagi adalah kenapa Gavin bisa tahan berdekatan dengan orang seperti Ayesha ini.

"Gavin udah cabut duluan." Iqbaal memberi tau dengan malas.

"Gue juga tau dia udah cabut." Sahut Ayesha tak kalah malas.

"Kalo udah tau kenapa nanya?"

"Gue, kan, nanyanya dia kemana?"

"Lo tadi nanya nggak pake 'ke'."

Ayesha berdecak malas. "Gavin kemana ya, Mas Iqbaal?" tanyanya ulang dengan menekan kata 'kemana'.

"Au." Jawab Iqbaal singkat sembari memakai helm-nya lagi. "Ngomong-ngomong, gue bukan Mas lo. Jadi, stop panggil gue Mas Iqbaal."

"Masa lo nggak tau sih, Gavin kemana?"

"Ya emang nggak tau."

"Bohong."

"Gue bukan emaknya. Dan kalau pun gue emaknya, belom tentu gue tau kemana aja dia pergi." Iqbaal sudah sangat malas menanggapi Ayesha. Lebih baik, ia buru-buru ke Antara dan melakukan pekerjaannya.

"Minggir." Gumam Iqbaal setelah berhasil menyalakan motornya.

Ayesha meminggirkan tubuhnya sesuai permintaan Iqbaal. Namun, bukan untuk membiarkan laki-laki itu pergi begitu saja. Ayesha justru naik ke belakang boncengan motor Iqbaal.

"Ngapain lo?!" Suara Iqbaal meninggi ketika Ayesha dengan santai naik ke motornya.

"Mau ikut."

"Ikut kemana?! Nggak usah ngaco deh lo!"

"Ngaco apaan sih?" Ayesha menyaut tanpa dosa.

"Turun nggak!"

"Nggak mau!"

"Heh, anak kecil, gue tuh mau--"

"Mau ke Antara, kan? Yaudah ayok jalan."

"Iya! Tapi nggak sama lo!" Suara Iqbaal yang membentak Ayesha sukses membuat murid-murid yang sedang berlalu-lalang di parkiran memperhatikan mereka berdua. Namun, Iqbaal tidak peduli. Ia justru semakin meninggikan suaranya saat tidak ada tanda-tanda bahwa perempuan di belakangnya ini akan turun.

"Lo budek ya?! Gue bilang turun ya turun!"

Ayesha meringis mendengar suara Iqbaal. Selama ini, tidak pernah ada orang yang berani berbicara dengan nada tinggi padanya. Apalagi hanya karena hal sepele seperti sekarang ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita AyeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang