Bab 4 – Hasil
Ini adalah hari keempat ku di Pare. Aku baru saja melaksanakan shalat subuh di Masjid seberang kosan ku. Panitia bilang hasil tes wawancara akan di umumkan jam 10 di Instagram kursusan. Aku meluangkan waktu untuk berjalan-jalan disekitar kos. Dan kebetulan Joy sedang tidak bekerja, jadi kuajak sekalian dia untuk mengenalkanku tempat-tempat yang ada disini.
Aku berjalan pelan disampingnya, sebelum ia berlari kecil dan mampir di sebuah warung.
"Ini 20 ribu dulu ya bang.."
Suara itu terdengar samar karna aku berdiri menunggunya diseberang jalan. Setelah itu ia kembali dengan setengah tersenyum. Mungkin ia malu.
Tampaknya ia punya hutang ke warung itu, aku takkan menanyakan hal yang membuatnya tersinggung. Pasti berat baginya, bekerja untuk membiayai kursus adiknya. Belum lagi biaya makan dan kos, pantas saja aku sering melihatnya duduk diam hanya dengan secangkir kopi dan rokok.
"Sarapan yuk ..,"
Sesaat kami berhenti didepan warung makan.
"Duluan saja , aku sudah kenyang."
Balasnya dengan senyum palsu.
"Udah ayok, aku yang bayar."
"Beneran?"
"Iya santai"
dahinya berkerut naik dan alisnya terangkat pertanda bahagia.
**
Wah udah jam 9 aja, Rina lagi apa ya. Baru-baru ini kami sering jalan-jalan. Walau baru kenal tapi dia asik juga. Orangnya ceria dan ahh aku bisa senyum-senyum sendiri kalau bayangin saat saat bersama. Aku ingin menghubunginya, tapi kayaknya dia lagi ada kelas dan aku tidak mau mengganggunya.
"Cok .. ! Cokii !?" terdengar suara panggilan dari seberang jalan. Anak laki-laki berkacamata , ia bernama Joko. Lulusan S1 Hukum Universitas Jember. Kami bertemu sebentar saat tes tahap pertama kemarin, dia juga sama sepertiku sedang menunggu hasil tahap wawancara.
"Ehh joko , sini."
Ia mengayuh sepedanya mendekati ku.
"Disini toh kosanmu."
"Iyo .."
"Deket ternyata , kosanku sebelah kono lho, samping BEC pas."
"Lah tak kira jauh, sini duduk dulu."
Joko menyandarkan sepedanya ke pohon mangga lalu mengelap keringatnya.
Aku megambil botol air minum sisa semalam, aku sengaja membeli beberapa botol air mineral untuk persediaan jika merasa haus dimalam hari.
"Darimana?"
"Muter-muter tadi"
Tiing , hpku berkedip.
"Gimana hasilnya?" dari Rina. Ah sudah jam 10 ternyata, kugerakan lincah jemariku tuk membuka Instagram tak sabar ingin melihat hasilnya. Dan .., jeng ..jeng..jeng. tidak ada namaku. Rasanya sedih , kecewa , nafasku seakan berhenti sesaat , kenapa? Kenapa aku harus mengalami kegagalan lagi?
"Eh nangopo cok ?"
Joko yang sedari tadi diam, ekspresinya mulai berubah keherananan melihatku.
Oiya aku baru ingat ia juga ikut tes wawancara, apa namanya ada. Segera kubuka kembali Instagram dan
@aprilianti
@dwisari
@jokosantoso23
Ada , hatiku tambah sedih. Bukan Karena tidak lolos tapi juga karena temanku lolos. Rasanya tidak adil bila punya teman yang lolos ujian sedangkan aku malah gagal.
Wajahku tertunduk lesu, sedangkan joko tambah bingung.
"Cok? Mules po?"
"Kamu lol..lol..lolos... selamat ya."
"Lolos apa?"
"Tes tahap wawancara yang kemarin"
"Alhamdulillahirabbil 'alamin, kamu gimana cok?"
"Aku belum beruntung kayaknya hhe."
Aku hanya tersenyum sedikit menutup rasa kecewa.
"Sabar ya, pasti ada jalan yang lebih baik."
Ia menepuk pundakku pelan, lalu bangkit dan pamit
Aku juga ikut bangkit dan menyalaminya,
"Hati-hati di jalan ya, nanti kapan-kapan aku mampir ke kosanmu."
"Siapp , Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam."
Ia pulang menggunakan sepedanya, wajahnya sumringah bahagia. Sedangkan aku ,masuk ke kamar tertunduk lesu.
Rina pun sudah tau hasilnya dengan mengecek Instagram, walau tau begitu ia berusaha menghiburku dengan mengajakku jalan-jalan.
Aku bilang ini adalah hari terakhirku di Pare, aku berencana langsung pulang jika gagal dalam tes beasiswa ini.
Rina hanya diam saat kubilang akan pulang. Saat itu sore hari di taman gilisuci, taman yang indah untuk jalan-jalan disana juga ada tempat duduk yang nyaman untuk sepasang kekasih.
Rina menundukkan wajahnya, lalu menatapku pelan. Bibirnya mulai menyimpulnya senyum sederhana.
"Nanti kesini lagi kan?"
Ingin sekali kujawab pasti. alasanku kesini hanya karena ada beasiswa itu, kalua tidak ada beasiswa, manabisa aku bertahan hidup disini. Walau biaya hidupnya sudah tergolong murah. Tapi untuk biaya kursus masih terbilang mahal, berkisar 1 juta perbulan.
"In syaa Allah"
kujawab dengan penuh ragu.
"Kalau ada beasiswa" , tambahku pelan
Kami berdua tertunduk diam dengan pikiran masing-masing cukup lama.
"Gimana kalau nanti kubantu cari beasiswa ?"
tiba-tiba ucapan Rina mengagetkanku
Ah benar juga, rina kan sudah lama disini. Dia pasti lebih tau banyak beasiswa disini
"Boleh, tolong bantu aku ya." Jawabku dengan rasa bahagia. Duh beruntungnya bisa kenal dengan dia.
"Oke, nanti ku chat lewat WA."
"Iyah."
**
Aku pulang
KAMU SEDANG MEMBACA
Pare dan Cinta Periode [On Going]
Non-FictionCoky yang merupakan lulusan SMA tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena kendala biaya. Hal ini memaksanya untuk memilih antara mencari beasiswa atau bekerja. Keputusan yang sulit harus dijalaninya. Ia terpaksa harus bekerja, namun tak disangka...