Untuk Peringatan Sepanjang Masa

35 3 0
                                    

Februari adalah bulan penuh bualan bagi muda-mudi untuk modus bermesraan. Pasalnya, kebanyakan orang beranggapan bahwa Februari adalah bulan penuh kasih sayang. saya yang kebetulan saja kurang mengerti arti kata mesra juga kasih sayang, sedang asyik berjalan-jalan menikmati sejuknya kota yang sedang dalam lindungan awan. Di penghujung jalan, saya melihat seorang perempuan berpakaian serba hitam yang menutupi sekujur tubuhnya, seperti menunjukkan bahwa dia baru saja dari pemakaman atau mungkin sedang berduka. Saya menjadi semakin yakin ketika melihatnya tertunduk dalam setelah melihat sekelilingnya. Tidak lama ketika saya mulai bisa melihatnya dengan jelas, hujan mulai datang tanpa berucap salam. Tanpa berpikir panjang, saya pun berlari mencari kedai terdekat di seberang jalan untuk berteduh, untuk berjaga-jaga saja siapa tahu hujan singgah begitu lama.

Setelah memesan secangkir kopi, saya melihat pot-pot di depan kedai yang mulai digenangi hujan. Tanpa saya sadari, perempuan tadi masih saja berdiri di ujung jalan dan ternyata dia menatap tajam menuju kedai dengan satu tangan menutupi setengah wajahnya, mungkin untuk menutupi air mukanya yang merah padam, sebab pada matanya terlihat jelas kata cacian yang menyakitkan. Benar saja, di pojok kedai saya melihat seorang laki-laki yang sedang khusyuk membenamkan pikirannya ke dalam kopi. Entah tragedi macam apa yang kebetulan menghampiri pikiranku ini. Setelah saya mendengar kopi saya sudah jadi, saya coba untuk menghampiri laki-laki itu. Setelah begitu lama terdiam di sebelahnya, dia mulai bercerita ketika dia tahu bahwa saya tidak mengenalinya. Dalam ceritanya, saya melihat laki-laki yang mencintai begitu mendalam, yang dia sendiri lebih mengenal perempuan itu daripada dirinya, dan ternyata perempuan itu akan menikah dengan laki-laki lain yang tidak dia kenal. Tetapi, sebenarnya dia juga tahu bahwa pernikahan itu bukan murni keinginan perempuannya. Entah kebetulan apa lagi, ternyata perempuan yang dimaksud adalah perempuan di ujung jalan tadi. Setelah menyadari hal itu, saya melihat ke seberang jalan dan ternyata perempuan itu telah menghilang, ternyata tepat pada hari inilah pernikahannya akan dilaksanakan. Seketika itu saya juga mulai merasakan nyeri dalam dada saya, entah bagaimana saya menyebutnya, mungkin seperti kecewanya dari kecewa.

Jarum jam saya mulai tersungkur menandakan sudah pukul enam malam, saya pun bergegas untuk pulang karena hujan sudah pergi ketika senja datang. Di pertengahan menuju lelap, pikiran saya terganjal tragedi tadi siang, saya merasa bahwa kisah itu tidak asing. Ternyata benar, ketika saya menjelajah pada buku-buku puisi, saya tertahan di sebuah sajak Abdulloh Ulil Albab, "Mematik Hati".

Ia dibuat mencintaiMu dan mencintainya

Dia benar-benar tak mau pergi

Meski tau rahim itu telah di hujani

Meski tau sekujur badan itu telah terkecupi

Meski tau kulit itu terjamah ribuan jemari

Meski tau tubuh itu telah sering tergagai

Sesulit inikah mencari pembenaran diri?

Atas persetujuan hati dan pikiran, saya meyakini bahwa mereka adalah pasangan dalam sajak Ulil tadi, melihat betapa laki-laki itu mempertahankan perempuannya, setelah mengenali perempuannya yang menurut sebagian orang tidak layak disebut pasangan. Saya bergegas tidur dengan harapan bahwa besok pagi dapat menanyakan banyak hal pada laki-laki tadi.

Di waktu yang sama seperti kemarin tapi tanpa ada awan di atas kepala, saya langsung pergi menuju kedai. Suasana kedai begitu sepi, mungkin karena hari ini cukup panas untuk dihabiskan bercengkerama dengan secangkir kopi. Tapi saya terkejut ketika penjaga kedai mendapati saya berkunjung lagi, dia berkata bahwa laki-laki kemarin sudah tidak akan ke sini lagi. Dia menyuruhku duduk dulu, lalu dia memberiku kopi yang katanya diseduh dari air mata laki-laki kemarin. Setelah dua-tiga tegukan saya rasa, dia berpesan bahwa segala sesuatu yang tidak dapat dibalikkan seseorang adalah kehendak Tuhan. Dia juga menyuruhku untuk menghadapi segala yang terjadi. Kemudian dia memberiku secarik kertas yang sengaja ditinggalkan untukku dari laki-laki kemarin. Di sana tertulis, berhentilah menganggap kisahmu sebagai kisah orang lain, lalu mulailah hidup dalam kenyataan. Sungguh sial, seperti melihat kisahku beberapa tahun yang lalu. Seketika itu mendadak pikiranku seperti dipenuhi tumpukan reruntuhan bangunan.


Gresik, 2020

Untuk Peringatan Sepanjang MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang