Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
[*****]
Mungkin bagi sebagian orang itu adalah hal sepele. Bahkan tidak penting untuk dibahas. Tapi, bagi Ayumi meminjamkan barang pada orang lain itu adalah hal yang gawat. Dia tidak pernah rela jika harus meminjamkan barangnya. Jangankan pada orang asing, pada teman sekelasnya saja dia tidak akan mau.
Kecuali pada Hana, sahabatnya. Atau, jika terpaksa pada teman sekelasnya, dia akan meminta jaminan. Apapun itu. Tidak harus uang. Bukan tanpa alasan Ayumi bersikap seperti itu.
Soalnya, bukan sekali dua kali dia kehilangan barangnya karena dipinjam teman. Ayumi tidak sedih, melainkan kesal dan jengkel pada saat itu. Barang yang dijaganya selama ini, hilang begitu saja.
Bukan karena harga barang, tetapi karena kenangan-kenangan yang terdapat pada barang tersebut. Barang-barang itu sangat berharga bagi Ayumi.
Maka, sejak saat itu Ayumi tidak mau meminjamkan barangnya. Tidak masalah jika banyak yang menyebutnya pelit. Ayumi tidak peduli.
Bel telah berbunyi dengan nyaring, pertanda waktu ujian telah berakhir. Semua kertas LJK diletakkan di atas meja dengan posisi terbalik.
Murid-murid yang belum selesai mengerjakan soal, mau tidak mau harus mengisi soal dengan asal-asalan. Bahkan di antaranya ada yang tidak terisi semua. Berbeda dengan Ayumi yang sudah menyelesaikan soal sepuluh menit yang lalu. Hanya memeriksa sekilas untuk memastikan tidak ada soal yang terlewat.
Pengawas memerintahkan dua KM untuk mengumpulkan kertas LJK dan kertas soal. Devan, KM kelas 11 mengumpulkan kertas LJK sesuai dengan urutan nomor siswa. Sedangkan Adi, KM kelas 10 yang mengumpulkan kertas soal.
Setelah menerima semua kertas LJK dan kertas soal, pengawas mengucapkan salam lalu melangkah meninggalkan ruang ujian.
Ayumi buru-buru mengambil tasnya dan merapikan semua alat tulis. Hana yang duduk di bangku paling pojok kelas—hanya terpisah dua bangku dari Ayumi—jadi heran sendiri melihat sahabatnya.
"Yum, mau ke mana sih buru-buru amat?" tanya Hana dengan suara kerasnya.
Alhasil bukan hanya Ayumi yang menoleh, tapi yang lain juga ikut menoleh, bahkan adik kelas sekali pun. Mungkin ada nama Yum yang lain, pikir Hana.
"Mau pulang, Han," jawab Ayumi seadanya.
"Iyaa. Maksud aku kenapa buru-buru? Bukannya kita pulang bareng?" tanya Hana heran. Karena memang biasanya mereka pulang bareng naik angkot.
"Maaf, Han. Aku duluan, udah dijemput kakak soalnya." Ayumi menggendong tas ungunya di punggung. Melangkah cepat keluar dari kelas. Meninggalkan Hana yang terbengong di tempatnya.
Setelah menuruni anak tangga yang hanya beberapa itu, Ayumi berlari melewati murid-murid yang berjalan santai di depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayumi Angkara
Novela JuvenilAyumi membenci seorang murid pindahan yang berstatus sebagai adik kelasnya. Dia selalu risih ketika sosok tersebut hadir di hadapannya. Sialnya, Ayumi tidak dapat menghindar karena kelas mereka bersebelahan. Akan tetapi, hati selalu berkata lain, se...