Untitled Part 1

25 0 0
                                    

Assalamualaikum Wr.Wb.

Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua.

Yang terhormat, Ibu Tri selaku guru Bahasa Indonesia SMPN 41 Jakarta, serta teman-teman sekalian yang saya sayangi.

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt, karena dengan rahmat-Nya kita semua dapat berkumpul disini dalam keadaan sehat walafiat walaupun hanya bertatap muka secara daring.

Saya sangat berterimakasih karena sudah diberi kesempatan untuk menyampaikan pidato kali ini yang mengusung tema tentang Kekerasan Terhadap Wanita dan dampaknya pada lingkungan sekitar.

Ibu Tri dan teman-teman, pada dasarnya, setiap manusia (baik itu pria, wanita, maupun anak-anak) sama sekali tidak berhak untuk menjadi korban kekerasan. Setiap manusia berhak untuk hidup secara baik serta diperlakukan secara adil dan setara. Namun, berbicara mengenai posisi pria dan wanita dalam eksistensinya di dunia ini memang sedikit pelik. Di satu sisi, wanita dianggap kaum minor yang harus tunduk pada kaum pria.

Banyak orang berpikiran atau memiliki mindset bahwa secara fisik wanita cenderung lebih "lemah" daripada pria, dan tidak cocok untuk melakukan pekerjaan berat. Padahal kita sebagai wanita mampu melakukannya dan bahkan dapat mengungguli pria. Sayangnya pola pikir pria dominan masih mengakar kuat hingga susah untuk dihapuskan.

Tahukah kalian bahwa sebanyak 35 perempuan Indonesia masih mengalami kekerasan setiap harinya, saya mengutip dari Ketua Komnas. Mengapa? Apakah wanita dianggap selemah itu sehingga berhak diperlakukan semena-mena? Apakah wanita hanya dipandang sebagai pelampiasan oleh kaum yang dianggap 'dominan'? Mengapa ini kerap terjadi? Ini harus dihentikan.

Tindakan kekerasan yang saya bicarakan sekarang ini mencakup kekerasan secara fisik, psikis, maupun pelecehan seksual. Banyaknya kekerasan terhadap perempuan yang terjadi, tentunya menunjukan kepada kita bahwa persoalan ini bukan semata-mata tentang kejahatan si pelaku. Namun ada yang salah dalam cara berpikir kita. Ada yang salah dalam paradigma masyarakat.

"Salah sendiri pakai baju terbuka"

Oh ya? Dari survei diketahui, tiga peringkat teratas korban pelecehan seksual adalah pemakai rok/celana panjang yang besarnya 18 persen, pemakai jilbab sebanyak 17 persen, serta pemakai baju lengan panjang sebesar 16 persen. Ini membuktikan bahwa pakaian seorang wanita tidak menjadi penentu apakah ia akan dilecehkan atau tidak.

Ibu Tri dan teman-teman, bahkan yang lebih parah lagi, reaksi wanita setelah menjadi korban kekerasan ini. Berapa banyak perempuan yang mengalami pelecehan seksual di angkutan umum enggan berteriak karena malu. Atau berapa banyak perempuan yang menjadi korban pemerkosaan, alih-alih melapor ke kantor polisi, malah pulang ke rumah, membungkam diri, dan yang paling parah merasa dirinya hina.

Sungguh mudah upaya yang dapat kita lakukan untuk setidaknya mengurangi terjadinya kasus-kasus kekerasan ini. Ajari anak laki-laki tentang consent. Tentang menghormati dan mendapat persetujuan. Besarkan semua anak laki-laki di luar sana untuk menjadi pria yang memilih untuk memperjuangkan hak perempuan, yang memilih untuk mendengarkan. Maka didik mereka untuk menghormati perempuan, menghormati tubuh perempuan, dan menghormati semangat perempuan.

Baik, hanya sekian yang dapat saya sampaikan kali ini. Terimakasih banyak atas perhatiannya, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 11, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

violence against womanWhere stories live. Discover now