Dhama Lazuardi, kata-kata itu tertulis pada bandul kalung yang kupakai sewaktu aku masih bayi, dan kata-kata itu menjadi namaku, nama seorang remaja yang kini genap dua puluh satu tahun. Hari ini, hari ulang tahunku. 25 Februari 1995 adalah waktu dimana aku ditemukan di depan pintu Panti Asuhan Kasih Ibu, kemungkinan aku lahir satu atau dua hari sebelum tanggal itu. "Aku menetapkan 25 Februari sebagai tanggal kelahiranmu, meskipun kamu lahir satu atau dua hari sebelumnya, karena pada tanggal itu kamu memasuki awal kehidupan baru sebagai lelaki tangguh," ucap Ibu Kinasih dihari ulang tahunku yang kelima. Dan itu selalu menggema di telingaku, seakan-akan seperti api membara yang mengobarkan sifat kemandirian. Ibu Kinasih adalah seorang wanita yang menemukanku sekaligus menjadi ibu angkat dan ibu asuh di Panti Asuhan Kasih Ibu.
Seperti biasa, aku merayakan hari yang sepesial ini dengan kedua teman dekatku, Arya dan Bima di tempat biasa kami nongkrong. Kami menyebutnya Benteng Persahabatan, lebih tepatnya rumah pohon. Arya Setya adalah seseorang tiada hari tiada main gitar, hidupnya penuh dengan melodi. Bima Lesmana adalah manusia yang penuh warna, dia suka melukis. Dan aku suka menulis, menjadi seorang penulis adalah cita-citaku. Kami tumbuh bersama di Panti Asuhan. Bisa dikatakan kami adalah trio seniman, karena hobi kami tidak jauh dari kesenian. "Hari ini hari yang kau tunggu, bertambah satu tahun usiamu, bahagialah kamu," senandung Ardi yang menyanyikan lagu dari Jamrud dengan judul ulang tahun. Disusul dengan Bima yang membawa gorengan di tangan kanan dan sebotol air putih di tangan kirinya.
Bima menyalakan lilin di atas gorengan yang dibentuk layaknya kue tart. Itu membuatku tertawa, begitu pula dengan Ardi yang terbahak-bahak sampai terjungkal-jungkal. "Sudah siap nih Dham, kue tart rasa gorengan, berdoa dulu kemudian tiup lilin ini," ucap Bima padaku sambil menahan tawanya. Langsung saja kutiup lilinnya, kemudian kita nikmati malam itu dengan canda tawa dan kue tart rasa gorengan. "Dham, apa doa yang kau ucapkan tadi?" Tanya Arya disela-sela kebahagiaan malam ini. "Aku selalu berdoa semoga persahabatan kita tidak memudar," jawabku. "Persahabatan kita akan penuh dengan nada-nada indah," kata Ardi. "Persahabatan kita akan penuh warna," sahut Bima dari belakang sambil merangkul pundakku dan pundak Ardi.
Tanpa disadari kami sudah membuat janji persahabatan dalam gelapnya malam, disaksikan bintang-bintang, didengar oleh angin, dan direstui oleh semesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhama Lazuardi
Teen FictionSebuah kisah Dhama Lazuardi yang dimana setiap jejak langkah kakinya adalah puisi. Dhama adalah panggilan akrabnya, penulis adalah cita-citanya, puitis adalah salah satu sifatnya. Dan inilah kisahnya.